-->

Jurnalis Asing Butuh Kebebasan Meliput

SAPA (JAYAPURA) - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura Victor C Mambor menyatakan, meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan membuka akses seluas-luasnya untuk jurnalis asing ke Papua, namun kondisi di lapangan tak seperti itu. Hingga kini akses jurnalis asing ke Papua masih sulit. Jurnalis asing juga tak hanya sekedar datang ke Papua, namun butuh kebebasan melakulan liputan.

Ini dikatakan Mambor ketika dihadirkan sebagai salah satu narasumber seminar nasional yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Auditorium LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta pertengahan pekan lalu.

Katanya, meski jurnalis asing bebas masuk ke Papua namun tak leluasa melakukan liputan, sama saja tak ada gunanya.

"Sebagai wartawan, kami tahu resiko. Hilang dan mati di tempat liputan itu resiko," kata Mambor.

Menurutnya, sejak Jokowi mengumumkan akses jurnalis asing ke Papua, ada 18 wartawan asing yang ke Papua. 12 orang diantaranya masuk karena undangan Kementerian Luar Negeri. Enam lainnya masuk secara independen. Ini dua hal yang berbeda. Tak semua wartawan asing yang ingin ke Papua secara independen bisa lolos. Salah satunya jurnalis Prancis yang akan ke Papua beberapa waktu lalu visanya ditolak tanpa alasan jelas. Apakah tak memenuhi prosedur atau ada hal lain.

"Ini salah satu yang menjadi bola liar. Kalau mereka ditolak atau tak memenuhi prosedur harus dijelaskan secara terbuka. Selain itu, yang jadi masalah adalah surat jalan. Wartawan dari radio Prancis diberikan surat jalan hanya untuk ke Jayapura sementara dia meliput tak hanya di Jayapura. Ketika keluar dari Jayapura itu jadi masalah lagi," ucapnya.

"Yang dari Prancis itu datang dengan dua ijin. Ijin liputan dan membuat vidio. Gara-gara liputannya dia dipanggil konsulat Indonesia di Bangkok. Saya tahu betul karena saya yang mengadvokasi," sambungnya.

Ia juga menilai, seolah ada kepanikan dari berbagai lembaga negara setelah media ramai memberitakan pernyataan Presiden Jokowi yang membuka akses jurnalis asing ke Papua.

"Mulai dari DPR, BIN, Kemenlu, Kemenkopolhukam dan lembaga negara lainnya. Responnya berbeda-beda. Saya mempertanyakan apakah presiden sudah berkoordinasi dengan kementerian dibawahnya. Itu masalah di Jakarta belum lagi di Papua sendiri," imbuhnya.

Menurutnya, meski para jurnalis asing sudah mendapat ijin dari Jakarta, namun jika sampai ke Papua sudah merupakan urusan Polda dan Kodam dan pihak lainnya. Katanya, sudah beberapa kali pihaknya mencoba untuk berdiskusi dengan Pangdam dan Kapolda setempat terkait wartawan asing. Tapi kedua institusi ini menolak.

"Saya juga bertanya-tanya apakah instruksi presiden sampai ke Kapolda dan Pangdam?" katanya.

Hal nyaris senada dikatakan Direktur Aliansi Demokrasi Papua (ALDP), Latifa Anum Siregar yang juga dihadirkan sebagai narasumber dalam seminar. Menurutnya, hingga kini akses jurnalis asing ke Papua belum sesuai harapan.

"Saya pikir hingga kini tak akan ada jurnalis yang dengan bangga menyebut dirinya orang pertama datang dan mendapat keleluasaan yang luar bisa ketika Jokowi sudah bicara membuka akses jurnalis asing ke Papua," imbuh Anum.

Narasumber lainnya, Tantow Yahya mengatakan, mengenai pernyataan Presiden Jokowi yang membuka pintu untuk jurnalis asing ke Papua, masih menjadi pro dan kontra ditingkat Pemerintah Pusat.

"Ketika kami berbicara dengan para pemangku kepentingan di pemerintah, mereka juga belum satu kata. Ada yang menginginkan, ada juga yang melihat dampak kebebasan itu sangat besar. Itulah kenapa sejak pemerintahan Pak Harto hingga SBY itu tak pernah dibuka. Kenapa kini dibuka," ucap Wakil Ketua Komisi I DPR RI itu. (Arjun)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel