-->

Silas Natkime Terima Kasih Presiden Jokowi

SAPA (TIMIKA) – Tokoh masyarakat Suku Amungme, Silas Natkime menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena dalam tahun 2016 ini terjadi pembaharuan yang akan membawa banyak perubahan kearah yang lebih baik bagi Papua ke depan.

“Atas nama masyarakat Suku Amungme dan Papua kami sangat berterimakasih kepada Presiden Jokowi yang telah membuat pembaharuan dalam membangun Papua dan ini hal yang luar biasa. Momen ini juga bukan berasal dari pemerintah saja tapi  juga terlebih dari Tuhan yang menginginkan ada pembaharuan dan perubahan di Tanah Papua,” kata Silas saat diwawancarai di Waanal Coffee and Resto di Jalan Cendrawasih Poros SP 3, Distrik Kuala Kencana, Jumat (26/2).

Menurut Silas, pihaknya patut berterimakasih kepada Presiden Jokowi karena baru pada masa pemerintahan sekarang, Tanah Papua, baik itu Provinsi Papua dan Papua Barat mendapat perhatian lebih dan tersendiri. Bahkan Presiden Jokowi dan para Menterinya sudah berkunjung beberapa kali ke Tanah Papua untuk memulai dan meresmikan berbagai proyek pembangunan, termasuk mendengar secara langsung aspirasi dari masyarakat asli Papua. Apa yang dilakukan Presiden Jokowi ini tidak terjadi pada presiden-presiden sebelumnya.

“Presiden Jokowi memiliki hati yang mulia dan tersendiri bagi masyarakat Papua. Presiden Jokowi serius membangun Papua, Presiden Jokowi akan melakukan berbagai pembangunan yang nyata agar masyarakat Papua lebih maju, mandiri dan lebih sejahtera,” kata Silas.
Silas menjelaskan, selain memberi perhatian melalui pembangunan fisik dan non fisik, Presiden Jokowi juga menginginkan agar ada perubahan yang besar-besaran di PT Freeport Indonesia (PTFI)  ke depan yang akan memberi dampak positif dan keuntungan lebih bagi masyarakat Papua.

“Kami percaya Presiden Jokowi akan tetap memberi izin kepada PT Freeport untuk terus mengelola tambang di Tembagapura, tapi tidak lagi ada perusahaan-perusahaan titipan berbau politik yang meraup keuntungan besar untuk kelompok atau partai politik tertentu. Ini suatu praktek kotor yang sangat merugikan masyarakat Papua selama ini,” tegas Silas.

Silas menegaskan, kasus Papa Minta Saham yang melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto ternyata sudah berjalan di tubuh PT Freeport selama ini. Pada saat peluncuran buku Suku Amungme Menggugat Freeport yang ditulis oleh Bupati Mimika Eltinus Omaleng,SE pada Kamis (26/2) di Rimba Papua Hotel juga terungkap banyak perusahaan di luar Papua yang meraup keuntungan diatas Rp 2 Triliun tiap tahun dari proyek-proyek di Freeport.

“Saya dukung penuh dan sangat setuju dengan buku yang ditulis oleh Pak Bupati Mimika itu. Suku Amungme memang layak menggugat Freeport karena  memang ada banyak hal yang harus diluruskan, termasuk banyak perusahaan milik orang kuat dari partai politik tertentu atau orang dekat dari penguasa yang diberi proyek macam-macam. Mereka untung triliunan rupiah dari Freeport. Lalu kami yang punya hak ulayat atas gunung Tembagapura tersebut hanya jadi penonton saja, mereka kenyang, kami lapar, mereka kaya raya, kami ini tetap hidup miskin di atas tanah kami yang kaya. Ini praktek yang tidak benar dan tidak manusiawi jadi kami minta Presiden Jokowi untuk menghilang itu dari PT Freeport,” kata Silas.

Silas menambahkan, lokasi pembangunan smelter juga menjadi perdebatan panjang karena ada sejumlah perusahaan yang akan tutup bila smelter dibangun di Timika. Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak pada jasa pengiriman konsentrat dengan keuntungan triliunan rupiah tiap tahun. Karena itu, lanjut Silas, kalau mau agar masyarakat Papua mendapat keuntungan besar dari PT Freeport, maka smelter harus dibangun di Timika.

Silas juga menyoroti besaran dana 1 persen yang diberikan kepada masyarakat Amungme, Kamoro dan tujuh suku lainnya di Mimika tiap tahun yang jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan milik penguasa dan partai politik tertentu.

“Mereka (perusahaan-Red) itu hanya kerja proyek tertentu tiap tahun untung diatas Rp 2 triliun, sementara dana satu persen yang diberikan kepada masyarakat jumlahnya jauh dibawah itu. Ini bukan hanya tidak benar, tapi juga tidak adil. Kami yang punya gunung, kami yang punya emas dan tembaga itu, kami dapat sedikit saja, perusahaan-perusahaan itu milik orang luar Papua, mereka dapat banyak. Ini sekali lagi harus dihentikan, agar dana besar dari Freeport tidak lari ke luar Papua, tapi tetap berputar dalam masyarakat Papua. Dengan ini baru bisa dikatakan Freeport membangun Papua,” ujar Silas.

Silas sangat berharap agar dalam kontrak karya atau ijin pertambangan PT Freeport selanjutnya, pemilik hak ulayat dan tokoh adat dari semua suku asli Papua di Mimika dilibatkan. Bahkan harus diatur ulang tentang kepemilikan saham.

“Gunung yang kaya emas dan tembaga itu ada pimilik ulayatnya. Kami ini yang punya gunung itu. Masa gunung itu dieksploitasi dan menghasilkan banyak uang, tapi kami tidak dapat apa-apa. Karena itu, sebagai pemilik hak ulayat, kami harus punya saham minimal 30 persen,” kata Silas.

Tidak hanya tentang saham, Silas juga meminta kepada Presiden Jokowi agar Presiden Direktur (Presdir) PT Freeport pengganti Maroef Syamsuddin orang asli Papua, lebih khusus berasal dari suku-suku pemilik hak ulayat di Mimika.

“Siapa pun pengganti pak Maroef itu kewenangan pemerintah pusat. Kami berharap Presiden Jokowi mempercayakan itu kepada orang Amungme Kamoro yang sudah lama berkarya di PT Freeport, bukan orang dari luar Freeport. Lebih dari itu, teguh pendiriannya pada NKRI, punya misi dan visi untuk membangun dan memperbaiki derajat hidup masyarakat Papua, juga sudah dikenal oleh pemerintah pusat dan dunia luar,” ujar Silas.

Sementara tokoh masyarakat Amungme lainnya Ruben Wandik juga mengatakan dukungannya kepada Bupati Mimika dengan diterbitkannya buku Suku Amungme Menggugat Freeport. Menurut Ruben, selama ini memang harus diakui sudah ada yang dilakukan oleh Freeport kepada masyarakat Amungme Kamoro dan tujuh suku lainnya. Tapi ternyata nilai yang telah diberikan itu tidak ada artinya bila dibandingkan dengan yang didapat pihak-pihak lain di luar Papua.

“Kami masyarakat asli Papua kalau selama ini diberdayakan oleh Freeport, kami juga bisa memiliki perusahaan yang mampu mengerjakan semua proyek di PT Freeport. Karena itu, dengan adanya buku yang diterbitkan oleh Bupati Mimika, kiranya bisa menggugah pemerintah dan juga Freeport untuk semakin lebih memperhatikan masyarakat asli Papua. Jangan hanya berikan kepada kami dana satu persen, kami juga berhak mengerjakan proyek-proyek besar di Freeport yang selama ini diberikan kepada perusahaan luar. Dengan diberi kesempatan itu, tentu kami juga bisa memiliki sumber pendapatan lebih untuk merubah hidup kami, merubah nasib kami yang selama ini terpuruk dalam kemiskinan, menjadi lebih maju dan sejahtera,” kata Ruben. (tim redaksi)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel