Dubes AS Diharapkan Membantu Selesaikan Masalah Papua
pada tanggal
Wednesday, January 20, 2016
SAPA (JAYAPURA) - Rencana kedatangan Duta Besar Amerika Serikat (AS) ke Papua dalam waktu dekat ditanggapi legislator Papua, Ruben Magai. Ia mengingatkan Dubes AS tak hanya sekedar jalan-jalan ke Papua, namun kunjungannya bisa membuahkan hasil menyelesaikan berbagai masalah Papua.
Katanya, AS jangan hanya mementingkan kepentingan sendiri, tapi bagaimana ikut mendorong penyelesaian berbagai masalah di Papua. Apalagi Papua punya tiga kartu As untuk melepaskan diri dari NKRI alias merdeka.
Tiga hal yang dimaksud Ruben yakni masalah Kontrak Karya (KK) PT. Freeport, pelanggaran HAM di Papua sejak 1963 hingga kini dan status politik Papua yang kini mulai jadi perhatian dunia internasional, terutama negara-negara dikawasan Pasifik.
"Tiga hal itu berkaitan erat dengan sejarah masa lalu Papua yang belum terselesaikan hingga kini. Tak hanya sekedar datang, tapi ikut menyelesaikan masalah Papua. Selama ini yang bermain dalam di Papua adalah AS dan Indonesia demi kepentingan investasi dan potensi sumber daya alam Papua," kata Magai kepada Salam Papua, Senin (18/1).
Untuk issu Freeport menurutnya, tambang itu menandatangani KK pertama, 1967 atau sebelum Papua bergabung dengan NKRI pada 1969. Namun tak melibatkan Orang Asli Papua (OAP), sebagai pemilik ulayat. Mengenai pelanggaran HAM di Papua, katanya sejak 1963 hingga kini belum terselesaikan oleh Pemerintah Indonesia.
"Masalah ketiga adalah status politik Papua. Kini masalah politik Papua terus dibahas dihampir setiap pertemuan negara-negara Pasific misalnya dalam MSG dan Pasific Forum Island (PIF). Di MSG, Papua kini berstatus observer. Masalah Papua tak lagi ada ditingkat regional tapi internaisonal bahkan sampai ke PBB," ucapnya.
Katanya, kini tergantung pihak AS seperti apa sikap mereka terhadap Papua. Apakah mempertahankan egonya untuk kepentingan investasi yakni PT. Freeport yang terus mengorbankan OAP, ataukah punya sikap politik mendorong penuntasan berbagai masalah Papua.
Selama ini lanjut dia, Amerika melihat Freeport sebagai inbestasi yang besar. OAP jadi korban. Pemerintah Indonesia masa bodoh.
"Tiga issu ini kartu As Papua. Meski pemerintah RI diam saja, proses politik Papua tetap jalan. Pempus segera selesaikan pelanggaran HAM sejak 1963 hingga kini. Kemudian masalah kontrak kerja PT. FI. Ini kejahatan As dan Indonesia. Masalah investiasi diselesaikan secara investasi, masalah HAm diselesaikan secara HAM dan masalah politik diselesaikan secara politik. Jangan dicampur aduk dan dipolitisir," katanya. (Arjun)
Katanya, AS jangan hanya mementingkan kepentingan sendiri, tapi bagaimana ikut mendorong penyelesaian berbagai masalah di Papua. Apalagi Papua punya tiga kartu As untuk melepaskan diri dari NKRI alias merdeka.
Tiga hal yang dimaksud Ruben yakni masalah Kontrak Karya (KK) PT. Freeport, pelanggaran HAM di Papua sejak 1963 hingga kini dan status politik Papua yang kini mulai jadi perhatian dunia internasional, terutama negara-negara dikawasan Pasifik.
"Tiga hal itu berkaitan erat dengan sejarah masa lalu Papua yang belum terselesaikan hingga kini. Tak hanya sekedar datang, tapi ikut menyelesaikan masalah Papua. Selama ini yang bermain dalam di Papua adalah AS dan Indonesia demi kepentingan investasi dan potensi sumber daya alam Papua," kata Magai kepada Salam Papua, Senin (18/1).
Untuk issu Freeport menurutnya, tambang itu menandatangani KK pertama, 1967 atau sebelum Papua bergabung dengan NKRI pada 1969. Namun tak melibatkan Orang Asli Papua (OAP), sebagai pemilik ulayat. Mengenai pelanggaran HAM di Papua, katanya sejak 1963 hingga kini belum terselesaikan oleh Pemerintah Indonesia.
"Masalah ketiga adalah status politik Papua. Kini masalah politik Papua terus dibahas dihampir setiap pertemuan negara-negara Pasific misalnya dalam MSG dan Pasific Forum Island (PIF). Di MSG, Papua kini berstatus observer. Masalah Papua tak lagi ada ditingkat regional tapi internaisonal bahkan sampai ke PBB," ucapnya.
Katanya, kini tergantung pihak AS seperti apa sikap mereka terhadap Papua. Apakah mempertahankan egonya untuk kepentingan investasi yakni PT. Freeport yang terus mengorbankan OAP, ataukah punya sikap politik mendorong penuntasan berbagai masalah Papua.
Selama ini lanjut dia, Amerika melihat Freeport sebagai inbestasi yang besar. OAP jadi korban. Pemerintah Indonesia masa bodoh.
"Tiga issu ini kartu As Papua. Meski pemerintah RI diam saja, proses politik Papua tetap jalan. Pempus segera selesaikan pelanggaran HAM sejak 1963 hingga kini. Kemudian masalah kontrak kerja PT. FI. Ini kejahatan As dan Indonesia. Masalah investiasi diselesaikan secara investasi, masalah HAm diselesaikan secara HAM dan masalah politik diselesaikan secara politik. Jangan dicampur aduk dan dipolitisir," katanya. (Arjun)