-->

In Memoriam Fransiscus "Cis" Ohoiwutun

Fransiscus "Cis" Ohoiwutun
SAPA (JAYAPURA) - Kematia dan pernikahan, dua peristiwa kontras: Yang satu peristiwa duka, satunya lagi peristiwa suka. Tapi keduanya acap jadi ajang reuni sejumlah orang setelah sekian lama tak saling bersua dan menyapa.

Kematian senior sekaligus sahabat, Fransiscus Ohoiwutun, contohnya. Begitu nyawa "Cis" (demikian mendiang Frans disapa para sahabatnya) meninggalkan raganya, kabar duka itu dengan cepat beredar sekaligus 'mempertemukan' sejumlah orang segera setelah istri almarhum, Beti Menanti, sambil terisak menelpon Yusuf Kamaludin (pemilik Harian Bisnis Papua).

Saya menerima kabar duka ini dari 'Abang Ucu' (begitu saya biasa memanggil Yusuf Kamaludin). Tak lama berselang setelah telepon Abang Ucu, selarik pesan tiba di ponsel saya dari Bill Rettob (mantan Pimpinan Redaksi Surat Kabar Mingguan TIFA IRIAN) memberitahukan kematian Cis.

Begitulah saya pertama kali mengetahui kabar duka itu Selasa 22 Maret 2016, segera setelah kematian Cis di RSUD Dok 2 Jayapura.
Cis mungkin asing bagi telinga sebagian orang di luar sana, tapi tidak bagi kami para mantan awak SKM Tifa Irian. Cis dan Tifa Irian bahkan nyaris disebut dalam satu tarikan nafas. Cis: inisial mendiang Frans, semasa SKM Tifa Irian masih aktif melaksanakan misi "Suara Membangun di Ufuk Timur".

Bagi saya, Cis dan Tifa Irian nyaris disebut dalam satu helaan nafas, itu karena Cis dan Tifa Irian hampir identik. Cis dan Tifa Irian, mirip dengan Franco Baresi dan Paolo Maldin dengan AC Milan. Dibesarkan dan membesarkan. Cis dibesarkan sekaligus ikut membesarkan SKM Tifa Irian, yang kemudian berubah nama menjadi Tifa Papua seiring berubahnya nama Provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua menyusul berlakunya UU Nomor 21/2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Salah satu konseptor draft RUU Otonomi Khusus Papua, Barnabas Suebu, bahkan pernah menyebut Tifa Irian adalah salah satu sosok kunci di balik lahirnya UU Otonomi Khusus Papua. Visi "Suara Membangun di Ufuk Timur" membuat Tifa Irian biasalah dituding sebagai korannya OPM (Organisasi Papua Merdeka) oleh sejumlah pihak penganut paham 'NKRI Harga Mati' di era rezim Orde Baru. Kami para mantan awak Tifa Irian yg tidak berambut keriting pun jamak disebut sebagai aktivis dan atau simpatisan 'OPM berambut lurus'.

Tidaklah berlebihan rasanya bila saya menyamakan hubungan Franco Baresi dan Paolo Maldini - AC Milan, dengan "Cis" - Tifa Irian. Kalau Baresi dan Maldini memulai dan mengakhiri karier sebagai pesepakbola yang gemilang dan melegenda hanya bersama AC Milan, demikian pula dengan Cis dan Tifa Irian.

Selepas menjadi guru olahraga di SMP Teruna Mulia Argapura Jayapura, Frans Ohoiwutun mulai memasuki dunia persuratkabaran sebagai loper koran Cenderawasih (kemudian berkembang pesat menjadi Harian Cenderawasih Pos), memenuhi ajakan salah satu tokoh pers Papua, Frans Siriwa. Tak lebih setahun sebagai loper koran Cenderawasih, Cis diajak sahabatnya, sesama kelahiran Mimika, Manfred Sunme, bergabung dgn SKM Tifa Irian.

Di Tifa Irian, Cis memulai tugasnya sebagai layout-man. Dan untuk meng-up-grade keterampilannya sebagai layout-man, Cis dikirim ke Kompas Gramedia di Jakarta. Namun selama belajar di Kompas, Cis ditemukan lebih berbakat sebagai wartawan. Kebetulan kala itu SKM Tifa Irian mendapat bantuan dari Harian Kompas, alhasil Cis pun direkrut sebagai wartawan dan memulai karier sebagai wartawan desk olahraga di SKM Tifa Irian.

Di jamannya, nyaris tidak ada pesohor baik atlet maupun pelatih di Papua yang tidak familiar dengan Cis. Cis pun ikut memperkenalkan nama-nama besar, sebut saja Beni Maniani, Hengki Rumere, Festus Yom, Ulle Latumahina, dan lain sebagainya.
Jabatan tertinggi Cis di jajaran Redaksi SKM Tifa Irian adalah sebagai Redaktur Pelaksana.

"Frans tidak bisa lagi dipromosikan karena Tifa Irian tidak punya uang sampai kita sama-sama prodeo menerbitkan Tifa," tulis Bill Rettob lewat pesan pendeknya kepada saya, Rabu (23/3).

Di penghujung 1999, setelah sekian bulan SKM Tifa Irian tidak terbit, Frans dan sejumlah wartawan Tifa (minus Bill Rettob) menerbitkan kembali Tifa Irian. Sampai Tifa Irian dan Tifa Papua benar-benar mati atau tidak lagi terbit, Frans Ohoiwutun adalah salah satu saksinya. Cis hidup dan mati bersama Tifa Irian dan Tifa Papua. Cis tidak pernah berpidah ke lain hati (media lain-Red) walau banyak penawaran yang diterimanya semasa Tifa Papua tidak terbit.

Maka bila legenda tinju Papua Beni Maniani sampai menitikkan air mata ketika menyampaikan sambutan menjelang jenazah Cis diberangkatkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir di TPU Tanah Hitam Abepura, Jayapura, Kamis (24/3) tentulah bukan tanpa alasan.

Cis..., beristihatlah dalam damai. Tuhan Yesus memberi tempat yang terbaik sesuai amal baktimu. Amin. (mathias rafra)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel