Persipura Dijadikan Tumbal Kebijakan Negara
pada tanggal
Wednesday, February 24, 2016
SAPA (JAYAPURA) – Sepak bola yang mengkombinasikan skill individu, permainan cepat dan liukan tubuh layaknya penari ‘Yosim Pancar’, tarian tradisional asal Papua yang biasa diperagakan pemain Persipura disetiap pertandingan akan hilang sesaat.
‘Mutiara Hitam’ menyatakan tak akan ambil bagian dalam Turnamen Piala Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) mendatang. Tak ada sponsor penyebab manajemen memutuskan Persipura absen. Pemain sementara waktu diliburkan.
Meski menyatakan akan ikut ambil bagian dalam Turnamen Piala Bhayangkara, Maret mendatang, namun ‘Mutiara Hitam’ kemungkinan tak bisa memainkan skuad terbaiknya. Mereka akan bertumpu pada para pemain muda. Pasca diliburkan, beberapa pemain bintang hengkang ke sejumlah klub. Baik di dalam maupun di luar negeri.
Eneko Pahabol ke Hekari United FC di Papua Nugini. Imanuel Wanggai ke Carsae FC di Timor Leste. Ricky Kayame ke Persib Bandung. Boaz Solossa dan Bio sempat jadi incaran Persib, belakangan dikabarkan memilih bergabung dengan tim lain. Boaz dikabarkan ke klub di Timor Leste dan Bio memilih begabung ke PS Polri yang ditangani Bambang Nurdiansyah.
Lagi-lagi, Persipura, jenderal lapangan hijau dari Timur Indonesia korban. Klub peraih empat bintang kompetisi tertinggi Indonesia itu jadi ‘tumbal’ kebijakan pejabat di negeri ini. Bukan baru kali ini hati manajemen, pemain dan pendukung Persipura terluka. 2006 lalu, pasukan ‘Mutiara Hitam’, juara Liga Indonesia 2005, gagal berlaga diturnamen Liga Champion Asia (LCA). Penyebabnya sepeleh, PSSI terlambat mendaftarkan Persipura dan Arema, juara Copa Djisamsoe musim itu.
Mantan pemain Persipura era 80an, Nico Dimo juga menyebut Menpora merusak tatanan sepakbola Papua. Akibat ulah Menpora membekukan PSSI, berimbas terhadap terhentinya kompetisi Indonesia Super League (ISL) dan kandasanya harapan Persipura berlaga di AFC tahun lalu.
Setelah memastikan batal ikut Piala Gubernur Kaltim, manajemen Persipura meliburkan pemain. Mereka diberi kebebasan memilih klub.
Media Officer Persipura, Bento Madubun mengatakan, manajemen Persipura mendukung keputusan pemain demi perkembangan karirnya.
“Di dalam negeri, sepak bola Indonesia masih terus diganggu Menpora sehingga pemain memilih hengkang ke Papua Nugini. Miris? Mau bagaimana lagi,” kata Bento seperti dilansir dari berbagai media online.
Sementara mantan pemain Timnas Indonesia, Imran Nahumarury menyatakan, meski tak ambil bagian dalam Piala Gubernur Kaltim, namun bukan berarti pemain Persipura tak bersentuhan dengan lapangan hijau. Kini beberapa pemain ‘Mutiara Hitam’ akan bermain sementara untuk klub dalam dan luar negeri. Ini menjadi keuntungan Persipura.
“Meski tim diliburkan, pemain mereka tetap bermain diklub lain. Kondisi fisik dan kebugaran pemain tetap terjaga. Jika sewaktu-waktu manajemen mengumpulkan mereka kembali, fisik dan kebugaran pemain tak ada masalah,” kata Nahumarury. (jubi)
‘Mutiara Hitam’ menyatakan tak akan ambil bagian dalam Turnamen Piala Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) mendatang. Tak ada sponsor penyebab manajemen memutuskan Persipura absen. Pemain sementara waktu diliburkan.
Meski menyatakan akan ikut ambil bagian dalam Turnamen Piala Bhayangkara, Maret mendatang, namun ‘Mutiara Hitam’ kemungkinan tak bisa memainkan skuad terbaiknya. Mereka akan bertumpu pada para pemain muda. Pasca diliburkan, beberapa pemain bintang hengkang ke sejumlah klub. Baik di dalam maupun di luar negeri.
Eneko Pahabol ke Hekari United FC di Papua Nugini. Imanuel Wanggai ke Carsae FC di Timor Leste. Ricky Kayame ke Persib Bandung. Boaz Solossa dan Bio sempat jadi incaran Persib, belakangan dikabarkan memilih bergabung dengan tim lain. Boaz dikabarkan ke klub di Timor Leste dan Bio memilih begabung ke PS Polri yang ditangani Bambang Nurdiansyah.
Lagi-lagi, Persipura, jenderal lapangan hijau dari Timur Indonesia korban. Klub peraih empat bintang kompetisi tertinggi Indonesia itu jadi ‘tumbal’ kebijakan pejabat di negeri ini. Bukan baru kali ini hati manajemen, pemain dan pendukung Persipura terluka. 2006 lalu, pasukan ‘Mutiara Hitam’, juara Liga Indonesia 2005, gagal berlaga diturnamen Liga Champion Asia (LCA). Penyebabnya sepeleh, PSSI terlambat mendaftarkan Persipura dan Arema, juara Copa Djisamsoe musim itu.
Mantan pemain Persipura era 80an, Nico Dimo juga menyebut Menpora merusak tatanan sepakbola Papua. Akibat ulah Menpora membekukan PSSI, berimbas terhadap terhentinya kompetisi Indonesia Super League (ISL) dan kandasanya harapan Persipura berlaga di AFC tahun lalu.
Setelah memastikan batal ikut Piala Gubernur Kaltim, manajemen Persipura meliburkan pemain. Mereka diberi kebebasan memilih klub.
Media Officer Persipura, Bento Madubun mengatakan, manajemen Persipura mendukung keputusan pemain demi perkembangan karirnya.
“Di dalam negeri, sepak bola Indonesia masih terus diganggu Menpora sehingga pemain memilih hengkang ke Papua Nugini. Miris? Mau bagaimana lagi,” kata Bento seperti dilansir dari berbagai media online.
Sementara mantan pemain Timnas Indonesia, Imran Nahumarury menyatakan, meski tak ambil bagian dalam Piala Gubernur Kaltim, namun bukan berarti pemain Persipura tak bersentuhan dengan lapangan hijau. Kini beberapa pemain ‘Mutiara Hitam’ akan bermain sementara untuk klub dalam dan luar negeri. Ini menjadi keuntungan Persipura.
“Meski tim diliburkan, pemain mereka tetap bermain diklub lain. Kondisi fisik dan kebugaran pemain tetap terjaga. Jika sewaktu-waktu manajemen mengumpulkan mereka kembali, fisik dan kebugaran pemain tak ada masalah,” kata Nahumarury. (jubi)