Pro Kontra Pembangunan Smelter di Timika
pada tanggal
Friday, May 20, 2016
![]() |
Ilustrasi pabrik pengolahan biji emas |
SAPA (TIMIKA) - Rencana pembangunan smelter di Kabupaten Mimika dinilai sangat tidak mungkin terjadi. Hal tersebut disampaikan oleh tokoh masyarakat Amungme Andreas Anggaibak, saat melakukan jumpa Pers di Mana Bakery Jumat (20/5).
Dirinya pun menilai, bahwa ini sangat tidak mungkin terjadi, mengingat pembangunan smelter harus diatas lahan yang berpuluhan hektar.
“Saya merasa itu hanya rekayasa, dan sangat tidak mungkin terjadi. Smelter itu harus dibangun diatas lahan 40 - 50 hektar, bahkan lebih. Kalau smelter dibangun, masyarakat Amungme dan Kamoro mau diusir kemana?,” ujar Andreas.
Kata Andreas, pabrik smelter sudah ada di Gresik, jadi untuk apa lagi harus di bangun di Mimika ataupun di Papua lainnya.
Sehingga, Andreas meminta kepada pemerintah provinsi untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, namun harus melihat kepentingan dari masyarakat. Sebab, untuk membangun smelter tidaklah mudah karena membutuhkan pabrik pendukung lainnya dan dampak yang akan ditimbulkan bagi masyarakat.
“Kalau seandainya pemerintah mempunyai dana, maka lebih baik dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat, serta membantu pendidikan untuk anak-anak Amor,” kata Andreas.
Berbeda dengan Kepala bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (Dispendasbud) Kabupaten Mimika Dominggus Kapiyau, S.Sos, M. Si,. Dirinya mengatakan, selama pembangunan smelter tersebut bisa membawa dampak yang positif atau menguntungkan masyarakat, maka hal tersebut boleh dilakukan, tetapi jika sebaliknya maka pemerintah harus memperhitungkan kembali.
Dirinya pun mengingatkan, agar pemerintah harus lebih banyak berkomunikasi dengan Dua Lembaga adat yang ada diatas tanah Mimika, yakni Amungme dan Kamoro (Amor), dalam mendiskusikan kembali tentang untung dan ruginya pembangunan smelter.
Setiap apa yang direncanakan pemerintah, harus bisa diketahui oleh Kepala atau tetua adat dari Dua suku tersebut. Dalam hal ini agar tidak terjadi adanya kesalah pahaman dikemudian hari.
Dirinya juga mengapresiasi dengan kegiatan studi banding yang dilakukan oleh anggota Dewan Mimika. Dalam hal ini anggota Dewan benar-benar berjuang dalam pembangunan kabupaten Mimika. Akan tetapi kepada Anggota Dewan yang sebagai putra daerah, pihaknya mengharapkan agar, selama melakukan studi banding bisa meneliti secara benar, serta betul-betul menelusuri apa dampak rugi dan untungnya pembangunan smelter.
“Saya sangat berharap kepada semua anggota dewan, terlebih khusus yang putra daerah, agar bisa memanfaatkan kesempatan studi banding ini, untuk meneliti secara benar apa kah ada untung atau kerugian jika di Papua dibangunkan smelter,”tutur Dominggus ketika ditemui Salam Papua diruang kerjanya. (Cr1)
Dirinya pun menilai, bahwa ini sangat tidak mungkin terjadi, mengingat pembangunan smelter harus diatas lahan yang berpuluhan hektar.
“Saya merasa itu hanya rekayasa, dan sangat tidak mungkin terjadi. Smelter itu harus dibangun diatas lahan 40 - 50 hektar, bahkan lebih. Kalau smelter dibangun, masyarakat Amungme dan Kamoro mau diusir kemana?,” ujar Andreas.
Kata Andreas, pabrik smelter sudah ada di Gresik, jadi untuk apa lagi harus di bangun di Mimika ataupun di Papua lainnya.
Sehingga, Andreas meminta kepada pemerintah provinsi untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, namun harus melihat kepentingan dari masyarakat. Sebab, untuk membangun smelter tidaklah mudah karena membutuhkan pabrik pendukung lainnya dan dampak yang akan ditimbulkan bagi masyarakat.
“Kalau seandainya pemerintah mempunyai dana, maka lebih baik dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat, serta membantu pendidikan untuk anak-anak Amor,” kata Andreas.
Berbeda dengan Kepala bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (Dispendasbud) Kabupaten Mimika Dominggus Kapiyau, S.Sos, M. Si,. Dirinya mengatakan, selama pembangunan smelter tersebut bisa membawa dampak yang positif atau menguntungkan masyarakat, maka hal tersebut boleh dilakukan, tetapi jika sebaliknya maka pemerintah harus memperhitungkan kembali.
Dirinya pun mengingatkan, agar pemerintah harus lebih banyak berkomunikasi dengan Dua Lembaga adat yang ada diatas tanah Mimika, yakni Amungme dan Kamoro (Amor), dalam mendiskusikan kembali tentang untung dan ruginya pembangunan smelter.
Setiap apa yang direncanakan pemerintah, harus bisa diketahui oleh Kepala atau tetua adat dari Dua suku tersebut. Dalam hal ini agar tidak terjadi adanya kesalah pahaman dikemudian hari.
Dirinya juga mengapresiasi dengan kegiatan studi banding yang dilakukan oleh anggota Dewan Mimika. Dalam hal ini anggota Dewan benar-benar berjuang dalam pembangunan kabupaten Mimika. Akan tetapi kepada Anggota Dewan yang sebagai putra daerah, pihaknya mengharapkan agar, selama melakukan studi banding bisa meneliti secara benar, serta betul-betul menelusuri apa dampak rugi dan untungnya pembangunan smelter.
“Saya sangat berharap kepada semua anggota dewan, terlebih khusus yang putra daerah, agar bisa memanfaatkan kesempatan studi banding ini, untuk meneliti secara benar apa kah ada untung atau kerugian jika di Papua dibangunkan smelter,”tutur Dominggus ketika ditemui Salam Papua diruang kerjanya. (Cr1)