Pemkab Merauke Batasi Investasi Sawit
pada tanggal
Thursday, June 16, 2016
“Dari dulu leluhur kita menjaga kelestarian tanah ini. Tapi sekarang kita lihat, kita dengar dan kita rasa sawit mulai merusak ekosistem yang ada,” tegas Fredi, Rabu (15/6).
Ia menegaskan kembali, saat ini Pemkab Merauke sedang membatasi ruang gerak perusahaan sawit. Terutama terhadap perusahaan yang sudah beroperasi, jika tidak memberikan kontribusi, maka akan ditutup pemerintah.
“Tidak perlu terlalu banyak. Cukup beberapa, supaya kelanjutan hutan bertahan. Ini harus disepakati oleh kita semua di daerah. Bahkan saya tidak segan-segan, apabila perusahaan itu tak berkontribusi, saya tutup dia,” tegasnya.
Jika perusahaan sawit mampu memberikan kontribusi riil, seperti adanya multi player ekonomi, pemerinta setempat tetap mengizinkan perusahaan itu beroperasi.
“Kalau itu ada, silahkan, kita persilahkan dia membangun negeri ini bersama-sama. Terutama protek terhadap masyarakat lokal kita. Ini visi misi pemerintah, memberikan kesejahteraan bagi masyarakat asli Papua,” tuturnya.
Sebelumnya, salah satu marga pemilik hutan adat di Distrik Muting menolak perusahaan sawit yang ingin memanfaatkan lahan hutan adat.
“Kami tidak ingin hutan rusak. Lahan basah digusur, dusun sagu dirambah dan tempat-tempat sakral dibongkar. Kami tidak mau hutan adat kami disentuh,” tegas salah satu warga, Klemens Mahuze.
Menurutnya, penolakan itu disampaikan secara tertulis pada sebuah papan yang dipancangkan di beberapa titik dalam kawasan hutan adat marga Mahuze. Reaksi keras penolakan marga oleh Mahuze hanya melindungi hutan dari kerusakan akibat kepentingan investasi.
Disebutkan, beberapa perusahaan kelapa sawit yang masuk ke Distrik Muting dan Distrik Bupul, antara lain PT. Agro Mandiri Semesta (AMS) dan PT. Agroprima Cipta Persada (ACP).
“Ada beberapa marga yang sudah terima perusahaan. Itu hak mereka, tapi kami tolak, karena tidak ingin hutan adat rusak,” katanya. (emanuel)