DPRP Minta PTFI Selesaikan PHK Karyawan Redpath
pada tanggal
Monday, June 13, 2016
SAPA (JAYAPURA) - Panitia Kerja (Panja) Redpath Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak 125 karyawan PT. Redpath oleh perusahaan, pertengahan tahun lalu ingin PT. Freeport Indonesia, sebagai perusahaan yang membawahi PT. Redpath ikut menyelesaikan masalah itu.
Ketua Panja Redpat, Wilhelmus Pigai mengatakan, pihaknya tak mau masalah itu berkepanjangan. Panja ingin tak hanya Redpath, namun PT. Freeport harus ikut menyelesaikan masalah itu. Freeport dan perusahaan sub kontraktornya, PT. Redpath bertanggungjawab terhadap PHK 125 karyawan itu.
"Setelah kami melakukan rapat dengan berbagai pihak terkait di Mimika, pekan lalu, Selasa (14/6) kami akan rapat lagi dengan berbagai pihak di Jayapura. Termasuk pihak Freeport, Redpath, dan Ketua Umum Tongi Papua. Penting menghadirkan berbagai pihak untuk membicarakan ini bersama-sama. Kamis (17/6), kami akan ke Jakarta bertemu Menteri Tenaga Kerja," kata Wilhelmus Pigai akhir pekan lalu.
Menurutnya, ketika melakukan pertemuan di Mimika, banyak penjelasan yang didapat Panja Redpath dari berbagai pihak terkait. Termasuk dari pemerintah setempat serta 125 karyawan yang di PHK. PHK itu berawal dari demo spontanitas karyawan, 13 Maret 2015 lantaran ada pernyataan provokatif dari seorang pekerja asing di perusahaan, Mr. Nicky yang menyatakan jika ingin demo demo saja. Karyawan memperjuangkan bonus mereka dari Freeport yang tak kunjung diberikan.
"Karyawan dijanjikan bonus karena pada 2014 ada mogok kerja selama tiga bulan karyawan Freeport. Ketika aksi mogok itu, karyawan Redpath yang bekerja. Desember 2014 karena melihat ada diskriminasi pemberian bonus, karyawan menuntut. Kenapa mereka tak diberikan bonus, padahal ketika itu mereka juga bekerja," ucapnya.
Katanya, 15-20 Maret 2015, para karyawan Redpath itu tak bekerja karena ada mogok karyawan PT. Freeport. Manajemen perusahaan menyangka, aksi mogok itu dilakukan karyawan Redpath. Pada 25 Maret 2015, barulah karyawan Redpath yang jumlahnya kurang lebih 500 orang melakukan mogok kerja secara resmi. Akibatnya, sebanyak 125 diantaranya diPHK.
Alasan PHK, karena beberapa kali dipanggilan pihak perusahaan, karyawan itu tak datang. Namun yang janggal, para karyawan itu mogok kerja di Mimika, tapi surat panggilan dikirim ke daerah asal setiap karyawan.
"Dalam pertemuan kami, ada dua opsi. Karyawan siap berdamai dan diperjakan kembali serta hak mereka satu tahun lebih dibayarkan perusahaan. Kami sepakat dengan itu," katanya.
Hal yang sama dikatakan legislator Papua dari daerah Pemilihan Mimika dan sekitarnya, Mathea Mamoyau. Menurutnya, masalah itu harus diselesaikan secara bijaksana agar kedua pihak, baik karyawan yang di PHK maupun pihak perusahaan sama-sama merasa mendapat keadilan. Tak dirugikan.
"Pihak perusahaan harusnya juga bijaksana dalam masalah ini. Harus datang dan duduk bersama dengan berbagai pihak terkait, terutama Panja Redpath DPR Papua serta pihak karyawan membicarakan dan mencari solusi," kata Mathea. (Arjun)
Ketua Panja Redpat, Wilhelmus Pigai mengatakan, pihaknya tak mau masalah itu berkepanjangan. Panja ingin tak hanya Redpath, namun PT. Freeport harus ikut menyelesaikan masalah itu. Freeport dan perusahaan sub kontraktornya, PT. Redpath bertanggungjawab terhadap PHK 125 karyawan itu.
"Setelah kami melakukan rapat dengan berbagai pihak terkait di Mimika, pekan lalu, Selasa (14/6) kami akan rapat lagi dengan berbagai pihak di Jayapura. Termasuk pihak Freeport, Redpath, dan Ketua Umum Tongi Papua. Penting menghadirkan berbagai pihak untuk membicarakan ini bersama-sama. Kamis (17/6), kami akan ke Jakarta bertemu Menteri Tenaga Kerja," kata Wilhelmus Pigai akhir pekan lalu.
Menurutnya, ketika melakukan pertemuan di Mimika, banyak penjelasan yang didapat Panja Redpath dari berbagai pihak terkait. Termasuk dari pemerintah setempat serta 125 karyawan yang di PHK. PHK itu berawal dari demo spontanitas karyawan, 13 Maret 2015 lantaran ada pernyataan provokatif dari seorang pekerja asing di perusahaan, Mr. Nicky yang menyatakan jika ingin demo demo saja. Karyawan memperjuangkan bonus mereka dari Freeport yang tak kunjung diberikan.
"Karyawan dijanjikan bonus karena pada 2014 ada mogok kerja selama tiga bulan karyawan Freeport. Ketika aksi mogok itu, karyawan Redpath yang bekerja. Desember 2014 karena melihat ada diskriminasi pemberian bonus, karyawan menuntut. Kenapa mereka tak diberikan bonus, padahal ketika itu mereka juga bekerja," ucapnya.
Katanya, 15-20 Maret 2015, para karyawan Redpath itu tak bekerja karena ada mogok karyawan PT. Freeport. Manajemen perusahaan menyangka, aksi mogok itu dilakukan karyawan Redpath. Pada 25 Maret 2015, barulah karyawan Redpath yang jumlahnya kurang lebih 500 orang melakukan mogok kerja secara resmi. Akibatnya, sebanyak 125 diantaranya diPHK.
Alasan PHK, karena beberapa kali dipanggilan pihak perusahaan, karyawan itu tak datang. Namun yang janggal, para karyawan itu mogok kerja di Mimika, tapi surat panggilan dikirim ke daerah asal setiap karyawan.
"Dalam pertemuan kami, ada dua opsi. Karyawan siap berdamai dan diperjakan kembali serta hak mereka satu tahun lebih dibayarkan perusahaan. Kami sepakat dengan itu," katanya.
Hal yang sama dikatakan legislator Papua dari daerah Pemilihan Mimika dan sekitarnya, Mathea Mamoyau. Menurutnya, masalah itu harus diselesaikan secara bijaksana agar kedua pihak, baik karyawan yang di PHK maupun pihak perusahaan sama-sama merasa mendapat keadilan. Tak dirugikan.
"Pihak perusahaan harusnya juga bijaksana dalam masalah ini. Harus datang dan duduk bersama dengan berbagai pihak terkait, terutama Panja Redpath DPR Papua serta pihak karyawan membicarakan dan mencari solusi," kata Mathea. (Arjun)