Pemerintah Pusat Diminta Bangun Industri di Papua
pada tanggal
Friday, February 19, 2016
SAPA (JAYAPURA) – Pemerintah Pusat diminta membangun industri di Papua, guna menangkap potensi pemasaran hasil produksi ke negara Kepulauan Pasifik
Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Papua, Elia Loupatty di Jayapura Kamis (18/2), menilai sudah saatnya pemerintah mengalihkan pembangunan industri ke Papua, sebab ada peluang yang bisa dimanfaatkan.
“Bayangkan seluruh hasil produksi yang dijual di Pasar Perbatasan Skouw laku keras. Mulai dari beras, mie instant, kursi, bahkan tikar, sehingga peluang ini saya kira perlu untuk ditangkap,”kata Loupatty.
Lanjutnya dengan kebijakan nasional tol laut ini dirinya yakin untuk arus trasnportasi tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Tinggal dibicarakan dengan pemerintah pusat.
“Karena bila diangkut dengan kapal laut saya kira 6 jam saja sudah bisa menjangkau negara tetangga,”tuturnya.
Elia menuturkan, bila industri dibangun di Papua lalu perdagangannya berorientasi ke Kepulauan Pasifik, maka ada sekitar lima hingga enam negara yang siap menampung hasil produksi industri.
“Sebenarnya kalau mau dilihat industri besar di Pulau Jawa sudah tidak mampu menampung. Karena itu sudah saatnya secara nasional melirik Papua. Sebab dari segi keuntungan negara di Pasifik merupakan pasar bagi Papua. Karena itu perlu juga jadi perhatian bagi pusat soal ini,”terangnya.
Menyinggung soal kemahalan harga di Papua, Elia mengatakan hal itu disebabkan oleh pembangunan industri yang didominasi ke wilayah Barat Indonesia.
“Papua selalu yang menanggung beban kemahalan. Karena pabrik-pabrik dibangun di Jawa. Makanya sudah saatnya pabrik dibangun pada Wilayah Timur khususnya di Papua, sehingga wilayah barat sekali-kali menanggung beban kemahalan transportasi. Supaya mereka juga bisa ikut merasakan kemahalan, hingga ada keadilan dalam harga,” ujar dia.
Pada kesempatan itu, Elia mengumbar alasan mengapa Papua minim akan masuknya investor bidang sumber daya alam. Menurutnya, Pemerintah provinsi sangat berhati-hati memberikan ijin bagi investor yang hendak mengelola kekayaan alam Papua.
Diakuinya untuk investor di Papua dari statistik sudah banyak yang berinvestasi. Hanya mereka tidak banyak bergerak dibidang sumber daya alam. Sebab pemerintah provinsi sangat membatasi serta selektif berdasarkan tata ruang. Dimana Papua sangat berkeinginan mempertahankan daerah hijau 81 persen hingga 90 persen.
“Kami sebenarnya sangat berharap para investor itu dibidang industri baik menengah maupun skala besar. Mengingat luas tanah kami cukup tetapi kalau investasi dibidang SDA memang sangat selektif,” tandasnya.(maria fabiola)
Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Papua, Elia Loupatty di Jayapura Kamis (18/2), menilai sudah saatnya pemerintah mengalihkan pembangunan industri ke Papua, sebab ada peluang yang bisa dimanfaatkan.
“Bayangkan seluruh hasil produksi yang dijual di Pasar Perbatasan Skouw laku keras. Mulai dari beras, mie instant, kursi, bahkan tikar, sehingga peluang ini saya kira perlu untuk ditangkap,”kata Loupatty.
Lanjutnya dengan kebijakan nasional tol laut ini dirinya yakin untuk arus trasnportasi tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Tinggal dibicarakan dengan pemerintah pusat.
“Karena bila diangkut dengan kapal laut saya kira 6 jam saja sudah bisa menjangkau negara tetangga,”tuturnya.
Elia menuturkan, bila industri dibangun di Papua lalu perdagangannya berorientasi ke Kepulauan Pasifik, maka ada sekitar lima hingga enam negara yang siap menampung hasil produksi industri.
“Sebenarnya kalau mau dilihat industri besar di Pulau Jawa sudah tidak mampu menampung. Karena itu sudah saatnya secara nasional melirik Papua. Sebab dari segi keuntungan negara di Pasifik merupakan pasar bagi Papua. Karena itu perlu juga jadi perhatian bagi pusat soal ini,”terangnya.
Menyinggung soal kemahalan harga di Papua, Elia mengatakan hal itu disebabkan oleh pembangunan industri yang didominasi ke wilayah Barat Indonesia.
“Papua selalu yang menanggung beban kemahalan. Karena pabrik-pabrik dibangun di Jawa. Makanya sudah saatnya pabrik dibangun pada Wilayah Timur khususnya di Papua, sehingga wilayah barat sekali-kali menanggung beban kemahalan transportasi. Supaya mereka juga bisa ikut merasakan kemahalan, hingga ada keadilan dalam harga,” ujar dia.
Pada kesempatan itu, Elia mengumbar alasan mengapa Papua minim akan masuknya investor bidang sumber daya alam. Menurutnya, Pemerintah provinsi sangat berhati-hati memberikan ijin bagi investor yang hendak mengelola kekayaan alam Papua.
Diakuinya untuk investor di Papua dari statistik sudah banyak yang berinvestasi. Hanya mereka tidak banyak bergerak dibidang sumber daya alam. Sebab pemerintah provinsi sangat membatasi serta selektif berdasarkan tata ruang. Dimana Papua sangat berkeinginan mempertahankan daerah hijau 81 persen hingga 90 persen.
“Kami sebenarnya sangat berharap para investor itu dibidang industri baik menengah maupun skala besar. Mengingat luas tanah kami cukup tetapi kalau investasi dibidang SDA memang sangat selektif,” tandasnya.(maria fabiola)