Terkait kasus pembuat buku nikah dan akta cerai palsu di daerah Cakung yang ditangkap polisi beberapa hari lalu, Komisi VIII bersama dengan Kementerian Agama akan melakukan rapat bersama untuk membahas masalah tersebut.
"Hari ini dalam rapat bersama Kementerian Agama, nantinya juga akan mempermasalahkan masalah ini kembali, karena surat talak palsu itu hal yang baru juga, kalau buku nikah ini sudah pernah berulang-ulang terjadi. Jadi kami juga ingin meminta Kementerian Agama untuk komitmennya menanggapi kasus-kasus seperti ini," ujar Anggota DPR Komisi VIII Hidayat Nur Wahid saat berbincang dengan detikcom melalui telepon, Jumat (5/6).
Hidayat menambahkan, temuan buku nikah palsu seperti ini menambah daftar panjang yang palsu-palsu di Indonesia.
Politikus PKS ini menyesalkan jika kejadian ini terus terulang. Untuk itu ia meminta Kementerian Agama untuk segera berkoordinasi dengan pihak terkait seperti penegak hukum.
"Kementerian Agama harus bekerjasama baik dengan kepolisan, kejaksaan, dan kehakiman untuk menindak buku nikah palsu seperti ini dengan membuat hukum yang sangat keras, karena apa buku nikah atau surat nikah palsu akan berdampak juga pada hukum keluarga," tambahnya.
Komisi VIII DPR RI, kata Hidayat, menyatakan kesiapannya untuk ikut mengawasi langsung Kemenag pada tingkat lapangan. Selain itu komisi yang bermitra dengan Kemenag ini juga meminta masyarakat untuk tak segan melapor jika mengetahui ada informasi mengenai buku nikah atau akta cerai palsu.
"Pihak terkait perlu memberikan keseriusannya pada masalah ini, agar dapat menimbulkan efek hukum yang nyata bagi para pelaku," pungkasnya.
Setelah kasus jual beli ijazah dan ijazah palsu, kini muncul lagi kasus pemalsuan lainnya, yakni: buku nikah dan akta cerai. Kasus ini berhasil diungkap oleh jajaran Polsek Jakarta Timur. 3 pelaku sudah berhasil diamankan dan dijadikan tersangka.
"Ini merupakan pengembangan dari laporan yang kita terima beberapa waktu lalu dari warga yang mengetahui adanya usaha pembuatan jasa buku palsu," kata Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur AKBP Tejo Yuantoro saat berbincang dengan wartawan di Polres Jakarta Timur, Rabu (3/6).
Dijelaskan Tejo, setelah menerima laporan, jajarannya kemudian melakukan pendalaman dan pengembangan dan penyelidikan selama 2 bulan. Hasilnya, 3 orang diciduk dan dijadikan tersangka, yakni M, N dan G.
"Tersangka N kita ciduk di Pulogebang, dan sisanya M dan G diringkus di daerah Cakung. Mereka diringkus di tempat terpisah," ucap Tejo.
"Pelaku membuat buku nikah (suami-istri), akta cerai dan akta putusan cerai palsu. Dengan cara menulis sendiri data-data dalam dokumen tersebut. Dibuat seakan-akan benar telah menikah maupun telah bercerai," sambungnya.
Lanjut Tejo, para pelaku memproduksi buku nikah dan akta cerai palsu di rumahnya masing-masing. Para pemesan datang dan kemudian bernegosiasi soal tarif kedua barang tersebut.
"Biasanya mereka memberitahu jasa pembuatan buku atau akta nikah ini dari mulut kemulut, dan tidak ada jaringannya. Yang bisa kita tentukan yaitu kesamaan dari alat untuk membuat buku dan akta ini sama," jelas Tejo.
Saat menggelar barang bukti bersama ketiga tersangka yakni M, N dan G juga dihadirkan di lokasi dengan tangan terborgol, memakai penutup wajah, serta baju tahanan berwarna biru, Tejo menyatakan buku nikah ini secara sekilas sangat mirip dengan aslinya.
"Secara kasat mata memang sama. Tapi kalau mereka yang sudah menikah dan mendapat buku nikah asli dari KUA pasti tahu perbedaannya," katanya
Melihat perbedaan buku nikah dan akta cerai palsu yang diproduksi para tersangka. Karena itu, lanjut Tejo, pihaknya perlu melakukan penyelidikan lebih jauh.
"Kita perlu memastikan dan berkordinasi dengan Peruri dan Kementerian Agama. Dan secepatnya kita akan segera memastikannya," imbuh Tejo.
Polisi saat ini masih mendalami keterangan para tersangka untuk menciduk oknum lainnya. 2 orang berinisial R dan G juga telah masuk DPO (daftar pencarian orang) polisi karena para pelaku mengaku mendapatkan buku nikah seharga Rp 75.000/buku dari R, sedangkan blangko cerai dan salinan putusan cerai didapat dari G seharga Rp 125.000/rim.
"Adakah kemungkinan ketiga oknum ini juga bisa membuat ijazah palsu?" tanya wartawan.
"Untuk ijazah palsu, penyelidikan kita masih belum mengarah ke sana, karena dari barang bukti yang kita dapat belum mengarah ke sana. Jadi enggak bisa kita tentukan. Tapi kalau dilihat dari alat yang digunakan untuk membuat akta, kemungkinan sama," imbuh Tejo.
Akibat perbuatannya, polisi mengganjar ketiganya dengan pasal berlapis yakni, Pasal 263, 264, dan 266 KUHP tentang pemalsuan akta dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 7 tahun penjara. [Detik]
0 komentar:
Posting Komentar