-->

BATAS KESERAKAHAN

 “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada,” (Matius 6:21)

JOHN MacArthur, seorang pendeta dan penulis buku-buku pendalaman Alkitab di Amerika Serikat, menceritakan pengalamannya tentang masalah gaji yang dialaminya pada sebuah gereja tempatnya melayani. Jemaat itu memberikan gaji kepadanya dengan nominal yang sangat besar, lebih dari yang seharusnya ia dapatkan.

"Terlalu banyak. Mengapa kalian menggaji saya sedemikian besar?" ungkap MacArthur penuh tanda tanya kepada para pelayan di gerejanya.

Seorang penatua menjawabnya, "Karena kami ingin tahu apa yang akan Anda lakukan dengan apa yang tidak Anda perlukan."
Ia dengan sopan menolaknya dan meminta jemaat agar menggunakan, untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Terutama pelayanan kepada orang miskin dan sakit.

Saudaraku sekalian, uang tampaknya merupakan sebuah bahan ujian yang sangat baik bagi karakter kita. Seperti tersirat dalam pernyataan Tuhan Yesus, persoalannya bukan terletak pada berapa banyak uang yang kita miliki; persoalannya adalah di manakah hati kita berada. Sikap hati dan fokus hidup kita dapat terpancar dari cara kita mengelola uang.

Dari sini kita dapat melihat sebuah kenyataan hidup. Sebagian orang mungkin akan berdiam diri jika ditawarkan berkat gaji yang cukup besar. “Toh itu berkat yang sudah menjadi bagian saya,” pikirnya.

Namun beberapa akan bersuara lantang seperti MacArthur dan mempertanyakan kejanggalan ini. Sebab bagi mereka hal ini menyerang nurani mereka untuk bersyukur dengan tiap berkat yang seharusnya didapatkan.

Jarang sekali kita melihat adanya inisiatif untuk menyesesuaikan antara hak dan kewajiban. Kita juga perlu belajar menguasai diri, memahami batas antara kebutuhan dan keserakahan. Orang yang serakah akan menggunakan tipu daya atau menempuh cara yang tidak patut demi menambah tebal dompetnya.

Harapan besar untuk kita semua. Kiranya hati kita tertuju pada perkara yang benar, yakni;  mengumpulkan harta surgawi, bukan memburu harta duniawi yang hanya semakin menjatuhkan kita dalam pusaran gelap dosa.

Sebab orang yang bijak tidak akan pernah membiarkan dirinya diperhamba oleh uang, melainkan membatasi keserakahan atas uang dengan mendayagunakan benda tersebut sebagai hambanya. Serta menjadikan uang sebagai sarana untuk membagi berkat kepada sesama, atas syukur yang diterimanya dari Tuhan.

Marilah kita bersama-sama memeriksa hati kita. Apakah kita mengumpulkan uang karena hendak memuaskan keinginan pribadi? Ataukah kita menggunakan uang untuk memuliakan Allah dengan memberkati kehidupan orang-orang di sekitar kita dan memajukan Kerajaan-Nya?  (redaksi)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel