Silas Dukung Pemerintah Tutup Miras
pada tanggal
Monday, April 4, 2016
SAPA (TIMIKA) – Pakta Penutupan Minuman Keras (Miras) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua dan telah ditandatangani pemberlakuannya oleh semua bupati/walikota, DPRD, kepolisian dan kejaksaan di wilayah Papua mendapat dukungan dari salah satu tokoh masyarakat Papua di Mimika, Silas Natkime.
“Saya sangat mendukung Pakta Penutupan Miras tersebut. Semua pihak baik itu eksekutif, legeslatif dan yudikatif sudah sepakati dan tandatangani pakta itu, jadi pakta itu harus segera diterapkan di masing-masing kabupaten, tidak bisa tidak. Bila masih ada payung hukum lain yang dibutuhkan, itu harus segera dibuat Pemprov dan Pemkab, jangan dibiarkan berlama-lama agar pakta itu tidak sekadar wacana saja,” kata Silas kepada Salam Papua, Sabtu (3/4).
Silas menegaskan, sebagai tokoh masyarakat Papua, dirinya sangat mendukung Pakta Penutupan Miras itu karena sudah terbukti selama ini miras menjadi salah satu pimicu masalah, baik itu dalam keluarga atau dalam bermasyarakat. Miras juga telah menghancurkan, bahkan membunuh masyarakat, terlebih masyarakat asli Papua.
“Konflik suami dan istri, konflik antar masyarakat, bahkan antar suku yang disebabkan oleh miras harus segera dihentikan. Masyarakat asli Papua harus diselamatkan. Pakta itu kalau dilaksanakan secara serius tentu akan ikut menyelamatkan masyarakat secara umum, termasuk masyarakat asli Papua. Juga tidak ada konflik keluarga dan masyarakat di daerah ini,” tegas Silas.
Menurut Silas, upaya pemberantasan atau penutupan miras sejauh ini sudah dilaksanakan pemerintah di setiap daerah di Papua. Tapi pelaksanaannya asal-asalan atau slogan saja, apalagi ada pihak-pihak tertentu, baik itu oknum pejabat dan oknum aparat keamanan yang ikut membekengi bisnis miras ini, untuk memperkaya diri sendiri, sehingga Perda Miras atau peraturan lain terkait pelarangan atau penutupan miras tidak berjalan maksimal.
“Saya minta para Bupati, Kapolres, Kejaksaan dan stake holder lainnya untuk serius dan tegas melaksanakan Pakta Penutupan Miras tersebut. Harus awasi betul pelaksanaannya di lapangan dan berani memecat oknum pejabat dan oknum penegak hukum yang ikut membekengi bisnis miras ini. Sekali lagi, bila daerah ini bisa bebas miras , masyarakat bisa diselamatkan,” kata Silas.
Kepada para pengusaha miras, Silas meminta agar dengan kesadaran sendiri menutup usahanya itu. “Saya minta para pedagang miras untuk bertobat dan menghentikan bisnis miras itu. Bukalah usaha lain yang member dampak positif bagi masyarakat dan daerah ini,” ujar Silas.
Silas juga meminta pihak terkait melakukan langkah-langkah antisipasi terkait diberlakukannya Pakta Penutupan Miras ini agar tidak terjadi korban dalam masyarakat. “Para pemuka agama agar berperan aktif member siraman rohani kepada umatnya agar dengan kesadaran sendiri menjauhkan diri dari miras, karena miras sangat membahayakan kesehatan, juga memicu masalah dalam keluarga. Karena semua masyarakat sadar akan bahaya miras, maka kalau ada yang jual miras, masyarakat tidak mau mengonsumsinya dan dengan sendiri pengusaha miras akan tutup usahanya,” jelas Silas.
Sebaliknya, tambah Silas, kalau pun miras tidak ada karena sudah ditutup, tapi kalau keinginan masyarakat untuk mengonsumsi miras masih tinggi, maka masyarakat akan membuat, meracik miras senidiri atau membuat miras oplosan yang ujung-ujungnya memakan korban jiwa. “Sudah terbukti di Mimika beberapa tahun lalu, begitu juga di Jayapura dan daerah lain di Indonesia, ketika miras ditutup, masyarakat membuat miras sendiri menggunakan alcohol murni, sipritus dan lain-lain dicampur air, obat nyamuk dan jenis minuman ringan lainnya. Hasilnya setelah minum, kalau tidak mati, ya buta seumur hidup. Hal ini tidak boleh terjadi di Mimika,” tegas Silas. (tim)
“Saya sangat mendukung Pakta Penutupan Miras tersebut. Semua pihak baik itu eksekutif, legeslatif dan yudikatif sudah sepakati dan tandatangani pakta itu, jadi pakta itu harus segera diterapkan di masing-masing kabupaten, tidak bisa tidak. Bila masih ada payung hukum lain yang dibutuhkan, itu harus segera dibuat Pemprov dan Pemkab, jangan dibiarkan berlama-lama agar pakta itu tidak sekadar wacana saja,” kata Silas kepada Salam Papua, Sabtu (3/4).
Silas menegaskan, sebagai tokoh masyarakat Papua, dirinya sangat mendukung Pakta Penutupan Miras itu karena sudah terbukti selama ini miras menjadi salah satu pimicu masalah, baik itu dalam keluarga atau dalam bermasyarakat. Miras juga telah menghancurkan, bahkan membunuh masyarakat, terlebih masyarakat asli Papua.
“Konflik suami dan istri, konflik antar masyarakat, bahkan antar suku yang disebabkan oleh miras harus segera dihentikan. Masyarakat asli Papua harus diselamatkan. Pakta itu kalau dilaksanakan secara serius tentu akan ikut menyelamatkan masyarakat secara umum, termasuk masyarakat asli Papua. Juga tidak ada konflik keluarga dan masyarakat di daerah ini,” tegas Silas.
Menurut Silas, upaya pemberantasan atau penutupan miras sejauh ini sudah dilaksanakan pemerintah di setiap daerah di Papua. Tapi pelaksanaannya asal-asalan atau slogan saja, apalagi ada pihak-pihak tertentu, baik itu oknum pejabat dan oknum aparat keamanan yang ikut membekengi bisnis miras ini, untuk memperkaya diri sendiri, sehingga Perda Miras atau peraturan lain terkait pelarangan atau penutupan miras tidak berjalan maksimal.
“Saya minta para Bupati, Kapolres, Kejaksaan dan stake holder lainnya untuk serius dan tegas melaksanakan Pakta Penutupan Miras tersebut. Harus awasi betul pelaksanaannya di lapangan dan berani memecat oknum pejabat dan oknum penegak hukum yang ikut membekengi bisnis miras ini. Sekali lagi, bila daerah ini bisa bebas miras , masyarakat bisa diselamatkan,” kata Silas.
Kepada para pengusaha miras, Silas meminta agar dengan kesadaran sendiri menutup usahanya itu. “Saya minta para pedagang miras untuk bertobat dan menghentikan bisnis miras itu. Bukalah usaha lain yang member dampak positif bagi masyarakat dan daerah ini,” ujar Silas.
Silas juga meminta pihak terkait melakukan langkah-langkah antisipasi terkait diberlakukannya Pakta Penutupan Miras ini agar tidak terjadi korban dalam masyarakat. “Para pemuka agama agar berperan aktif member siraman rohani kepada umatnya agar dengan kesadaran sendiri menjauhkan diri dari miras, karena miras sangat membahayakan kesehatan, juga memicu masalah dalam keluarga. Karena semua masyarakat sadar akan bahaya miras, maka kalau ada yang jual miras, masyarakat tidak mau mengonsumsinya dan dengan sendiri pengusaha miras akan tutup usahanya,” jelas Silas.
Sebaliknya, tambah Silas, kalau pun miras tidak ada karena sudah ditutup, tapi kalau keinginan masyarakat untuk mengonsumsi miras masih tinggi, maka masyarakat akan membuat, meracik miras senidiri atau membuat miras oplosan yang ujung-ujungnya memakan korban jiwa. “Sudah terbukti di Mimika beberapa tahun lalu, begitu juga di Jayapura dan daerah lain di Indonesia, ketika miras ditutup, masyarakat membuat miras sendiri menggunakan alcohol murni, sipritus dan lain-lain dicampur air, obat nyamuk dan jenis minuman ringan lainnya. Hasilnya setelah minum, kalau tidak mati, ya buta seumur hidup. Hal ini tidak boleh terjadi di Mimika,” tegas Silas. (tim)