Menteri Agama Minta Masyarakat Tak Ikut Gafatar
pada tanggal
Friday, January 15, 2016

Ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Lukman mengatakan sampai saat ini aparat penegak hukum masih melakukan penyelidikan lebih intensif terkait Gafatar. Organisasi ini, ujarnya, tidak terdaftar dalam Kementerian Dalam Negeri.
Tak hanya itu, Lukman menyampaikan menurut kajian MUI, organisasi tersebut tidak mengikuti salah satu ajaran atau agama yang menjadi aliran utama manapun. Menurutnya, gerakan ini tidak pernah menyatakan diri sebagai organisasi Islam, karena ingin menyatukan agama Nabi Ibrahim seperti Islam, Yahudi, dan Kristiani.
"Jadi dari sisi keormasan, mereka ilegal dan dari sisi paham keagamaan dia bukan agama Islam, Kristen, Yahudi, dan seterusnya. Maka tentu ini bukan organisasi yang layak untuk diikuti masyarakat," ujar Lukman, Rabu (13/1).
Lukman menyebut, Gafatar memiliki potensi untuk mengancam keamanan selayaknya kelompok radikal. Ia menyampaikan, tim penelitian dan pengembangan (litbang) Kementerian Agama bekerjasama dengan polisi, Kemendagri, dan Kejaksaan Agung, tengah mendalami kemungkinan tersebut dengan mencari tahu seluk beluk soal organisasi, motif yang melatarbelakangi penyebarluasan paham ini, dan apakah ada afiliasi dengan organisasi lain.
"Kami belum bisa menyimpulkan apakah ini semata-mata paham keagamaan saja atau paham keagamaan ini hanya dijadikan cover atau bungkus saja, tapi kemudian ada agenda lain yang kami enggak tahu,"ujarnya.
Lukman mengaku, pihaknya tengah menggali informasi dari orang-orang yang sudah ditemukan dalam rangka melakukan konfirmasi dan klarifikasi mengenai kegiatan apa saja dan hal-hal apa saja yang dihadapi ketika menghilang, sehingga bisa didapatkan data-data yang lebih akurat.
Ia pun mengaku belum bisa menyimpulkan apakah ada keterlibatan pemimpin Al-Qiyadah Al-Islamiah, Ahmad Musadeq, meski ada kecenderungan dan dugaan yang mengarah ke sosok itu.
"Kami saat ini belum bisa menyimpulkan apapun terkait hal ini. Meskipun kecenderungan dan dugaan-dugaan itu ada, tapi tidak bisa disimpulkan begitu saja. Harus didalami dan diperkuat data-data dan temuan-temuan di lapangan. Ini yang sedang dan terus secara intensif dilakukan oleh aparat penegak hukum," ujarnya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini juga mengungkapkan, sebenarnya gerakan ini dulu sudah pernah ada. Namun, menurutnya, skalanya tidak semasif saat ini, sehingga menimbulkan keresahan yang luar biasa dalam masyarakat. Penyebarannya pun, ucapnya, sebagian besar sudah di wilayah Jawa Barat dan beberapa wilayah Jawa Tengah.
"Karena ada anggota masyarakat yang tidak diketahui keberadaaannya, hilang, yang ini juga karena mengikuti paham ini. Nah, ini yang kemudian menimbulkan keresahan. Kalau dulu keresahan yang ditimbulkan tidak sebesar sekarang," ujarnya.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memperhatikan pola gerakan Gafatar menyebut bahwa organisasi itu terindikasi pecahan Al-Qiyadah Al-Islamiah yang dahulu dipimpin Ahmad Musadeq.
"Gafatar ini metamorfosis dari beberapa aliran. Ini yang sedang kami kaji. Salah satunya di beberapa daerah dia terindikasi sebagai pecahan Al-Qiyadah Al-Islamiyah," kata Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis.
Menurut Cholil, pola gerakan Gafatar di tiap daerah berbeda-beda. Namun, gerakan ini mirip dengan gerakan yang pernah dibawa Ahmad Musadeq.
"Ada sebagian di Aceh itu memang jelas pecahannya Al-Qiyadah Al-Islamiah Ahmad Musadeq. Ada juga pecahan Dien Abraham," ujar Cholil.
Untuk itu, MUI saat ini sedang melakukan pengkajian mendalam terkait organisasi ini. Apalagi belakangan marak adanya laporan orang hilang secara misterius dan diduga kuat bergabung dengan Gafatar.
"Ini kami sedang mendalami dan meneliti secara komprehensif. Nanti setelah ada kesimpulan dari hasil penelitian, akan kami sampaikan dengan terbuka soal Gafatar ini," kata Cholil.
Mengenai Al Qiyadah Al Islamiah, organisasi ini pernah ramai diperbincangkan beberapa tahun yang lalu saat muncul orang bernama Ahmad Musadeq yang mengaku sebagai nabi setelah Nabi Muhammad. Musadeq saat itu merekrut banyak orang dan mengajarkan ajaran yang dianggap menyimpang, termasuk dalam tata cara beribadah. Al-Qiyadah Al-Islamiah dinyatakan organisasi terlarang dan akhirnya dibubarkan.
Sementara itu, di website Gafatar, organisasi ini disebut dideklarasikan di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 2012. Awalnya, organisasi berlambang sinar matahari berwarna oranye ini terdiri dari 14 DPD. Tidak ada perkembangan soal jumlah kepengurusan, namun di website lain disebutkan jumlah kepengurusan berkembang hingga 34 DPD.
Dasar pendirian organisasi adalah belum merdekanya Indonesia. Menurut mereka, Indonesia masih dijajah neokolonialis. Di sisi lain, para pejabat serakah dan kerap bertindak amoral. "Kenyataan ini membuat kami terpicu untuk berbuat," tulis situr Gafatar.
Organisasi Gafatar mulai mencuat setelah hilangnya dokter Rica Tri Handayani dan anak balitanya, Zafran Alif Wicaksono. Polisi menduga Rica bergabung dengan salah satu organisasi bernama Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar.
Namun polisi masih menganalisis keberadaan Gafatar di Indonesia. Sejauh ini, Kepolisian RI belum mendalami dan memetakan secara spesifik tentang misi serta aktivitas Gafatar. (Cnn)