Hikmah Peristiwa Isra’ Mi’raj
pada tanggal
Friday, April 22, 2016

Seolah-olah bulan Rajab merupakan persiapan awal untuk menyambut bulan Ramadlan. Ia menjadi tonggak dari rangkaian ibadah-ibadah penting pada bulan yang jatuh setelahnya, yaitu bulan Sya’ban dan Ramadlan. Sebagian ulama berkata:“Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan untuk menyirami, dan Ramadlan adalah bulan panen.”
Maka dari itu, marilah kita gunakan bulan Rajab ini dengan sebaik-baiknya dengan memperbanyak amal saleh, istighfar, sedekah, puasa dan lain sebagainya.
Sebagaimana kisah yang telah masyhur, pada bulan Rajab juga terdapat peristiwa ajaib dan mengagumkan, berupa isra’ wal mi’raj, perjalanan nabi dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsha kemudian menuju Sidratul Muntaha. Berikut beberapa kisah yang dapat kita petik dari cerita Isra’ dan Mi’raj tersebut.
Pertama, Isra’ dan Mi’raj adalah perkara yang haq karena sharih (sangat jelas dan eksplisit) disebutkan dalam Al-Qur’an, sebuah kejadian yang pasti terjadi, pasti benar, tak ada keraguan sama sekali meskipun akal manusia tidak dapat menjangkau. Semua hal aneh ini terjadi dalam rangka menguji dan mengukur ketebalan iman seseorang. Sebab manusia yang tersesat adalah orang yang hanya mengukur sebuah kebenaran hanya bersandar pada akal semata.
Kita harus menghindari arus pemikir yang hanya membanggakan akal dengan mengesampingkan kekuatan Allah SWT. Karena tidak mustahil jika pola pikir demikian dilestarikan, akan menjadikan ajaran agama yang tidak cocok dengan akal akan ditolak dan diingkari, na’udzubillahi min dzalik. Padahal model demikian adalah cara pandang iblis.
Kedua, sebelum Nabi Muhammad menghadap Allah SWT (mi’raj), beliau dibedah dadanya, dibersihkan hatinya. Meskipun hati Nabi sebenarnya sudah pasti bersih karena beliau suci dari dosa. Sebagaimana yang ditulis pengarang Simthut Durrar, Habib Ali Al Habsyi:“Malaikat tidak menghilangkan kotoran dari hati Nabi, tetapi agar hati yang suci semakin menjadi suci”.
Pembersiahan hati ini dilakukan sebelum Rasulullah menerima tugas shalat lima waktu. Ini juga pelajaran bagi kita sebagai umatnya yang banyak dosa bahwa saat akan menghadap Allah SWT hendaknya lebih dahulu kita bersihkan hati kita masing-masing. Maksudnya, apabila kita shalat harus dimulai dengan hati yang suci, khusyu’ tidak memikirkan bab dunia. Sampai Allah SWT berfirman menjalankan syarat-rukun shalat yang dhahir dan syarat-rukun shalat yang bathin, yaitu khusyu’.
Lalu bagaimana agar dapat melaksanakan shalat dengan khusyu’?
Hatim Al Asham ditanya Bagaimana engkau dapat khusyu’ dalam shalatmu? Maka ia menjawab:
Aku berdiri membayangkan Ka’bah ada di depanku. Aku membayangkan Shirath di bawah telapak kakiku, surga ada di sebelah kananku, neraka ada di sebelah kiriku dan malakul maut ada di belakangku.
Dengan keterangan tadi, kita semua dapat memahami bahwa shalat yang dimaksud dalam Al-Qur’an yang itu bukan shalat biasa, tidak hanya fi’lusshalâh namun harus Iqâmatussahlâh, shalat yang benar-benar khusyu’, hudlûr dan hati suci. Semoga kita semua, dan keluarga kita dapat menjadi semakin baik, dimudahkan dalam melaksanakan semua perintah Allah SWT, mendapat ridha Allah SWT dan akhirnya masuk surga-Nya. Amin. (redaksi)