-->

Wartawan Papua Dihantui Intimidasi dan Kekerasan

SAPA (JAYAPURA) - Hari Kebebasan Pers Sedunia (World Press Freedom Day/WPFD) yang diperingati setiap 3 Mei direspon pihak media yang ada di Papua.

Ahli Dewan Pers, Victor Mambor mengatakan, hingga kini pekerja pers di Papua belum leluasa meliput. Kebebasan pers masih terkekang. Wartawan di Papua masih dihantui intimidasi dan kekerasan dalam melaksakan tugasnya yang bisa terjadi kapan saja dan dari pihak manapun.

"Bukan hanya kekerasan dari aparat keamanan, tapi juga dari masyarakat, kepala daerah, dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Misalnya inimidasi terhadap jurnalis yang dilakukan kepala dinas di Dogiyai beberapa hari lalu. Yang terbaru, ketika wartawan akan meliput demo dan massa aksi KNPB yang diamankan ke Mako Brimob Polda Papua," kata Mambor kepada wartawan, Selasa (3/5).

Menurutnya, dalam liputan itu, aparat kepolisian melarang wartawan meliput massa yang diamankan ke Mako Brimob Polda Papua. Ada wartawan yang kameranya dirampas, ada yang ikut diamankan bersama pendemo, HP nya dirampas.

"Terus beberapa waktu lalu ada wartawan Prancis dilarang masuk meliput ke Papua," ucapnya.

Untuk isu politik di Papua jika disebut belum transparan kata Mambor, tidak juga. Kini tak hanya berdasarkan media mainstream, tapi ada media sosial. Kini informasi mengenai Papua sudah tidak bisa ditutupi lagi. Hanya saja, jik media mainsteam dibatasi ruang geraknya, bagaimana bisa memberikan informasi berimbang dari informasi di media-media sosial yang tak bisa dipertanggungjawabkan.

"Sebenarnya bukan tak transparan. Cuma pemahaman dari aparat keamanan. Itu yang belum maksimal. Aparat keamanan sebelum menegakkan hukum, harus paham soal UU Pers Nomor 40 Tahun 1999," katanya.

Selain tak paham UU Pers, ia juga menduga kekerasan dan intimidasi wartawan kadang merupakan wujud rasa tak suka aparat keamanan kepada wartawan. Katanya, ia bisa rasakan itu ketika jaman Irjen (Pol) Tito Karnavian menjabat Kapolda Papua.

"Ketika itu saya diminta mengajar di SPN. Saya rasa betul bagaimana polisi baru menunjukkan rasa tak suka kepada wartawan. Ini tanggungjawab pimpinan mereka untuk menjelaskan itu kepada anggotanya," imbuhnya.

Terpisah, Kabid Humas Polda Papua, Komisaris Besar (Pol) Patrige renwarin mengatakan, terkadang itu merupakan ekses antar polri dan kelompok yang bersikeras. Ini merupakan dinamika di lapangan. Namun jika hal itu terjadi tentu disesalkan.

"Kami berharap, kedepan itu jangan lagi terjadi dan bersama-sama menjunjung UU Pers. Kita juga harus kembali ke UU 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Di dalam UU itu ada hal-hal pokok yang diatur. Mana yang bisa dipublikasikan dan mana yang tidak. Ini harus sama-sama dipedomani," kata Patrige.

Katanya, ini agar tak terjadi lagi akses terhadap para jurnalis ketika meliput di lapangan. Terutama ketika meliput dalam situasi yang sifatnya kontijensi. Seolah-olah jurnalis bebas masuk di semua area.

"Belum ada suatu pemikiran bagaimana cara meliput yang aman. Ini mungkin perlu dibahas bersama agar bisa satu persepsi di lapangan," ucapnya. (Arjun)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel