Penjelasan Indosat Soal Dominasi Telkomsel di Luar Jawa
pada tanggal
Friday, June 24, 2016
SAPA (JAKARTA) - Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli mengeluhkan soal posisi Telkomsel yang dianggap terlalu dominan menguasai pasar telekomunikasi di luar Pulau Jawa.
Alex menyebutkan bahwa lebih dari 80 persen pangsa pasar telekomunikasi di luar Pulau Jawa hanya dikuasai oleh satu pemain, yaitu Telkomsel. Angka itu jauh di atas batas ketentuan undang-undang persaingan usaha yang sebesar 50 persen.
Menurut Alex, pencapaian pangsa pasar tersebut dilakukan dengan bantuan Telkom yang merupakan induk usahanya.
"Telkomsel bisa besar karena sinergi dengan Telkom. Gak banyak (investasi), pasang BTS saja," ujar Alex.
Sementara itu, operator selain Telkomsel hanya besar di Pulau Jawa saja. Sedangkan di luar Jawa, pangsa pasarnya sangat kecil.
“(Indosat) empat persen, XL juga empat persen. Kecil semua. Pokoknya rame-rame, Indosat, XL, Hutchison (Tri), Smartfren, itu cuma 14 persen,” ujar Alex saat ditemui Kompas.com, Selasa (21/6).
“Hutchison itu di luar Jawa lebih besar dari kami. Soalnya start dia mirip-mirip Telkomsel, di luar Jawa duluan. Tapi sekarang akhirnya nggak bergerak juga,” imbuhnya.
Alex menganggap monopoli Telkomsel akan semakin besar apabila kondisi ini dibiarkan terjadi, hingga akhirnya menguasai pasaran secara total dan tak terbendung.
“Kalau mereka sudah 100 persen, akan sulit bagi kami untuk berkompetisi. Ini seperti kembali ke zaman (monopoli) Telkom untuk telepon fixed line nasional lagi,” keluhnya.
Efek dominasi Telkomsel di luar pulau Jawa ini, menurut Alex, masyarakat di sana jadi tidak punya pilihan lain, terutama dalam hal harga yang ditawarkan.
Dia menambahkan, bila di negara lain, operator telekomunikasi yang sudah besar secara regulasi dilarang untuk berkembang lebih lanjut. Tujuan larangan tersebut supaya tetap ada kompetisi antar-perusahaan telekomunikasi.
“Regulasi di luar negeri itu membela yang kecil, supaya yang kecil bisa catch up. (Hasil) kompetisi itu yang dirasakan oleh masyarakat,” terang Alex.
“Masyarakat yang perkapitanya rendah, harusnya bisa akses telekomunikasi yang sama murahnya dengan daerah lain,” pungkasnya.
Protes secara tertulis
Awal masalah ini, sekitar pekan lalu, media sosial ramai dengan foto-foto berisi spanduk dan poster milik Indosat. Isi spanduk dan poster itu menyindir tarif operator lain, yaitu Telkomsel, dengan menyebutnya mahal.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tanggap dan memanggil kedua operator yang berselisih itu. Setelah memenuhi panggilan dan menceritakan detil alasan tindakannya, Indosat diminta untuk membuat surat keberatan secara tertulis.
“(Sekarang) kami sudah protes secara tertulis ke regulator. Kami selama ini ngedumel tapi nggak nulis. itu kesalahan kami. Salah kami (Indosat) juga sih, (operator) yang lain juga,” tutup Alex.
Sekadar diketahui, selain masalah dominasi pasar luar Jawa, Telkomsel dan Indosat juga berselisih pendapat mengenai aturan penurunan tarif interkoneksi dan network sharing. Telkomsel menolak, sedangkan Indosat mendukung perwujudan aturan tersebut.
Biaya interkoneksi sendiri adalah komponen yang dikeluarkan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan. Biaya merupakan salah satu komponen yang menentukan besaran tarif ritel.
Sedangkan network sharing adalah konsep mengenai satu perangkat jaringan aktif yang digunakan oleh beberapa operator berbeda. Konsep demikian dinilai bisa membantu memangkas biaya pembangunan jaringan sekaligus mempercepat proses pembangunannya.
Rencananya Kementerian Komunikasi dan Informatika berniat mengatur soal penurunan tarif interkoneksi ini dalam peraturan menteri. Sedangkan network sharing rencananya dimasukkan dalam penyesuaian Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. (Ant)
Alex menyebutkan bahwa lebih dari 80 persen pangsa pasar telekomunikasi di luar Pulau Jawa hanya dikuasai oleh satu pemain, yaitu Telkomsel. Angka itu jauh di atas batas ketentuan undang-undang persaingan usaha yang sebesar 50 persen.
Menurut Alex, pencapaian pangsa pasar tersebut dilakukan dengan bantuan Telkom yang merupakan induk usahanya.
"Telkomsel bisa besar karena sinergi dengan Telkom. Gak banyak (investasi), pasang BTS saja," ujar Alex.
Sementara itu, operator selain Telkomsel hanya besar di Pulau Jawa saja. Sedangkan di luar Jawa, pangsa pasarnya sangat kecil.
“(Indosat) empat persen, XL juga empat persen. Kecil semua. Pokoknya rame-rame, Indosat, XL, Hutchison (Tri), Smartfren, itu cuma 14 persen,” ujar Alex saat ditemui Kompas.com, Selasa (21/6).
“Hutchison itu di luar Jawa lebih besar dari kami. Soalnya start dia mirip-mirip Telkomsel, di luar Jawa duluan. Tapi sekarang akhirnya nggak bergerak juga,” imbuhnya.
Alex menganggap monopoli Telkomsel akan semakin besar apabila kondisi ini dibiarkan terjadi, hingga akhirnya menguasai pasaran secara total dan tak terbendung.
“Kalau mereka sudah 100 persen, akan sulit bagi kami untuk berkompetisi. Ini seperti kembali ke zaman (monopoli) Telkom untuk telepon fixed line nasional lagi,” keluhnya.
Efek dominasi Telkomsel di luar pulau Jawa ini, menurut Alex, masyarakat di sana jadi tidak punya pilihan lain, terutama dalam hal harga yang ditawarkan.
Dia menambahkan, bila di negara lain, operator telekomunikasi yang sudah besar secara regulasi dilarang untuk berkembang lebih lanjut. Tujuan larangan tersebut supaya tetap ada kompetisi antar-perusahaan telekomunikasi.
“Regulasi di luar negeri itu membela yang kecil, supaya yang kecil bisa catch up. (Hasil) kompetisi itu yang dirasakan oleh masyarakat,” terang Alex.
“Masyarakat yang perkapitanya rendah, harusnya bisa akses telekomunikasi yang sama murahnya dengan daerah lain,” pungkasnya.
Protes secara tertulis
Awal masalah ini, sekitar pekan lalu, media sosial ramai dengan foto-foto berisi spanduk dan poster milik Indosat. Isi spanduk dan poster itu menyindir tarif operator lain, yaitu Telkomsel, dengan menyebutnya mahal.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tanggap dan memanggil kedua operator yang berselisih itu. Setelah memenuhi panggilan dan menceritakan detil alasan tindakannya, Indosat diminta untuk membuat surat keberatan secara tertulis.
“(Sekarang) kami sudah protes secara tertulis ke regulator. Kami selama ini ngedumel tapi nggak nulis. itu kesalahan kami. Salah kami (Indosat) juga sih, (operator) yang lain juga,” tutup Alex.
Sekadar diketahui, selain masalah dominasi pasar luar Jawa, Telkomsel dan Indosat juga berselisih pendapat mengenai aturan penurunan tarif interkoneksi dan network sharing. Telkomsel menolak, sedangkan Indosat mendukung perwujudan aturan tersebut.
Biaya interkoneksi sendiri adalah komponen yang dikeluarkan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan. Biaya merupakan salah satu komponen yang menentukan besaran tarif ritel.
Sedangkan network sharing adalah konsep mengenai satu perangkat jaringan aktif yang digunakan oleh beberapa operator berbeda. Konsep demikian dinilai bisa membantu memangkas biaya pembangunan jaringan sekaligus mempercepat proses pembangunannya.
Rencananya Kementerian Komunikasi dan Informatika berniat mengatur soal penurunan tarif interkoneksi ini dalam peraturan menteri. Sedangkan network sharing rencananya dimasukkan dalam penyesuaian Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. (Ant)