-->

Alam atau Racun, Kematian Ribuan Ikan Menunggu Hasil Laboratorium

SAPA (TIMIKA) – Apa penyebab kematian ribuan ikan, kepeting dan udang di Sungai Yamaima masih perlu diteliti lebih lanjut di laboratorium. Apakah hal itu terjadi karena fenomena alam atau racun? Jawaban yang pasti baru diketahui beberapa minggu ke depan setelah hasil laboratorium ke luar.

Kejadian ini mendapat perhatian serius dari semua pihak. Untuk itu, Kamis (14/4) Pemkab Mimika, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) serta PT Freeport Indonesia melakukan pertemuan. Namun, untuk hasil kematian ribuan ikan tersebut masih menunggu hasil laboratorium.

Dari hasil pertemuan antara Sekda Mimika Ausilus You dengan BLH, DKP dan PTFI yang diwakili Govrel dan Departemen Lingkungan, bahwa kematian ribuan ikan di daerah Tipuka merupakan fenomena alam yang terjadi setiap tahunnya. Dan diduga ikan-ikan tersebut kekurangan O2 (Oksigen).

Baca Juga


Sekda Ausilius You,SPd,MM  mengatakan, pertemuan ini sebagai tindaklanjut dari pemberitaan yang disampaikan oleh beberapa media, terkait dengan kematian ribuan atau jutaan ikan di daerah Tipuka. Dari informasi tersebut, maka dirinya selaku Sekda mengumpulkan BLH, DKP dan mengundang PTFI yang diwakili oleh Govrel dan Enviromental Departemen, untuk bersama-sama mencari solusi dari kejadian ini.

"Kita berkumpul untuk mengetahui secara pasti, apa penyebab dari kematian ribuan atau jutaan ikan ini. Apakah ini ada hubungan dengan limbah atau lainnya? Sehingga menjadi jelas, dan besok turun ke lokasi untuk mengetahui secara langsung, kemudian menyampaikan hasilnya kepada masyarakat," terangnya.

Ditempat yang sama Kepala BLH Septinus Soumilena  mengatakan, sebenarnya peristiwa ini sudah terjadi hampir sepekan dan baru diekspos ke media. Dari pengamatan, bahwa ini merupakan fenomena alam yang sering terjadi. Dimana secara natural alam melakukan seleksi terhadap makhluk hidup. Namun untuk pembuktiannya dan memperkuat dugaan-dugaan tersebut harus dibawa ke laboratorium.

"Ini bukan peristiwa yang menjadi pemikiran yang nantinya berdampak pada manusia. Namun untuk jelasnya harus diperiksa ke lab," katanya.

Ia menambahkan, ikan-ikan yang ditemukan mati ini bukan ikan endemik atau asli yang berasal dari perairan Mimika, seperti ikan kakap putih dan nila. Dimana ribuan atau jutaan ikan mati ini merupakan jenis ikan sarden, yang datang dari luar dan terperangkap ke lokasi tersebut. Dan dengan berkurangnya atau habisnya ketersedian makanan, yakni plankton, maka ikan-ikan tersebut memakan ikan yang lain.

"Dugaan sementara ikan ini terperangkap oleh arus dan kehabisan O2, sehingga ikan-ikan ini mati," terangnya.

Sementara Kepala DKP Ir Eddy mengatakan, setelah mengetahui info tersebut, langsung mengkomunikasi dengan Govrel. Dan kebetulan Pak Sekda mengundang untuk melakukan pertemuan. Dimana kematian ribuan atau jutaan ikan ini merupakan fenomena alam, yang terjadi setiap tahunnya. Yang mana ini terjadi karena ikan-ikan ini terperangkap, sehingga kehabisan O2.

Lanjutnya, sehingga bisa dikatakan bahwa ini bukan karena limbah. Kenapa demikian, karena tempat kejadiannya jauh dari pembuangan limbah. "Kami akan turun ke lapangan, sehingga bisa diketahui kondisi dari kejadian tersebut," katanya.

Selain itu, kata Eddy, pihaknya juga akan menugaskan kepada petugas untuk melakukan pengecekan terhadap ikan-ikan di pasaran. Jangan sampai ikan-ikan tersebut terjual di pasaran, yang akan membawa dampak bagi masyarakat.

"Kami juga sepakat dengan tim dari PTFI, untuk melakukan pengecekan secara langsung," ujarnya.

Sementara Perwakilan dari Departemen Lingkungan PTFI, Endang Budianto mengatakan, peristiwa ini bukan pertama kali terjadi, dimana secara visual ini terjadi tahun ke tahun.  Dan menjadi pemicu utama adalah cuaca yang merubah arus dan gelombang dan habitat dari ikan tersebut.

“Dari dua sampai tiga kali melakukan pemantauan visual, yang terlihat adalah ikan sarden. Dimana ikan ini sering melakukan migrasi lintas samudera, termasuk di perairan Mimika. Dan karena terjadi pengaruh cuaca menyebabkan arus bawah dan atas, maka mengakibatkan plankton itu teraduk dan ikan-ikan ini mengejar,” katanya.

Sedangkan dari Departemen Lingkungan PTFI, Romen Rifian mengatakan, peristiwa matinya ribuan atau jutaan ikan di daerah Tipuka tersebut, bukan hanya terjadi di Kabupaten Mimika, tetapi juga pernah terjadi di Negara Chili, Jepang, dan Desember tahun lalu terjadi di daerah Ancol, Jakarta. Sehingga peristiwa yang terjadi di daerah ini merupakan fenomena alam. Dimana ikan jenis sarden yang sering memakan plankton ini kehabisan O2. Namun karena lokasi kejadian itu merupakan daerah dengan luasan yang sempit, sehingga pada saat plankton habis maka ikan tersebut banyak yang mati.

“Karena ikan sarden ini tubuhnya memiliki kandungan lemak hampir 10 persen. Sehingga saat mati, lemak tersebut menguap dan berubah menjadi minyak. Sehingga menutupi pergerakan O2 di dalam air, yang mengakibatkan ikan sarden dan ikan-ikan atau hewan yang disekitarnya mati,” jelasnya.

Ia menambahkan, pada 2015 lalu pihaknya pernah melakukan investigasi terhadap lokasi tersebut. Di mana lokasi dari peristiwa ini, pada tahun lalu juga sudah pernah kejadian dan pihaknya menemukan banyak tulang ikan. Dari kondisi itu, pihaknya pun melakukan penelitian dan mendapatkan bahwa daerah tersebut dangkal. Sehingga apabila ada ikan yang berjumlah banyak masuk, maka akan terjebak.

“Tahun lalu kejadian juga pernah terjadi, dan kami sudah melakukan pemeriksaan. Hasil dari pemeriksaan, untuk keadaan air masih normal, baik PH (keasaman), temperatur, dan yang lainnya,”katanya.

Lanjutnya, pada 2016 ini pihaknya masih melakukan penelitian terhadap kondisi yang ada. Dan apabila dilihat dari kondisi arus air dan angin, maka pada Februari sampai April kondisinya berputar. Kondisi ini yang menyebabkan plankton yang menjadi makanan ikan sarden tersebut terbawa arus dan masuk ke lokasi kejadian.

“Karena plankton-plankton tersebut masuk ke dalam lokasi, maka secara otomatis ikan sarden yang mengkonsumsi juga ikut masuk ke dalam. Karena jumlahnya sangat banyak, maka ikan-ikan itu terjebak dan kehabisan O2,” terangnya.

Kata dia, pihaknya melakukan penelitian dengan membawa ikan dan air ke laboratorium untuk diperiksa. Namun saat ini belum bisa menyampaikan hasilnya, karena masih dilakukan proses.

“Kemungkinan hasil dari laboratorium tersebut, dua sampai tiga minggu kedepan,”ungkapnya.

Dari hasil pertemuan tersebut, Pemda Mimika, PTFI, tokoh mayarakat, dan perwakilan dari media  hari ini akan ke lokasi untuk melihat langsung kondisi ribuan atau jutaan ikan yang mati tersebut. (Mujiono)

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel