Masyarakat Harus Bedakan Yayasan dan Lembaga Lemasa
pada tanggal
Friday, May 20, 2016
SAPA (TIMIKA) – Pendiri Lembaga Masyarakat Suku Amungme (Lemasa) Andreas Anggaibak mengharapkan, kepada seluruh masyarakat Amungme, agar harus bisa membedakan mana Yayasan dan Lembaga.
“Saya perlu luruskan nama Yayasan dan Lembaga, jadi Yayasan adalah milik Tom Beanal sementara lembaga diketuai sekarang yaitu, Anton Alomang. Sehingga pelantikan Oditius Beanal B, Sc pada tanggal 11 Mei lalu itu adalah Yayasan yang mana hanya bergabung dengan Lembaga Adat Lemasa,”tutur Andreas kepada wartawan saat jumpa pers di Jalan Cenderawasih, Jumat (20/5).
Menurutnya, Lembaga Lemasa berdiri tahun 1994, sementara Yayasan Lemasa tahun 1996 dengan akta notaris nomor 16 Tahun 1996. Oleh karena itu, berkaitan dengan pelantikan Oditius Beanal sebagai direktur Lemasa, maka ada pertikaian antara antara pihak Yayasan dan Lembaga. Beberapa waktu lalu di Jalan C Heatubun.
“Terjadinya pertikaian, secara pribadi saya sudah memanggil Oditius Beanal dan menyampaikan mulai dari sekarang tidak usah sebut-sebut dengan Lemasa. Karena pelantikan dengan membawa nama Direktur Lemasa artinya menipulasi data,”kata Anggaibak.
Lanjut ia, masyarakat perlu paham bahwa, Yayasan Lemasa bukanlah lembaga adat, tetapi merupakan yayasan yang menempel dengan lembaga adat saja. Karena dalam anggaran dasar dan rumah tangga sudah dipelajari bahwa, yayasan itu hanya ikut di Lembaga adat.
“Saya sebagai pendiri Lembaga Lemasa merasa ditipu sama Yayasan Lemasa. Karena didalam pendiri Yayasan Lemasa sekian tahun mengunakan dana Lemasa, dengan menipulasi mengunakan nama Lembaga adat,”tutur Anggaibak.
Jelas ia, karena merasa ditipu, sehingga Lembaga sudah selesai kerapatan adat, tinggal musyawarah adat saja. Sebelumnya dirinya mengusulkan untuk mediasi dengan pihak kepolisian.
“Membuat mediasi di polisi, sehingga kedua kubu tersebut bisa duduk bersama dengan polisi dan lembaga adat dalam hal ini Lembaga Masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK) duduk bersama, tatapi tiba-tiba pihak Yayasan melakukan pelantikan direktur Yayasan Lemasa tanggal 11 Mei lalu. Sehingga kami akan siap untuk menggugat,”tutur Anggaibak.
Dirinya mengakui, dengan menipulasi dan digugat, karena namanya pelantikan lembaga adat itu harus diketahui dari sebelas wilayah adat amungsa yang benar. Tetapi pelantikan direktur Lemasa atas nama Oditius Beanal, tanpa pengetahuan sebelas wilayah adat, namun tiba-tiba Tom Beanal menandatangani SK dan anaknya diangkat menjadi direktur Lemasa.
“Lembaga Adat Lemasa pendirinya ada Bupati Fak-fak, sehingga sekarang kami sudah rapat dan pembentukan yaitu, Nerius Katagame sebagai kateker. Dan Lembaga Lemasa inilah yang menggungat dana satu persen, saya bicarakan seperti ini, karena saya adalah ketua Lemasa pertama. Kalau kita bicara dana satu persen, maka pendukungnya banyak, bahkan ada saksi-saksinya. bukan hanya milik suku Amungme dan Kamoro, tetapi milik semua orang Papua yang ada dan itu yang sebetulnya,”ujar Anggaibak. (Ervi Ruban)
“Saya perlu luruskan nama Yayasan dan Lembaga, jadi Yayasan adalah milik Tom Beanal sementara lembaga diketuai sekarang yaitu, Anton Alomang. Sehingga pelantikan Oditius Beanal B, Sc pada tanggal 11 Mei lalu itu adalah Yayasan yang mana hanya bergabung dengan Lembaga Adat Lemasa,”tutur Andreas kepada wartawan saat jumpa pers di Jalan Cenderawasih, Jumat (20/5).
Menurutnya, Lembaga Lemasa berdiri tahun 1994, sementara Yayasan Lemasa tahun 1996 dengan akta notaris nomor 16 Tahun 1996. Oleh karena itu, berkaitan dengan pelantikan Oditius Beanal sebagai direktur Lemasa, maka ada pertikaian antara antara pihak Yayasan dan Lembaga. Beberapa waktu lalu di Jalan C Heatubun.
“Terjadinya pertikaian, secara pribadi saya sudah memanggil Oditius Beanal dan menyampaikan mulai dari sekarang tidak usah sebut-sebut dengan Lemasa. Karena pelantikan dengan membawa nama Direktur Lemasa artinya menipulasi data,”kata Anggaibak.
Lanjut ia, masyarakat perlu paham bahwa, Yayasan Lemasa bukanlah lembaga adat, tetapi merupakan yayasan yang menempel dengan lembaga adat saja. Karena dalam anggaran dasar dan rumah tangga sudah dipelajari bahwa, yayasan itu hanya ikut di Lembaga adat.
“Saya sebagai pendiri Lembaga Lemasa merasa ditipu sama Yayasan Lemasa. Karena didalam pendiri Yayasan Lemasa sekian tahun mengunakan dana Lemasa, dengan menipulasi mengunakan nama Lembaga adat,”tutur Anggaibak.
Jelas ia, karena merasa ditipu, sehingga Lembaga sudah selesai kerapatan adat, tinggal musyawarah adat saja. Sebelumnya dirinya mengusulkan untuk mediasi dengan pihak kepolisian.
“Membuat mediasi di polisi, sehingga kedua kubu tersebut bisa duduk bersama dengan polisi dan lembaga adat dalam hal ini Lembaga Masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK) duduk bersama, tatapi tiba-tiba pihak Yayasan melakukan pelantikan direktur Yayasan Lemasa tanggal 11 Mei lalu. Sehingga kami akan siap untuk menggugat,”tutur Anggaibak.
Dirinya mengakui, dengan menipulasi dan digugat, karena namanya pelantikan lembaga adat itu harus diketahui dari sebelas wilayah adat amungsa yang benar. Tetapi pelantikan direktur Lemasa atas nama Oditius Beanal, tanpa pengetahuan sebelas wilayah adat, namun tiba-tiba Tom Beanal menandatangani SK dan anaknya diangkat menjadi direktur Lemasa.
“Lembaga Adat Lemasa pendirinya ada Bupati Fak-fak, sehingga sekarang kami sudah rapat dan pembentukan yaitu, Nerius Katagame sebagai kateker. Dan Lembaga Lemasa inilah yang menggungat dana satu persen, saya bicarakan seperti ini, karena saya adalah ketua Lemasa pertama. Kalau kita bicara dana satu persen, maka pendukungnya banyak, bahkan ada saksi-saksinya. bukan hanya milik suku Amungme dan Kamoro, tetapi milik semua orang Papua yang ada dan itu yang sebetulnya,”ujar Anggaibak. (Ervi Ruban)