Pansus DPRP Akan Bongkar Mafia Pajak Freeport
pada tanggal
Sunday, May 22, 2016
SAPA (JAYAPURA) - Panitia Khusus (Pansus) Freeport DPR Papua yang dipimpin Yan Permenas Mandenas mulai mengatur strategi, mengusut pajak PT. Freeport Indonesia (PTFI). Karena diduga ada mafia bermain dalam masalah pajak Freeport kepada Pemprov Papua selama ini.
Pansus Freeport DPR Papua didampingi Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize menggelar rapat dengan beberapa instansi terkait di lingkungan Pemprov Papua diantaranya, Dinas Pertambangan, Bappeda dan perwakilan pajak. Rapat digelar di Bali, Sabtu (21/5).
Yan Permenas Mandenas mengatakan, banyak data yang didapat pihaknya dari pertemuan itu. Ini akan menunjang kinerja Pansus pada tahap berikutnya hingga akhirnya Pansus memberikan dorongan politik terhadap beberapa proses yang sementara dilakukan oleh Pemprov Papua diantaranya sidang gugatan Freeport terhadap tuntutan pajak yang diajukan Pemprov Papua di Pengadilan Pajak Jakarta, sejak Nopember 2015 sampai hingga kini.
"Kami akan menyusun, mengolah data dan informasi, kemudian menyusun kerangka informasi dan data yang ada, dalam bentuk skema kerja dan strategi untuk bisa mencapai target kerja Pansus Freeport. Banyak hal yang bisa terjadi terkait pajak ini. Tak menutup kemungkinan ada mafia yang bermain dalam pajak Freeport," kata Yan usai pertemuan.
Akibatnya, apa yang menjadi kewajiban ke daerah, tak diberikan. Bisa saja ada hal-hal lain yang terjadi tanpa sepengetahuan pemerintah daerah. Perusahaan sebesar dan investasi asing seperti Freeport tentua akan bekerja sesuai standar yang sudah ditentukan secara internasional.
"Saya pikir Freeport akan melakukan kewajibannya, sepanjang segala sesuatu yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan di negara kita," ucapnya.
Menurutnya, Pansus akan berupaya membuka ke publik, siapa sebenarnya dibalik pajak Freeport yang tak disetor kepada Pemprov Papua sesuai ketentuan perundang-undangan pajak apa yang menjadi hak daerah. Tak menutup kemungkinan ada indikasi mafia pajak.
"Kami sudah ingatkan Bappeda dan Dispenda tidak asal terima setoran pajak Freeport kalau tak memenuhi syarat dan ketentuan. Misalnya yang harus diberikan Freeport Rp. 10 miliar, kalau. Freeport menyetor Rp. 4 miliar jangan diterima," katanya.
Kesalahan Pemprov Papua selama ini lanjut Yan, ketika setoran pajak Freeport tak maksimal, terus saja diterima. Ini kesalahan besar. Data 2007–2015 untuk pajak Freeport, total penerimaan pajak untuk Papua baik kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak air permukaan, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, tailing managemen sistem mencapai Rp. 653 miliar.
"Untuk pendapatan asli daerah itu Rp. 653 miliar. Ini kategori masih sangat rendah, dari kewajiban yang seharusnya Freeport setor. Pajak kendaraan dan sebagainya, meningkat tak terlalu besar. 2007 pajak kendaraan Rp. 4 miliar, 2008 Rp. 5 miliar, 2009 Rp, 6 miliar, 2010 Rp. 7 miliar. Penerimaan land rent dan royalti Freeport untuk Papua dan kabupaten se Papua, totalnya Rp. 8,9 triliun. Provinsi Rp. 2 triliun lebih, kabupaten/kota Rp. 6,8 triliun lebih," imbuhnya.
Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize mengatakan, Pansus dibentuk untuk mendudukkan terkait pajak Freeport pada posisi yang sebanarnya, sehingga ketika pemprov menarik pajak, itu kaharusan atau menjadi hak pemprov, bukan mengada-ada.
"Kami mau ada Pansus. Tujuannya medorong agar ada regulasi terbentuk dan berpijak kepada Papua. Pansus ini bertujuan untuk regulasi menarik pajak berdasarkan hak, bukan mau-mau kita," kata Kaize.
Menurutnya, jika memang hak Papua harus dimasukkan dalam aturan, perlu dilakukan. Bukan nanti ketika ada teriak merdeka baru diberikan. Jika tak ada, nilainya dikurangi.
"Itu yang akan didorong Pansus. Apakah perlu satu produk hukum ataukah bagian yang sudah ada perlu ditambahkan," ucapnya. (Arjun)