Mencari Pemimpin yang Mampu Atasi Masalah
pada tanggal
Monday, April 18, 2016

Jelas seseorang tidak akan mampu menyelesaikan persoalan secara keseluruhan. Akan tetapi sebagai pemimpin, ia mampu memilih orang yang mampu memecahkan persoalan pada satu bidang. Tenaganya terpakai untuk memilih orang-orang yang tepat seperti itu dan kemudian memberikan penghargaan kepada orang demikian. Persoalan yang ada di Indonesia sungguh kompleks. Yang paling sering disorot tentu saja masalah korupsi. Sampai sekarang masih belum ada penyelesaian yang bagus soal korupsi. Titik persoalannya bukan pada mencari orang yang sulit, tetapi ruang, media dan ''gerombolan'' koruptor itu terlalu banyak, terlalu gemuk. Ruang korupsi tidak hanya negara tetapi juga provinsi, kabupaten, bahkan sampai di desa. Mungkin pada tingkat keluarga juga ada.
Media untuk korupsi terlalu banyak. Tindakan itu bisa dilakukan melalui ruang makan di restoran, dengan metode kedekatan teman, tetapi juga bisa memakai telepon seluler. Bisa juga lewat kartu kredit. Indonesia mempunyai cukup banyak orang idealis untuk memberantas itu, tetapi kuantitas dan kualitas korupsi jauh lebih unggul.
Kita sadar bahwa pemberantasan ini masih memerlukan perjuangan besar. Ini mungkin salah satu contoh betapa sulitnya kita memberantas satu persoalan di Indonesia. Kita akan bertambah terperanjat lagi kalau kita melihat masalah pengangguran di Indonesia, pendidikan, perekonomian, utang negara, kemiskinan dan seterusnya. Tetapi, pemimpin yang baik adalah ia yang mampu memberikan prioritas bagi pemecahan masalah tersebut. Di antara berbagai masalah itu memang harus ada pemeringkatan dan kemudian diselesaikan secara bertahap sesuai dengan pemeringkatan tersebut.
Kelemahan kepemimpinan di Indoensia ini barangkali terletak pada ketidaktahanannya terhadap kritikan masyarakat. Dalam arti ketika prioritas itu sudah dilakukan, tiba-tiba saja kritik yang membahana di media massa membuat pemeringkatan itu berubah. Seharusnya, korupsi yang mendapat penanganan terlebih dulu, tiba-tiba berubah menjadi perdagangan internasional. Atau manakala kemiskinan harus mendapat penanganan, tiba-tiba berubah menjadi yang lain. Diakui atau tidak, hal ini akan memberikan pengaruh besar bukan saja kepada pembangunan tetapi kepada penanganan kesejahteraan. Untuk selanjutnya berpengaruh kepada sikap masyarakat.
Dengan demikian, calon pemimpin itu harulah memberikan sumbangan besar kepada upaya pemecahan masalah yang ada di suatu negara. Pemimpin jelas memahami persoalan demikian sehingga melalui pemahaman itulah ia memperkenalkan diri kepada masyarakat. Jadi, pada tahap perkenalan tidak perlu bermewah-mewah, banyak janji, apalagi yang muluk-muluk. Budaya politik masyarakat Indonesia tidak menghendaki pemimpin model demikian.(Redaksi)