-->

Pabrik Sagu dan Klinik Apung Tunggu Koordinasi dan Ijin Operasional

SAPA (TIMIKA) – Kepala Biro Humas Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Amungme dan Kamoro (LPMAK), Jeremias Imbiri mengatakan terkait kepastian pengoperasian Pabrik Sagu di Kampung Kekwa, Distrik Mimika Tengah dan Klinik Apung, pihaknya masih melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait.

“Untuk Klinik Apung, kami akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Perhubungan untuk melakukan pelayaran ke bagian pesisir untuk melakukan pelayanan kesehatan,” ujar dia saat dihubungi Salam Papua melalui telpon selular, Jumat (18/3).

Namun dirinya mengakui bahwa kapal tersebut telah dilakukan uji coba oleh Pihak LPMAK pada saat peresmian pabrik sagu dan peresmian fasilitas lain di bagian pesisir, dan hingga kini belum dilakukan operasional kapal tersebut sehingga pada beberapa waktu yang lalu telah ada pertemuan dengan instansi terkait untuk membahas klinik tersebut.

“Kita sudah lakukan pertemuan dan masih koordinasi dengan dinas terkait untuk ijin berlayar. Kita sudah uji coba dan persiapan untuk melakukan tes pelayanan, seperti saat peresmian pabrik sagu lalu. Kita juga sudah uji coba di Keakwa dan Timika Pantai, tapi untuk operasionalnya, masih belum ada,” paparnya.

Pihaknya juga sudah mengakui bahwa LPMAK telah mendapatkan sepucuk surat dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatikan (Dishubkominfo) Kabupaten Mimika terkait dengan operasional kapal tersebut dan telah direspon oleh LPMAK dengan mengirumkan surat dan melakukan pertemuan.

Sedangkan terkait pabrik sagu, dirinya mengatakan, hingga kini belum dioperasikan, karena pengoperasian pabrik tersebut masih membutuhkan ijin pengurusan Analisis Dampak dan Lingkungan (Amdal) dari Badan Lingkungan Hidup (BLH), sehingga masih dalam tahap pengurusan.

“Sampai saat ini, belum ada operasional pabrik karena itu menyangkut pengelolaannya. Oleh siapa nanti dan mekanisme teknis operasionalnya itu masih diatur,” terangnya.

Beberapa waktu lalu, pihaknya telah mengunjungi pabrik tersebut guna memastikan kondisi dari pabrik tersebut. Pasalnya pabrik berada dekat dengan laut sehingga dikhawatirkan akan terkena karat peralatan pabrik. Hasilnya, pabrik dalam kondisi baik dan tidak rusak seperti yang diperkirakan sebelumnya.
Ditempat berbeda, Kepala Dishubkominfo Mimika John Rettob menjelaskan hingga kini pihaknya belum mendapatkan semua dokumen terkait dari  LPMAK diantaranya rute berlayar, surat ijin dari dinas-dinas terkait. Sehingga pihaknya mengundang lembaga tersebut untuk membicarakan hal ini.

“Kami tidak bisa memberikan ijin, apabila dokumen dari kapal serta ijin pelabuhannya tidak ada di pihak LPMAK. Mereka baru saja menyurati kepada kita untuk menerbitkan ijin pelabuhan dan ijin berlayar kapal. Tindak lanjut dari surat itu saya mengundang rapat,” ujar John saat ditemui usai menghadiri rapat Paripurna di Gedung DPRD Mimika Jumat (18/3).

John menjelaskan bahwa ijin kapal tidak diberikan oleh Dishub, melainkan dari pihak otoritas pelabuhan Poumako. Pihaknya hanya mengeluarkan rekomendasi pelayaran. Ia juga menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam pengurusan ijin sehingga perlu diperjelas dalam pengurusan dokumen tersebut.
“Kami tidak mau hentikan atau tudan operasional klinik apung, sebab ijin berlayar kapalnya bukan dikeluarkan dari kami tapi oleh otoritas pelabuhan, rekomendasinya dari dinas perhubungan.  Namun bagaimana kita mau bisa memberikan ijin kalau dokumennya tidak ada pada kami. Ijin berlayar juga tidak bisa dengan hanya surat sepotong, tetapi harus ada dokumen lengkapnya,” ujarnya.

Sebelumnya Wakil Ketua III Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko) Marianus Maknaipeku mempertanyakan kepastian pengoperasian Pabrik Sagu dan Klinik Apung. Sebab LPMAK yang selama ini mendapatkan suntikan dana kemitraan dari PT. Freeport Indonesia untuk pengembangan sumber daya manusia di Mimika dinilai tidak memberikan dampak besar untuk warga yang berada di pesisir Mimika.

Menurut Marianus, dana kemitraan tersebut sudah direalisasikan dalam bentuk wujud nyata,  namun manfaatnya belum dirasakan secara utuh oleh masyarakat pesisir.

"Dari dana kemitraan itu tidak pernah tepat sasaran dan mereka tidak merasakan bantuan dari LPMAK dan hanya orang-orang tertentu yang merasakannya. Salah satu contoh pabrik sagu di Keakwa yang sudah diresmikan oleh Bapa Uskup, pabrik itu seperti tidak ada masterplan," jelas dia kepada Salam Papua beberapa waktu yang lalu.

Lanjut Marianus, salah satu contoh dirinya mengungkapkan pendirian pabrik sagu di Keakwa yang hingga kini belum beroperasi, sedangkan peralatan tersebut telah rusak (karat) disebabkan dekat dengan air laut yang memiliki kadar garam tinggi, akibat dari tidak dipergunakan selama ini.

Marianus mengungkapkan bahwa, sejauh ini pihak lembaga adat melihat tidak ada orang atau dari pihak LPMAK yang mengoperasikan peralatan tersebut, akibatnya peralatan tersebut tidak terurus dan terbengkalai, sehingga masyarakat setempat bertanya-tanya terkait dengan pengelolaan pabrik tersebut.
"Sekarang cara pengelolaannya, penggunaannya tidak jelas dan siapa yang mau bertanggung jawab sedangkan alat-alatnya sudah karat, jadi kepada yang bersangkutan supaya mempertanggung jawaban itu," terangnya.

Marianus juga menyayangkan pembelian kapal untuk Klinik Apung yang hingga kini belum dioperasikan sehingga masyarakat bertanya-tanya kapan akan dioperasikan kembali pasalnya dana yang dikucurkan untuk pengadaan klinik tersebut sangat besar namun belum dioperasikan, sehingga perlu ditindaklanjuti oleh pihak terkait.

“Perlu kejelasan kapan klinik apung milik LPMAK akan dipergunakan. Sebab masyarakat bertanya-tanya kapan dioperasikan mengingat masyarakat pesisir sangat membutuhkan pelayanan kesehatan dari klinik tersebut. Padahal dana yang dikeluarkan untuk beli kapal itu sangat besar tapi klinik itu tidak dipakai Saya juga harap kepada pihak yang bersangkutan supaya segera tindak lanjut hal ini supaya jelas," harapnya.(Ricky Lodar).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel