-->

Tolak RUU Pimpinan KPK dan Masyarakat Pukul Kentongan

SAPA (JAKARTA) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengikuti aksi pukul kentongan menolak pembahasan RUU KPK. Kentongan ini sebagai simbol perwujudan Indonesia dalam kondisi bahaya jika RUU KPK terus dibahas di Senayan.

Agus mengatakan sikap lembaga antirasuah dan kelima pimpinan tegas untuk tak mendukung pelemahan KPK melalui beleid tersebut. "Pimpinan sudah jelas dan tegas. Di banyak kesempatan bahwa pimpinan dan seluruh jajaran di KPK menolak dilakukannya revisi UU KPK dalam waktu dekat ini," kata Agus di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (16/2).

Agus menilai kondisi Indonesia yang masih banyak ditemukan korupsi tak tepat untuk merevisi. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) juga belum mencapai titik maksimal dan hanya meraih 36 poin pada 2015.

"Kalau IPK sudah sampai 50 maka akan dilakukan kajian apakah RUU bisa dilakukan. Kami jelas menolak," katanya.
Agus menambahkan, pihaknya akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas ini sepulang lawatan presiden ke Amerika. Agus memastikan akan mendesak pemerintah untuk tegas menolak persetujuan pembahasan RUU KPK.

Hal senada diungkapkan Saut yang berjanji akan memberangus rasuah. "Akan ada banyak kejutan agar negara lebih bersih. Jangan pernah mundur (memberantas korupsi)," katanya.

Perwakilan koalisi sekaligus peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Miko Susanto Ginting mendesak Jokowi tak menerbitkan surat persetujuan pembahasan RUU KPK. Jika presiden tak sepakat, maka pembahasan dapat terhambat.
Miko mengatakan sikap presiden harus tegas menolak beleid yang diinisiasi DPR itu. RUU KPK dinilai melemahkan kewenangan lembaga antirasuah untuk memberantas korupsi.

"Kami minta presiden tidak keluarkan surat persetujuan pembahasan. Komitmen Jokowi untuk tidak revisi harus diwujudkan ke publik," kata Miko dalam orasi aksi pukul kentong itu.

Menurut Miko, ada proses yang janggal dalam draft RUU KPK. Empat poin perubahan draft itu dinilai justru mengamputasi KPK seperti pembentukan Dewan Pengawas, pengaturan penyadapan, pengangkatan penyelidik, dan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Dewan Pengawas akan ambil kewenangan pimpinan KPK dan menjadikan KPK lembaga yang tidak independen," katanya.
Prosedur penyadapan yang dilakukan harus melalui izin Dewan Pengawas juga dinilai menghambat penindakan rasuah. Pembatasan penyelidik dan penyidik yang hanya dari unsur Kejaksaan dan Kepolisian juga dianggap tak membebaskan KPK mengangkat pegawai independen. Sementara penerbitan SP3 dianggap menjadi cikal bakal tawar-menawar kasus.

Miko juga menduga ada unsur politis dari DPR. "Kami lihat ada koruptor dan anggota DPR yang tidak suka keberadaan KPK. Kalau tdk melawan upaya revisi ini maka KPM hanya tinggal nama," katanya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Abdullah Dahlan juga meminta kepada masyarakat untuk tak memilih anggota DPR yang mendukung RUU KPK. "Anggota DPR yang mendukung revisi ini jangan dipilih lagi. Ini pukul kentong sebagai tanda bahaya terhadap RUU KPK jika pembahasan diteruskan," kata Abdullah.

Kamis pekan ini anggota parlemen akan mengajukan pembahasan RUU KPK ke sidang paripurna. Dari 10 fraksi yang ada, sebanyak tujuh fraksi mendukung RUU KPK diantaranya PDIP, Demokrat, PAN, NasDem, PPP, Hanura, PKB, dan Golkar. (Cnn)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel