Michael Manufandu Minta Wartawan Dihadapkan Berbagai Tantangan
pada tanggal
Thursday, March 10, 2016

Katanya, memilih pekerjaan wartawan lanjut dia, adalah pilihan berat. Idealisme tinggi tapi materi sulit. Wartawan harus punya integritas dan warna yang jelas. Perkembangan Papua setelah Otonomi Khusus (Otsus) begitu luar biasa dan pers hadir memberi rasa. Namun berbagai tantangan dihadapi pekerja media.
"Bekerja dalam masyarakat yang mengalami ekonomi injastis dan menimbulkan benturan. Ekonomi injastis menimbulkan perbedaan, kebencian dan kecemburuan sosial. Wartawan bekerja dalam ketidak adilan ekonomi. Selain itu, hukum kini bukan hukum yang menciptakan keadilan. Tapi hukum yang menciptakan kebencian," kata Manufandu, Selasa (8/3).
Tantangan pers lainnya kini adalah benturan budaya. Kemajuan setelah Otsus, menciptakan benturan-benturan budaya di semua lini. Media bekerja dalam ruang-ruang ini. Menghadapi orang dengan berbagai bentuk karakter dan gaya bahasa berbeda-beda.
"Hal lain, Papua ini ibarat gadis manis. Separatis, Papua Merdeka dan lainnya sering kita dengar. Di Jakarta orang bisa bikin skipsi doktor, orang bisa jadi jenderal, mayor dan sebagainya karena gadis manis itu," katanya.
Kondisi ini bisa dijadikan objek orang untuk dapat uang, pangkat dan jabatan. Tapi juga bisa membuat orang masuk penjara dan banyak bisa jadi korban. Dalam kondisi itu, wartawan harus menyampaikan fakta, kebenaran, data, obejektif dan tak memihak siapapun.
"Selain itu harus ada kompetensi. Kemampuan. Menulis dan menyampaikan fakta yang benar serta menganalisa. Harus memberikan pencerahan kepada semua orang," imbuhnya.
Sementara mantan anggota dan Ketua DPR Irian Jaya (Papua) periode 1982-1987 yang juga pernah duduk di kuris DPR RI, Simon Petrus Morin mengatakan, Papua selalu sarat dengan politik dan keamanan. Ketika membaca berita di koran, pembaca bisa menangkap nuansa yang ada dalam berita, meski tak dijelaskan media secara transparan.
"Tergantung masing-masing pembaca bagaimana melihat pesan atau tujuan dalam berita itu. Tapi memang kepentingan politik juga kadang-kadang berbeda dengan kepentingan rakyat," kata Morin.
Ia juga tak menampik berbagai stigma yang diterima jurnalis asli Papua. Namun katanya, kondisi itu harus dihadapi. Harus bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi baik.
"Harus tetap eksis dengan kondisi itu sambil membuat orang bisa mengerti. Masalah stigma itu mungkin akan selalu ada. Tapi bagaimana mensisasati itu dengan tulisan dan pikiran kita agar orang bisa paham situasi di Papua tanpa harus dibawa ke ranah politik," ucapnya. (Arjun)