-->

DPRD Mimika dan Pemkab Gresik Bahas Rencana Pembangunan Smelter

SAPA (GRESIK) -  35 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mimika melakukan tatap muka dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab)  Gresik, terkait rencana pembangunan smelter. Pertemuan ini merupakan agenda DPRD Mimika dalam studi banding di Kabupaten Geresik selama dua hari, Rabu-Kamis (18-19/5).

Dalam studi banding yang dilakukan hari kedua, Kamis (19/5) 35 anggota dewan melakukan tatap muka bersama Pemkab Gresik, di  ruang rapat Putri Cempako Kantor Bupati Gresik, Provinsi Jawa Timur .

Kehadiran para anggota dewan ini diterima langsung Bupati Gresik Ir.H. Sambari Halim Radianto,ST.,M.Si  dengan didampingi Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Gresik, Ir.Bambang Isdianto,MM dan sejumlah kepala SKPD dilingkup Pemkab Gresik.

Ketua DPRD Mimika Elminus B. Mom, SE dalam sambutannya menyampaikan terima kasihnya kepada Pemkab Gresik yang telah bersedia menerima rombongan 35 anggota DPRD Mimika.

Elminus menyampaikan bahwa, tujuan dari studi banding ini untuk mendengarkan secara langsung apa saja manfaat dan ruginya dengan kehadiran pabrik smelter.

“Saya atas nama pimpinan dewan ingin mendengarkan secara langsung dari Pemerintah Gresik tentang untung ruginya kehadiran Smelter.Sebab selama ini kami masyarakat di Mimika belum banyak tahu dan banyak isu bermunculan dengan rencana kehadiran smelter di Papua,”ungkap Elminus.

Menjawab pertanyaan Elmius, Bupati Gresik Ir.H. Sambari Halim Radianto,ST.,M.Si mengakui jika salah satu bahan baku dari pabrik smelter didatangkan dari Timika dan PT Newmont. 

“Kami sebagai Pemerintah Gresik terkesan hanya merasakan baunya saja sementara,” kata Sambari.

Lanjut Sambari, sedangkan hasil yang diperoleh dari kehadiran pabrik smelter hanya pajak bagi hasil yang disetor perusahaan ke pusat.

Sementara itu ,Plt Sekdan Gresik Ir.Bambang Isdianto,MM mengakui kehadiran pabrik smelter di Gresik tidak begitu menjanjikan, karena pemerintah hanya menerima pajak bagi hasil dari pusat  dan melalui Pajak Bumi dan Bangunan.

Lanjut Bambang, untuk program sosial kemasyarakat yang dilakukan oleh perusahaan smelter berjalan baik, dan itu merupkana kewajiban perusahaan dimana saja dia menjalankan usahanya sebagai komitmen kepada masyarakat.

 Sementara dari dampak lingkungan sangat kecil, sebab di Gresik ini ada dua perusahaan yang memanfaatkan limbah dari proses smelter yaitu, perusahaan pupuk dan semen. Karena itu,menjadi kewajiban juga bila smleter mau dibangun di Timika harus ada syarat itu selain fasilitas lainnya seperti, lahan yang tersedia,daya listrik, gas, batubara dan harus menyiapkan tenaga kerja yang memiliki skill dan kemampuan yang memadai.

“Kalau dampak lingkungan di perusahaan manapun tidak saja smelter, memang ada namun dapat ditekan dengan rutin melakukan pengawasan dan pengendalian sedini mungkin untuk terjadinya kerusakan atau dampak yang dialami masyarakat,” terang Bambang.

Menurut Bambang,  untuk perekrutan tenaga kerja di Gresik pemerintah memberlakukan atau memprioritaskan pekerja lokal yang memiliki skil dan mempunyai KTP Gresik. Khusus untuk tenaga skill harus didatangkan dari luar Gresik, sebab untuk menjalankan perusahaan smelter harus dengan perencanaan yang matang dan butuh dana yang sangat besar.

 Hal lain menurut Bambang,  sebelum membangun sebuah smelter harus menyiapkan listrik dengan daya 12 sampai 25 Megawatt.

“Dan, yang paling terpenting adalah soal pembebasan lahan yang akan digunakan yang sering memakan waktu cukup lama,” ujar Bambang.

 Acara tatap muka yang berlangsung selama dua jam diakhiri dengan penyerahan cenderamata dari Ketua DPRD Mimika,Elminus Mom,SE kepada Sekda Gresik Ir Bambang Isdianto,MM.

Tatap muka dengan pemerintah Gresik merupakan hari terakhir kegiatan studi banding 35 anggota DPRD Mimika di kabupaten Gresik.
Sebelumnya pada Rabu (18/5) anggota dewan melakukan studi banding di perusahaan peleburan tembaga dan emas di  PT Smelting Gresik.

Dalam kunjungannya, para anggota dewan mendapatkan presentase dari salah satu manajer PT Smelting Gresik, Prayoga. Dalam presentasenya, Prayoga mengatakan bahwa, , untuk membangun sebuah smelter harus ada dua syarat mutlak yaitu, adanya pabrik pupuk dan semen yang dapat diterima untuk memanfaatkan hasil buangan atau dampak yang di hasilkan dari peleburan tembaga dan emas.

Prayoga menjelaskan, dari hasil peleburan emas dan tembaga di PT Smelting menimbulkan Asam Sulfat H2So4 yang dapat dimanfaatkan untuk bahan pupuk, yaitu PT Pupuk Gresik, dan butiran terak tembaga yang merupakan salah satu produk samping dari proses peleburan yang digunakan untuk industri semen yang saat ini digunakan oleh PT Semen Gresik.

Selain kedua unsur tadi, menurut Prayoga dari hasil smelter juga memiliki buangan lainnya berbentuk Gypsum. Gypsum  adalah produk samping dari proses pengolahan air limbah dan digunakan sebagai bahan baku industri semen dan lumpur Anoda yang merupakan produk dari pabrik pemurnian. Dimana produk ini mengandung logam mulia seperti emas dan perak yang selanjutnya di kirim ke pabrik pengolahan logam mulia untuk proses pemurnian selanjutnya.

“Syarat dua perusahaan Pupuk dan semen harus ada sebab dari hasil proses peleburan tembaga dan emas tersebut akan menimbulkan bahan kimia yang sangat berbahaya bagi lingkungan.Karena itu, di PT Smelting ini seluruh buangan limbahnya digunakan atau dimanfaatkan oleh perusahaan lain yaitu, Pupuk Gresik dan Semen Gresik,”tegas Prayoga.

Dijelaskan Prayoga, PT Smelting yang ada di Gresik merupakan satu-satunya pabrik peleburan tembaga yang ada di Indonesia. PT Smelting didukung oleh dua pertambangan terbesar yaitu, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Batu Hijau sebagai penyedia material bahan baku tembaga yang menjamin kesinambungan proses produksi PT Smelting, walaupun pada akhirnya PT Newmont sudah tidak beroperasi lagi.

Sementara itu untuk kepemilikan saham ada empat perusahaan besar antara lain, Mitsubishi Material Corportaion (sahamnya 60,5%), PT Freeport Indonesia (sahamnya 25%), Mitsubishi Corporation (sahamnya 9,5%) dan Nippon Mining and Metal Co.Ltd (saham 5%).
Dalam presentase pihak PT Smelting, sejumlah anggota dewan sempat menanyakan beberapa hal, baik itu terkait besarnya dana yang harus di investasi awal, daya listrik yang dibutuhkan, lokasi lahan yang memadai serta manfaat-manfaat dari beroperasi smelter di Gresik.

Sekretaris Komisi B, Athonius Kemong,SIP dalam pertemuan tersebut menegaskan bahwa, persoalan pembangunan smelter di Timika atau di Papua menjadi isu yang paling hangat dan sangat urgent. Karena itu, apa yang diterima dari presentase dan hasil kunjungan dilapangan akan menjadi dasar dan bahan untuk nantinya dikoordinasikan dengan pemerintah daerah maupun pemerintah propinsi.

Sebab menurutnya, rencana pembangunan smelter ini sudah dipikirkan gubernur maupun bupati.Karena itu, hal ini akan menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan legislatif untuk duduk bersama memutuskan hal ini.

“Apa yang kita dapatkan hari ini dari presentase pihak PT Smelting menjadi dasar dan pertimbangan untuk duduk bersama dengan pemerintah propinsi dan bupati.Sebab dengan adanya Smelter di bangun di Papua juga ada manfaatnya terutama soal lapangan pekerjaan.Sehingga untuk perusahaan-perusahaan lain dapat juga kita dorong untuk ada, kenapa tidak bisa,” tanya Kemong.

 Ditambahkan Kemong, saat ini soal smelter adalah urusan masyarakat Mimika dengan PT Freeport Indonesia sehingga akan dilakukan kajian, sosialisasi tentang proses untu pembangunan smelter.

 Sementara Ketua Komisi A, Saleh Alhamid mengakui bahwa, untuk membangun sebuah smelter di Timika ada hal-hal pokok yang harus menjadi perhatian semua pihak, khususnya selain perusahaan ikutan yang mengolah peleburan tembaga harus ada perusahaan-perusahaan lain yang bisa memanfaatkan limbah kimia dari hasil smelter tersebut.

Sebab bila tidak, itu sangat berbahaya bagi lingkungan.Selain itu,syarat lainnya seperti daya listrik, lahan serta SDM harus menjadi penting untuk menjadi pertimbangan.Karena itu sebagai legislatif dapat memberikan pertimbangan kepada pemerintah kabupaten Mimika untuk memutuskan apakah Smelter harus dibangun di Timika atau tidak.

Ketua Komisi C Muh Nurman S Karupukaro mengatakan bahwa, setelah melihat kasat mata seluruh proses peleburan di PT Smelting maka, untuk membangun smelter di Timika butuh proses dan waktu yang cukup sulit. Karena itu, pihaknya mengajak semua dewan akan menyatukan persepsi dengan pemerintah maupun semua pihak yang berkepentingan untuk bisa membahas soal ini.

Nurman mengakui bahwa, PT Freeport Indonesia saat ini sedang sakit karena kontrak karya tidak jelas. Sehingga, harus didorong agar mendapatkan kontrak karya. Sebab dengan adanya kontrak karya maka, PT FI bisa saja merencanakan semua termasuk pembangunan smelter.

Setelah hampir dua jam menerima presentase, 35 anggota dewan, perwakilan PT Freeport Indonesia dan rombongan selanjutnya melakukan touring mengelilingi obyek-obyek dari PT Smelting. Mulai dari awal konsentrat tiba di pelabuhan hingga peleburan tembaga dan emas. (Irsul)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel