MRP Harus Ada Keterwakilan Pemuda
pada tanggal
Saturday, March 19, 2016
SAPA (JAYAPURA) - Fraksi Hati Nurani Rakyat (Hanura) DPR Papua mendorong adanya keterwakilan pemuda dalam lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP). Kehadiran wakil pemuda dalam lembaga itu diharapkan jadi penyeimbang dan membuat MRP punya konsep jangka panjang yang lebih cemerlang untuk Papua kedepan.
Ketua Fraksi Hanura, Yan Peremanas Mendenas mengatakan, sebenarnya fraksi yang dipimpinnya telah mendorong hal itu untuk dimasukkan dalam draf Raperdasus Tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP yang kini dibahas DPR Papua dan eksekutif dalam sidang paripurna non APBD, 17-18 Maret 2016 dan akan disahkan bersama dua raperdasus lainnya yakni Raperdasus Tentang Orang Asli Papua (OAP) serta Program Pembentukan Perda Tahun 2016.
"Dalam rapat-rapat, kami Hanura menyampaikan beberapa pandangan. Kami usukan harus ada keterwakilan pemuda di MRP. Kursi perempuan, adat dan agama sudah ada. Pemuda ini penting karena banyak pemuda selama ini bergerak dalam berbagai bidang. Baik di Organisasi Kepemudaan (OKP), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Masyarakat (Ormas), organisasi adat atau lainnya," kata Mandenas, Kamis (17/3).
Menurutnya, selama ini banyak pemuda Papua yang bicara konsep pembangunan Papua jangka panjang. Kini sudah saatnya wakil-wakil pemuda dari lima wilayah adat di Papua diberi kesempatan duduk di MRP. Konsep pembangunan Papua tak bisa dilihat hanya dari beberapa kelompok, tapi harus dari semua lapisan masyarakat. Baik pemuda, agama, adat dan perempuan.
"Kalau ini sudah ada, barulah dilakukan kolaborsi mendorong dan mendesign pembangunan Papua untuk memproteksi Orang Asli Papua.Hanya saja pertimbangan eksekutif, akan memakan waktu lama jika itu dibahas kini. Sementara masa jabatan MRP akan berakhir April 2016. Kami juga mendorong revisi PP 54 agar ada kuota keterwakilan pemuda di MRP," ucapnya.
Fraksi Hanura DPR Papua akan terus berupaya mendorong agar MRP periode berikutnya ada keterwakilan pemuda. Ini agar pemuda punya ruang bicara soal pembangunan dan proteksoi OAP melalui lembaga resmi. Pihaknya ingin ada kolaborasi dalam MRP dan kedepan lembaga itu kembali kepada tupoksinya mengurusi agama, adat, perempuan dan pemuda.
"Bukan mengurusi politik. Tapi reperesentasi kultur. Tugas MRP lebih banyak memberikan proteksi kepad OAP dan memberi saran masukan untuk ditindaklanjutri pemerintah serta DPR Papua," katanya.
Terpisah, anggota Fraksi Demokrat DPR Papua, Emus Gwijangge mengatakan hal yang sama. Katanya itu memang perlu. Hanya saja kata dia, cantolan hukum yang mengatur keterwakilan kelompok di MRP harus direvisi.
"Ini agar ada payung hukum yang jadi acuan untuk keterwakilan pemuda. Saya pribadi menilai itu perlu. Perempuan, agama dan adat sudah ada keterwakilan di MRP. Pemuda juga saya rasa perlu," kata Emus
Menurutnya, setelah masa jabatan MRP periode 2016 yang akan dipilih dan diangkat tahun ini berakhir, kemungkinan berbagai pihak terkait akan memikirkan bagaimana agar ada keterwakilan pemuda di lembaga itu. (Arjun)
Ketua Fraksi Hanura, Yan Peremanas Mendenas mengatakan, sebenarnya fraksi yang dipimpinnya telah mendorong hal itu untuk dimasukkan dalam draf Raperdasus Tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP yang kini dibahas DPR Papua dan eksekutif dalam sidang paripurna non APBD, 17-18 Maret 2016 dan akan disahkan bersama dua raperdasus lainnya yakni Raperdasus Tentang Orang Asli Papua (OAP) serta Program Pembentukan Perda Tahun 2016.
"Dalam rapat-rapat, kami Hanura menyampaikan beberapa pandangan. Kami usukan harus ada keterwakilan pemuda di MRP. Kursi perempuan, adat dan agama sudah ada. Pemuda ini penting karena banyak pemuda selama ini bergerak dalam berbagai bidang. Baik di Organisasi Kepemudaan (OKP), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Masyarakat (Ormas), organisasi adat atau lainnya," kata Mandenas, Kamis (17/3).
Menurutnya, selama ini banyak pemuda Papua yang bicara konsep pembangunan Papua jangka panjang. Kini sudah saatnya wakil-wakil pemuda dari lima wilayah adat di Papua diberi kesempatan duduk di MRP. Konsep pembangunan Papua tak bisa dilihat hanya dari beberapa kelompok, tapi harus dari semua lapisan masyarakat. Baik pemuda, agama, adat dan perempuan.
"Kalau ini sudah ada, barulah dilakukan kolaborsi mendorong dan mendesign pembangunan Papua untuk memproteksi Orang Asli Papua.Hanya saja pertimbangan eksekutif, akan memakan waktu lama jika itu dibahas kini. Sementara masa jabatan MRP akan berakhir April 2016. Kami juga mendorong revisi PP 54 agar ada kuota keterwakilan pemuda di MRP," ucapnya.
Fraksi Hanura DPR Papua akan terus berupaya mendorong agar MRP periode berikutnya ada keterwakilan pemuda. Ini agar pemuda punya ruang bicara soal pembangunan dan proteksoi OAP melalui lembaga resmi. Pihaknya ingin ada kolaborasi dalam MRP dan kedepan lembaga itu kembali kepada tupoksinya mengurusi agama, adat, perempuan dan pemuda.
"Bukan mengurusi politik. Tapi reperesentasi kultur. Tugas MRP lebih banyak memberikan proteksi kepad OAP dan memberi saran masukan untuk ditindaklanjutri pemerintah serta DPR Papua," katanya.
Terpisah, anggota Fraksi Demokrat DPR Papua, Emus Gwijangge mengatakan hal yang sama. Katanya itu memang perlu. Hanya saja kata dia, cantolan hukum yang mengatur keterwakilan kelompok di MRP harus direvisi.
"Ini agar ada payung hukum yang jadi acuan untuk keterwakilan pemuda. Saya pribadi menilai itu perlu. Perempuan, agama dan adat sudah ada keterwakilan di MRP. Pemuda juga saya rasa perlu," kata Emus
Menurutnya, setelah masa jabatan MRP periode 2016 yang akan dipilih dan diangkat tahun ini berakhir, kemungkinan berbagai pihak terkait akan memikirkan bagaimana agar ada keterwakilan pemuda di lembaga itu. (Arjun)