27 Pejabat Pemkab Merauke Diberhentikan Tanpa SK
pada tanggal
Tuesday, June 21, 2016
![]() |
Beberapa Pejabat Dari Pulihan Pejabat Yang di Non Jobkan Memberikan keterangan Pers |
SAPA (MERAUKE) - Sebanyak 27 pejabat Eselon II dan II di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke, Provinsi Papua, mengaku kecewa setelah diberhentikan Bupati Merauke Frederikus Gebze melalui pengumuman di media massa, tanpa penyerahan surat keputusan (SK).
Romanus Kande Kahol, seorang pejabat yang diberhentikan melalui media massa, kepada wartawan di Merauke, Selasa, mengatakan sebagai Aparat Sipil Negara (ASN) mereka menghargai kebijakan bupati itu, hanya saja pengumuman pemberhentian melalui media massa itu sangat tidak elok dan tidak sesuai prosedur.
"Kami siap melaksanakan tugas yang merupakan kebijakan bupati, hanya kami harapkan mutasi atau rotasi paling tidak mengikuti aturan yang berlaku dan kami sesal juga masa belum ada SK, pemberhentian kami sudah dibacakan di media massa," kata mantan Lurah Samkai itu.
Ditempat yang sama, Rekianus Samkakai, mantan Kepala Distrik Semangga, mengatakan dasar pembacaan pemberhentian mereka dari jabatan menyalahi prosedur.
"Bukan kami tidak terima, kami siap melaksanakan perintah bupati namun harus diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan mutasi jabatan, harus bisa melihat kepangkatan," katanya.
Selain itu, Mantan Kabag Pemerintahan Kampung Setda Kabupten Merauke Leonardus mahuze mengatakan menerima sistem rotasi atau mutasi, termasuk pemberhentian jabatan dalam ASN.
"Yang dibacakan bupati di media massa pada hari Minggu ini dasarnya apa? Nomor surat berapa? SK-nya nomor berapa? Apakah sudah melalui pansel atau tidak?," katanya.
Oleh karena itu, para ASN yang diberhentikan dari jabatannya melalui media massa itu, akan menyurati Kementerian PAN-RB, BKN dan Pemerintah Provinsi Papua untuk mempertanyakan prosesdur pemberhentian tersebut.
"Kami ingin meluruskan administrasi supaya ke depan tidak terjadi," kata Rekianus.
Di tempat terpisah, Wakil Bupati Merauke Sularso mengaku belum ada SK pemberhentian terhadap pejabat yang dibacakan namanya, termasuk SK pengangkatan namun prosedur penyampaian melalui media massa pada hari Minggu itu menurut dia, telah memenuhi aturan.
"Memang perintah pada akhir pengumuman yang disampaikan oleh Pak Bupati itu berlaku tanggal 20 Juni, yaitu kalau menurut aturan memang sudah bisa dilaksananakan walaupun 'legal standingnya' belum ada, tapi itu kan bisa diproses lebih lanjut," katanya.
Menurut dia, perintah bupati ini sudah disampaikan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Merauke untuk ditindaklanjuti dengan pembuatan SK.
"Lebih baik coba konfirmasi lagi ke Sekda," katanya.
Ia menambahkan, dimasa kepemimpinannya bersama bupati terpilih, ingin mempunyai kabinet yang mampu bekerja dan salah satu langkah yang dilakukan adalah perombakan struktur.
"Kami ingin bukan kabinet yang hanya meminta petunjuk tapi kabinet yang punya inovasi. Kurang lebih empat bulan ini kami sudah punya pandangan, penilaian terhadap siapapun SKPD maupun kepala badan," katanya.
Persoalan pencopotan 27 pejabat ini menjadi perbincangan di masyarakat, misalnya mantan Bupati Merauke Romanus Mbaraka, ia mengatakan pencopotan tanpa SK itu merupakan kesalahan dalam tata krama administrasi kenegaraan.
"Selaku mantan bupati, saya ingin mengatakan bahwa kalau ada yang kasi masukkan sama adik bupati, ini adalah kesalahan besar. Ini jebakan bagi adik bupati," katanya.
Dia menjelaskan, bupati memiliki hak prerogatif namun tidak mesti keluar dari koridor hukum seperti yang terjadi hari Minggu lalu.
"Ketika ingin menggantikan pejabat, yang harus kita lakukan adalah memfungsikan Baperjakat atau Pansel, konsultasi BKN untuk membentuk Pansel, para pejabatnya harus dibahas di pansel, dilihat kepangkatan, kinerja, etikanya. Sesudah memenuhi syarat, lalu menetapkan dengan SK," katanya.
Legalitas Reshuffle Pejabat Dipertanyakan
Para mantan pejabat eselon II dan III yang diganti mempertanyakan legalitas rotasi (reshuffle) pejabat di lingkup Pemkab Merauke. Mereka menilai itu tak sesuai prosedur aturan Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Kami hormati keputusan bupati. Tapi kami pertanyakan SK pemberhentian itu. Lalu kenapa tak melalui pelantikan dan sertijab? Prinsipnya harus sesuai prosedur,” kata mantan Lurah Samkai, Romanus Kande Kahol, Selasa (21/6).
Mantan Kepala Distrik Semangga, Rekianus Samkakai menegaskan rotasi jabatan harus sesuai UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN. Pihaknya mempersoalkan prosedur rotasi di Merauke.
“Pengumuman di RRI tidak disertai dasar SK pemberhentian. Secara de jure sudah diumumkan, tapi de facto harus dibuktikan dengan SK, pelantikan dan sertijab,” terangnya.
Kebijakan bupati merotasi 27 pejabat dinilai mempengaruhi roda pemerintahan di daerah itu. Lantaran jabatan kepala bagian (kabag) dan kepala dinas berkapasitas sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA).
“Baru terjadi di republik ini rotasi jabatan yang seperti ini. Bukan kami tidak terima, tapi prosedurnya yang kami pertanyakan,” tegasnya.
Mantan Kabag Pemerintahan Kampung Setda Merauke, Leonardus Mahuze menegaskan dalam pasal 162 ayat 3 UU nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, bahwa pergantian pejabat lingkungan pemerintahan daerah dalam jangka waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal pelantikan.
Bupati Frederikus Gebze, Minggu (19/6/2016) lalu melalui pengumuman di RRI memberhentikan 27 pejabat terhitung Senin (20/6/2016).
“Menurut aturan sudah bisa dilaksanakan. Walau legal standingnya belum ada. Itu bisa diproses lebih lanjut,” kata Wabup Merauke, Sularso ketika dikonfirmasi.
Katanya, rekomendasi pergantian ke 27 pejabat itu sudah turun ke Sekretariat Daerah (Setda) Merauke. Diakui SK pemberhentian dan pengangkatan sedang ditindaklanjuti di Setda.
Disinggung muncul pertanyaan dari sejumlah pejabat apakah rotasi itu akibat desakan politik? Sularso membantah. Katanya reshuffle kabinet merupakan sesuatu yang wajar dalam lingkup birokrasi. “Tidak ada sesuatu yang lain, ini untuk kebutuhan daerah,” singkatnya.(Ant/emanuel)