-->

Taiwan dan Rusia Dukung Penelitian Teknologi Bawah Laut Indonesia

SAPA (SURABAYA) - Peneliti Taiwan dan Rusia mendukung penelitian teknologi bawah laut di Indonesia, karena memiliki potensi alam, kekayaan, dan keanekaragaman hayati, sehingga perlu untuk dikembangkan lebih lanjut.

"Perlu kolaborasi penelitian antara Indonesia, Taiwan dan Rusia," kata peneliti dari National Kaohsiung Marine University-Taiwan, Prof Shun Hsyung Chang, di sela 'Physics and Mechanics of New Materials and Their Applications (Phenma) 2016, di Surabaya, Selasa.

Ia mengatakan harus ada kolaborasi penelitian bawah laut di Indonesia. Indonesia memiliki potensi dan kekayaan alam bawah laut, Taiwan bisa dikategorikan mampu dalam teknologi, sedangkan Rusia juga memiliki teknologi bawah laut yang besar.

Contohnya sistem side scan sonar yang telah dikembangkan dengan menggunakan teknologi suara ultra medis guna meningkatkan resolusi target bawah laut yang dicari.

"Sistem tranduser side scan sonar disimpan dalam towfish yang ditarik kapal beberapa meter di bawah permukaan laut. Gelombang suara yang dipantulkan diproses menjadi image yang mirip foto udara, dan terlihat seperti nyata," tuturnya.

Menurut dia, side scan sonar juga digunakan dalam kegiatan pencaharian dan penyelamatan manusia. Side scan sonar sering digunakan untuk mencari korban tenggelam ataupun objek hilang lain.

Senada dengan peneliti dari Taiwan, Prof. Ivan A. Parinov dari Southern Federal University-Rusia mengatakan, Indonesia punya banyak potensi alam, sumber daya manusia (SDM) yang bisa dikembangkan, namun perlu banyak kerjasama dan aplikasi-aplikasi hasil penelitian.

"Untuk saat ini diperlukan pembinaan terhadap peneliti muda, karena peneliti muda ini merupakan masa depan suatu bangsa. Tentu saja membina peneliti muda yang benar-benar mau meneliti, menulis serta berkarya," tandasnya.

Conference Chairs Phenma 2016 Muaffaq Achmad Jani menambahkan jika penelitian teknologi bawah laut Indonesia dibutuhkan untuk pengembangan lebih lanjut, apalagi Indonesia memiliki potensi alam.

"Potensi alam kita ini harus dieksplore, namun kami juga masih membutuhkan SDM dari luar negeri untuk dukungan operasional maupun pendanaan, karena di Indonesia masih kesulitan," tandasnya.

Dalam simposium internasional Phenma 2016, mulai hari ini (19/7) sampai Jumat (22/7), peneliti dari 18 negara itu berdiskusi tentang karya ilmiah dan bersama-sama mempublikasikannya. (ant)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel