Bukan Polisi Yang Mengikat dan Menganiaya Pelaku Pencabulan
pada tanggal
Monday, February 15, 2016
SAPA (TIMIKA) – Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Indonesia Aris Merdeka Sirait mengatakan bukan polisi yang melakukan penganiayaan terhadap pelaku pencabulan anak. Aris menegaskan hal itu setelah berbicara dengan pelaku penganiayaan di Polsek Mimika Baru (Miru), Sabtu (13/2).
Aris langsung turun ke Timika untuk mengecek langsung kebenaran terkait beredarnya foto penganiayaan terhadap pelaku pencabulan anak di media sosial facebook. Tak hanya Aris, tim dari Polda Papua juga sedang berada di Timika untuk mencari kebenaran foto tersebut.
Untuk memastikan hal itu, Aris dipersilakan Polres Mimika untuk bertemu langsung dengan AW pelaku pencabulan anak yang saat ini telah ditetapkan menjadi tersangka. Hampir satu jam berbicara dengan pelaku di Polsek Miru, Aris akhirnya mengetahui secara jelas dari mulut pelaku mengenai apa yang sebenarnya terjadi.
Kepada awak media di Polsek Miru, Sabtu (13/2), Aris mengklarifikasikan apa yang sebelumnya sempat membuat dirinya marah besar. Anggapan masyarakat luas bahwa polisi adalah pelaku tindak penganiayaan dalam foto tersebut, serta yang mengikat dan menelanjangi pelaku, ternyata salah besar.
Dari mulut pelaku AW sendiri, Aris mendengarkan bahwa yang mengikat, menelanjangi dan mengania dirinya bukan anggota polisi yang merespon ke TKP, melainkan dilakukan warga bersama keluarga korban sebelum polisi tiba di TKP. Tentang pelaku yang tidak mengenakan pakaian, pelaku mengaku hal itu dilakukan oleh dirinya sendiri, karena saat melakukan aksi bejatnya terhadap korban Mawar (10), pelaku membuka pakaiannya sendiri, sehingga ditangkap dalam keadaan tanpa pakaian atau bugil.
“Dia katakan sendiri kepada saya kalau yang mengikat dia adalah orang tua korban dengan dua orang warga yang ada di lokasi itu, dan dia telanjang karena sebelum memperkosa korban, dia membuka semua pakaiannya. Jadi saat ketahuan dia lari, tidak sempat memakai kembali pakaiannya,” ungkap Aris.
Dengan demikian, Aris menyampaikan secara tegas bahwa foto yang dilihat masyarakat melalui media sosial dan menimbulkan asumsi negatif terhadap polisi serta argumen-argumen yang kurang baik dari masyarakat terhadap Polisi, ternyata salah besar.
"Bahkan dia (pelaku pencabulan-Red) tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada dirinya jika polisi tidak datang ke TKP, karena disitu dia diarak oleh warga, disitu kan warga sudah banyak," tegas Aris.
Sementara Wakapolda Papua Brigjend Pol Rudolf A Rodja bersama tim dari Direktorat Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Papua, yang juga turun ke Timika guna mencari kebenaran foto yang sama, kepada awak media mengatakan, pihaknya telah mengambil keterangan terhadap dua regu anggota polisi dari Polres Mimika dan jajarannya Polsek Miru. Ternyata apa yang terjadi dan menjadi persepsi masyarakat melalui media sosial, tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.
“Saya datang kesini bersama Direskrimum, untuk mengetahui cerita yang sebenarnya itu bagaimana. Seolah-olah polisi yang melakukan perbuatan tersebut, tetapi yang sebenarnya terjadi adalah ini adalah rangkaian cerita. Ada dua regu yang ke sana baik Polres maupun Polsek. Ini sudah diambil keterangannya oleh Propam Polda, dan sekarang penyidiknya dari Polda Papua,” kata Wakapolda di Polres Mimika.
Sementara itu Kapolres Mimika AKBP Yustanto Mujiharso, Minggu (14/2) di kantor pelayanan Polres Mimika mengatakan, polisi juga harus mempunyai fakta hukum ke masyarakat melalui beberapa pihak, bisa saja media massa, KPAI maupun Komnas HAM, yang rencananya Senin (15/2) akan tiba di Timika untuk mencari kebenaran yang sama.
“Kita tidak pernah merekayasa kasus, nanti kita akan sodorkan beliau-beliau itu (Komnas HAM-Red) biar ketemu dengan pelakunya, biar ketemu dengan anggota kita juga, biar ketemu dengan korban dan orang tua korban. Kalau memang nanti mau ketemu dengan saksi-saksi yang perlu diwawancara, silakan, kita akan berikan,” kata Yustanto.
Yustanto menyayangkan rangkaian cerita yang diekspos melalui media sosial dan sejumlah media massa yang menyudutkan pihak Kepolisian. Karena apa yang dikatakan, apa yang menjadi asumsi serta timbulnya argumen di masyarakat, tidak sesuai dengan kebenaran yang terjadi di TKP pada saat itu.
Menanggapi dalam foto terlihat seorang oknum anggota polisi hendak menendang pelaku pencabulan, Kapolres mengatakan tindakan represif terkadang dilakukan apabila anggotanya sudah berada diambang batas persuasif. Namun hal itu secara pasti akan menjadi bahan evaluasi kedepannya.
“Pasti itu menjadi evaluasi. Tetapi tindakan represif itu terkadang dilakukan ketika sudah diambang batas persuasif. Ketika orang itu kita bawa kemudian berontak saat kita masukkan ke dalam mobil. Apalagi saat itu pelaku pencabulan dalam keadaan mabuk, dia minum dextro,” kata Kapolres Yustanto. (Saldi Hermanto)
Aris langsung turun ke Timika untuk mengecek langsung kebenaran terkait beredarnya foto penganiayaan terhadap pelaku pencabulan anak di media sosial facebook. Tak hanya Aris, tim dari Polda Papua juga sedang berada di Timika untuk mencari kebenaran foto tersebut.
Untuk memastikan hal itu, Aris dipersilakan Polres Mimika untuk bertemu langsung dengan AW pelaku pencabulan anak yang saat ini telah ditetapkan menjadi tersangka. Hampir satu jam berbicara dengan pelaku di Polsek Miru, Aris akhirnya mengetahui secara jelas dari mulut pelaku mengenai apa yang sebenarnya terjadi.
Kepada awak media di Polsek Miru, Sabtu (13/2), Aris mengklarifikasikan apa yang sebelumnya sempat membuat dirinya marah besar. Anggapan masyarakat luas bahwa polisi adalah pelaku tindak penganiayaan dalam foto tersebut, serta yang mengikat dan menelanjangi pelaku, ternyata salah besar.
Dari mulut pelaku AW sendiri, Aris mendengarkan bahwa yang mengikat, menelanjangi dan mengania dirinya bukan anggota polisi yang merespon ke TKP, melainkan dilakukan warga bersama keluarga korban sebelum polisi tiba di TKP. Tentang pelaku yang tidak mengenakan pakaian, pelaku mengaku hal itu dilakukan oleh dirinya sendiri, karena saat melakukan aksi bejatnya terhadap korban Mawar (10), pelaku membuka pakaiannya sendiri, sehingga ditangkap dalam keadaan tanpa pakaian atau bugil.
“Dia katakan sendiri kepada saya kalau yang mengikat dia adalah orang tua korban dengan dua orang warga yang ada di lokasi itu, dan dia telanjang karena sebelum memperkosa korban, dia membuka semua pakaiannya. Jadi saat ketahuan dia lari, tidak sempat memakai kembali pakaiannya,” ungkap Aris.
Dengan demikian, Aris menyampaikan secara tegas bahwa foto yang dilihat masyarakat melalui media sosial dan menimbulkan asumsi negatif terhadap polisi serta argumen-argumen yang kurang baik dari masyarakat terhadap Polisi, ternyata salah besar.
"Bahkan dia (pelaku pencabulan-Red) tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada dirinya jika polisi tidak datang ke TKP, karena disitu dia diarak oleh warga, disitu kan warga sudah banyak," tegas Aris.
Sementara Wakapolda Papua Brigjend Pol Rudolf A Rodja bersama tim dari Direktorat Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Papua, yang juga turun ke Timika guna mencari kebenaran foto yang sama, kepada awak media mengatakan, pihaknya telah mengambil keterangan terhadap dua regu anggota polisi dari Polres Mimika dan jajarannya Polsek Miru. Ternyata apa yang terjadi dan menjadi persepsi masyarakat melalui media sosial, tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.
“Saya datang kesini bersama Direskrimum, untuk mengetahui cerita yang sebenarnya itu bagaimana. Seolah-olah polisi yang melakukan perbuatan tersebut, tetapi yang sebenarnya terjadi adalah ini adalah rangkaian cerita. Ada dua regu yang ke sana baik Polres maupun Polsek. Ini sudah diambil keterangannya oleh Propam Polda, dan sekarang penyidiknya dari Polda Papua,” kata Wakapolda di Polres Mimika.
Sementara itu Kapolres Mimika AKBP Yustanto Mujiharso, Minggu (14/2) di kantor pelayanan Polres Mimika mengatakan, polisi juga harus mempunyai fakta hukum ke masyarakat melalui beberapa pihak, bisa saja media massa, KPAI maupun Komnas HAM, yang rencananya Senin (15/2) akan tiba di Timika untuk mencari kebenaran yang sama.
“Kita tidak pernah merekayasa kasus, nanti kita akan sodorkan beliau-beliau itu (Komnas HAM-Red) biar ketemu dengan pelakunya, biar ketemu dengan anggota kita juga, biar ketemu dengan korban dan orang tua korban. Kalau memang nanti mau ketemu dengan saksi-saksi yang perlu diwawancara, silakan, kita akan berikan,” kata Yustanto.
Yustanto menyayangkan rangkaian cerita yang diekspos melalui media sosial dan sejumlah media massa yang menyudutkan pihak Kepolisian. Karena apa yang dikatakan, apa yang menjadi asumsi serta timbulnya argumen di masyarakat, tidak sesuai dengan kebenaran yang terjadi di TKP pada saat itu.
Menanggapi dalam foto terlihat seorang oknum anggota polisi hendak menendang pelaku pencabulan, Kapolres mengatakan tindakan represif terkadang dilakukan apabila anggotanya sudah berada diambang batas persuasif. Namun hal itu secara pasti akan menjadi bahan evaluasi kedepannya.
“Pasti itu menjadi evaluasi. Tetapi tindakan represif itu terkadang dilakukan ketika sudah diambang batas persuasif. Ketika orang itu kita bawa kemudian berontak saat kita masukkan ke dalam mobil. Apalagi saat itu pelaku pencabulan dalam keadaan mabuk, dia minum dextro,” kata Kapolres Yustanto. (Saldi Hermanto)