-->

Kebangkitan Kembali 4-4-2 di Liga Primer

SAPA (LONDON) - banyak kesebelasan Liga Primer Inggris memakai formasi dasar 4-2-3-1, adalah Leicester City dan Watford yang berhasil memikat penonton dengan 4-4-2.

Sementara itu, Jamie Vardy, Odion Ighalo, dan Riyad Mahrez, bersama Romelu Lukaku, adalah mereka-mereka yang menjadi pembicaraan utama di Liga Primer karena bisa masuk ke jajaran top skorer.

Dahulu Liga Primer pernah menjadi rumahnya 4-4-2. Sekarang, Liga Primer bisa dibilang sedang bertransformasi, 4-4-2 bangkit kembali. Selain Watford dan Leicester, ada Manchester City, Tottenham Hotspur, West Ham United, Southampton, dan Liverpool yang mulai memakai skema dua penyerang kembali.

"Kitab suci" 4-4-2 prinsipnya mengajarkan bahwa menyerang, bukan penguasaan bola, adalah cara bertahan yang terbaik. Sementara 4-2-3-1 mengagungkan possession sebagai cara bertahan terbaik, karena jika kita terus menguasai bola, lawan tidak akan bisa menyerang.

Keduanya sebenarnya logis. Namun, musuh utama sepakbola possession adalah serangan balik, apalagi serangan balik yang cepat.
Di saat kesebelasan papan tengah dan papan bawah mulai mengubah skema bermain mereka, ada Aston Villa, Newcastle United, Sunderland, dan Swansea City yang masih memaksa bermain mainstream dengan satu penyerang di depan.

Hasilnya, dengan "pemain seadanya", bola jarang sampai ke depan, sehingga mereka bermain terlalu ke dalam. Ini membuat para penyerang mereka ditinggal sendirian di depan, sehingga lawan mudah mengantisipasi. Alhasil Villa, Newcastle, Sunderland, dan Swansea berkutat di zona degradasi. Sementara Watford dan Leicester tidak seperti itu.

Bahkan Spurs bertransformasi menjadi 4-4-2 ketika menyerang. Biasanya Dele Alli atau Erik Lamela yang menemani penyerang Harry Kane di depan, membuat Kane tidak sendirian di kotak penalti lawan.
Pada masanya dahulu, beberapa penyerang seperti Dennis Bergkamp, Teddy Sheringham, dan Gianfranco Zola bermain duet dengan pasangan mereka masing-masing, tapi posisi mereka lebih ke dalam. Membuat mereka bisa menciptakan ruang untuk rekan penyerang mereka di depan.

Manchester City juga musim ini sering bermain dengan 4-4-2 atau 4-2-2-2 (dua gelandang bertahan dan dua sayap) membuat ada empat pemain ketika sedang menyerang, dua gelandang bertahan yang menjaga bentuk, dan dua bek sayap yang selalu sigap untuk naik.
Serangan balik adalah senjata mereka yang tertindas

Pola 4-4-2, bukan 4-2-3-1, umumnya dilatih dari kecil kepada anak-anak dan para pemain muda di Inggris, sehingga mereka akan mudah untuk familiar. Sedangkan 4-2-3-1 lebih mengagungkan possession. Padahal possession tidak ada artinya jika kesebelasan tidak bisa menciptakan peluang dan gol. Mereka yang mengagungkan kontrol dan penguasaan bola kemungkinan besar pemuja 4-2-3-1.

Melihat kembali ke belakang, kita disuguhkan 4-2-3-1 yang sempurna saat Spanyol menjuarai Piala Eropa 2008, Piala Dunia 2010, dan Piala Eropa 2010 dengan berkali-kali memperoleh kemenangan dengan selisih satu gol.

Di Piala Dunia 2010 misalnya, di babak knock-out mereka selalu menang 1-0. Spanyol menunjukkan kepada kita bahwa memang bukan butuh banyak gol, melainkan hanya butuh satu gol lebih banyak dari lawan untuk menang. Apalagi di turnamen seperti Piala Dunia di mana kemenangan adalah segalanya.

Waktu terus berjalan, Juergen Klopp kemudian hadir dengan gegenpressing-nya, yang merupakan antitesis dari sepakbola kontrol dan possession, yaitu dengan menekan terus-menerus mereka yang mengagungkan penguasaan bola. Kita bisa lihat kembali Spanyol hancur lebur di saat Jerman berjaya di Piala Dunia 2014.

Sistem model Klopp sangat memaksimalkan perebutan bola, serangan balik, dan kecepatan. Kedatangannya di Liga Primer juga kebetulan berbarengan dengan kesebelasan papan bawah (ingat, Watford baru promosi dan Leicester terancam degradasi musim lalu) yang melawan "penjajahan" sepakbola possession dengan "perlawanan" melalui sepakbola menekan dan serangan balik.

Dari luar Inggris, ada Atletico Madrid dan Juventus yang merupakan contoh lain kesebelasan yang mengedepankan dua penyerang sebagai sistem mereka.
Pelajaran dari 4-4-2 untuk mengalahkan 4-2-3-1

Pola 4-4-2 umumnya akan membuat lapangan menjadi sangat sempit. Mereka akan menekan lawan hingga ke garis yang tinggi untuk mencegah lawan berlama-lama menguasai bola.

Usaha mereka akan dihadiahi oleh tekel dan intersep yang umumnya terjadi di tengah (bukan di sayap). Kita bisa lihat N'Golo Kante menjadi pemain yang paling banyak melakukan intersep (87) dan kedua terbanyak dalam urusan tekel (63), begitu juga Yohan Cabaye (72 intersep), atau Erik Pieters (66 intersep dan 62 tekel).

Kedua gelandang tengah dalam 4-4-2 adalah kombinasi mereka yang bekerja keras dari tekel, bergerak membaca bola (menghasilkan intersep), dan mengoper, seperti Kante dan Daniel Drinkwater (Leicester), Yaya Toure atau Fernando dan Fernandinho (City), Cheikhou Kouyate dan Mark Noble (West Ham), Eric Dier dan Moussa Dembele (Spurs), Geoff Cameron dan Glenn Whelan (Stoke), Cabaye dan James McArthur (Palace), sampai Etienne Capoue dan Ben Watson (Watford).

Kesebelasan-kesebelasan yang disebutkan di atas tidak akan bisa sukses menghentikan permainan possession a la 4-2-3-1 jika mereka tidak memiliki gelandang pekerja keras dalam tim mereka. Sebenarnya satu saja sudah cukup, tapi dua lebih baik.

Sementara Watford beda lagi. Ketika mereka memenangkan bola, bola langsung dikirim ke depan dengan Deeney atau Ighalo sebagai target operan.

Peran kedua penyerang juga disoroti dalam kebangkitan 4-4-2. Salah satu penyerang harus bisa memainkan dua posisi sekaligus, sehingga 4-4-2 bisa bertransformasi menjadi 4-4-1-1 atau 4-5-1, seperti misalnya Deeney atau Okazaki yang sering turun menjadi pemain penghubung ketika menyerang, dan pemain pengganggu ketika bertahan.

Bahkan MU, yang dinilai gagal (menghibur penonton) dengan sepakbola possession 4-2-3-1 sebenarnya bisa mengeksploitasi cara bermain 4-4-2 ini andaikan mereka masih memiliki Javier Hernandez. Pemain yang biasa dipanggil Chicharito ini bukan tipikal penyerang yang bisa sendirian di depan, ia adalah poacher yang butuh rekan di depan untuk mencari ruang. Tidak heran ia mengalami pencerahan di Bayer Leverkusen dengan sudah mencetak 19 gol di segala kompetisi karena sering berduet dengan Stefan Kiessling.

4-4-2 jenis baru sedang bertransformasi
4-4-2 pernah mengalami kematian karena sistem ini sudah mainstream pada masanya. Lawan sudah hafal dan tahu bagaimana cara mengantisipasinya. Sehingga ketika 4-2-3-1 muncul, sepakbola jadi mendapat "kitab suci" baru.

Sekarang, sebaliknya yang terjadi. 4-2-3-1 sudah mulai mainstream dan 4-4-2 yang anti-mainstream dan sudah mulai asing, sudah berkali-kali membuat bingung mereka yang mainstream. Tidak heran sistem ini, untuk saat ini, adalah sistem yang sedang mengalami kebangkitan kembali.

Tapi jangan heran jika 10-15 tahun lagi, "roda kehidupan" mulai berputar kembali dan 4-4-2 kembali menjadi mainstream dan malah 4-2-3-1 hadir kembali sebagai pencerahan.

Yang jelas untuk saat ini, selamat menikmati "reformasi" sistem di sepakbola yang sedang berlangsung. 4-4-2 sedang mengalami kebangkitan!(dtc)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel