Pemerintah Harus Perhatikan Kopi Papua
pada tanggal
Monday, July 4, 2016
SAPA (JAYAPURA) - Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pertanian diminta lebih memperhatikan pengembangan kopi di Papua yang terbukti mampu memberikan kesejahteraan petani di wilayah tersebut, terutama di kawasan pegunungan tengah.
Gubernur Papua Lukas Enembe di, Jayapura Minggu mengatakan, selama ini daerah gunung identik dengan kemiskinan, konflik serta masyarakat yang tertutup, oleh karena itu untuk menghatasi hal tersebut tidak semata-mata membangun infrastuktur namun harus menghidupkan ekonomi masyarkat salah satunya dengan kopi.
"Ingin mensejahterakan masyarakat gunung, maka kembangkan kopi. Dengan kopi masyarakat Papua bisa mendapatkan penghasilan yang menarik sehingga kesejahteraan lebih baik. Serta membuka interaksi orang gunung dengan orang luar," kata Gubernur.
Menurut dia, luas areal kopi di Papua pada 2015 tercatat 10.113 ha, dengan produktivitas per ha hanya 438 kg, dengan wilayah sentra adalah Kabupaten Jayawijaya seluas hampir 3.091 ha. Sedangkan sisanya tersebar di beberapa Kabupaten di Pegunungan seperti Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Yahukimo, Puncak, Paniai, Tolikara, Lanny Jaya, Intan Jaya, Dogiyai, Nduga dan Mimika.
Pengembangan kopi, tambahnya, selaras dengan visi Papua yakni Bangkit, Mandiri dan Sejahtera, artinya dengan kopi masyarakat Papua dapat bangkit dengan memanfaatkan potensi sumber daya alamnya.
Bahkan melalui kopi masyarakat dapat meraih kemandirian dari usaha perkebunan yang dikembangkan pada skala ekonomi sehingga dapat memperoleh mendapatkan pendapatan yang layak dan berkelanjutan sehingga mereka bisa menolong dirinya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain.
"Jadi tujuan akhirnya yakni masyarakat sejahtera, yaitu masyarakat Papua bisa memperoleh pendapatan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Lucas, Pemerintah Daerah melakukan berbagai upaya meningkatkan luasan dan produksi kopi Papua terkait dengan visi tersebut.
Namun demikian dia mengakui jika mengandalkan APBD tentu tidak cukup, sehingga perlu adanya dukungan pusat agar jangkauan pengembangan kopi di Papui lebih luas.
Hanya saja, menurut dia, sering sekali pengembangan kopi didaerah tidak selalu didukung oleh Pemerintah Pusat. Bahkan belakangan ini terlihat Kementerian Pertanian (Kementan) disibukan dengan peningkatan produksi pangan dalam hal ini padi, jagung, dan kedelai (pajale).
Padahal, Lucas menambahkan, yang dinamakan pertanian tidak hanya komoditas pangan saja, namun juga komoditas perkebunan di antaranya kopi yang masuk sebagai salah satu komoditas penyumbang devisa negara.
"Kabarnya Pemerintah Pusat akan memberikan perhatian pada kopi, tapi sampai sekarang tidak ada realisasinya. Sementara Kementan fokusnya hanya pangan melulu," ujarnya.
Lucas mengakui, pemerintah perlu mencapai swasembada pangan, tapi bagaimana masyarakat bisa membeli makanan kalau tidak mempunyai sumber penghasilan yang menarik, sehingga dalam hal ini diperlukan dukungan untuk dapat mengembangkan kopi organik di Papua agar bisa menghasilkan biji kopi specialty.
"Ini adalah strategi membuat petani kopi di Papua agar lebih sejahtera," tegas Lucas.
Diminati Asing Sementara itu Kepala Dinas Perkebunan Papua, John D. Nahumury menambahkan bahwa kopi Papua cukup diminati di dalam dan luar negeri termasuk juga untuk memenuhi kebutuhan gerai kopi Starbucks.
Saat ini permintaan akan kopi Papua dari kalangan pemilik cafe ataupun eksportir dari Jakarta dan Surabaya cukup besar, tambahnya, bahkan, pemerintah Polandia menyatakan minatnya untuk mendapatkan kopi Papua sebagaimana disampaikan wakil kedutaan besar Polandia untuk Indonesia saat kunjungan ke Papua beberapaa waktu lalu.
"Hanya saja pasokan biji kopi yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Itu sebabnya pemerintah daerah fokus pada pengembangan kopi karena pasarnya sudah tersedia," ujarnya.
Melihat hal ini, menurut dia diperlukan berbagai program peningkatkan produksi baik itu program perluasan, intesifikasi dengan memberikan bantuan bibit dan pupuk organik.
Selain sarana produksi juga perlu diberikan bantuan sarana pengolahan dan pasca panen. Lalu pada setiap Kabupaten didirikan sejumlah gudang penyimpanan kopi.
"Namun dari semua itu hal yang perlu didorong tentu saja peningkatan mutu, itu sebabnya perlu adanya tenaga pendamping. Serta daerah pengembangan harus dijadkan kawasan Indikasi Geografis," ucap John.
Untuk itu, lanjut Jhon, agar bisa membangun kopi Papua sebagai motor penggerak ekonomi masyarakat Papua maka harus melibatkan sinergi antara pusat baik itu Kementan, Kementerian Perdagangan ataupun kementerian lainnya serta juga Pemerintah Provinsi dan Kabupaten melalui sebuah gerakan.
"Tanpa itu maka pengembangan kopi akan bersifat parsial dan tidak akan memberikan manfaat yang efektif," katanya.
Peneliti senior asal Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Retno Hulupi menegaskan untuk meningkatkan produksi kopi nasional maka perlu segera dilakukan pergantian tanaman dengan klon-klon unggul.
Diantaranya, lanjutnya, klon khususnya arabika yang tahan terhadap nematoda dan punya cita rasa baik, serta pemberian pupuk yang sesuai dengan kondisi lahan.
"Namun sebaiknya selain bantuan fisik, hal utama yang harus disediakan pemerintah adalah pendampingan. Tanpa itu hasil maksimal dari bantuan yang akan diberikan tidak akan diraih," ujar Retno. (ant)
Gubernur Papua Lukas Enembe di, Jayapura Minggu mengatakan, selama ini daerah gunung identik dengan kemiskinan, konflik serta masyarakat yang tertutup, oleh karena itu untuk menghatasi hal tersebut tidak semata-mata membangun infrastuktur namun harus menghidupkan ekonomi masyarkat salah satunya dengan kopi.
"Ingin mensejahterakan masyarakat gunung, maka kembangkan kopi. Dengan kopi masyarakat Papua bisa mendapatkan penghasilan yang menarik sehingga kesejahteraan lebih baik. Serta membuka interaksi orang gunung dengan orang luar," kata Gubernur.
Menurut dia, luas areal kopi di Papua pada 2015 tercatat 10.113 ha, dengan produktivitas per ha hanya 438 kg, dengan wilayah sentra adalah Kabupaten Jayawijaya seluas hampir 3.091 ha. Sedangkan sisanya tersebar di beberapa Kabupaten di Pegunungan seperti Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Yahukimo, Puncak, Paniai, Tolikara, Lanny Jaya, Intan Jaya, Dogiyai, Nduga dan Mimika.
Pengembangan kopi, tambahnya, selaras dengan visi Papua yakni Bangkit, Mandiri dan Sejahtera, artinya dengan kopi masyarakat Papua dapat bangkit dengan memanfaatkan potensi sumber daya alamnya.
Bahkan melalui kopi masyarakat dapat meraih kemandirian dari usaha perkebunan yang dikembangkan pada skala ekonomi sehingga dapat memperoleh mendapatkan pendapatan yang layak dan berkelanjutan sehingga mereka bisa menolong dirinya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain.
"Jadi tujuan akhirnya yakni masyarakat sejahtera, yaitu masyarakat Papua bisa memperoleh pendapatan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Lucas, Pemerintah Daerah melakukan berbagai upaya meningkatkan luasan dan produksi kopi Papua terkait dengan visi tersebut.
Namun demikian dia mengakui jika mengandalkan APBD tentu tidak cukup, sehingga perlu adanya dukungan pusat agar jangkauan pengembangan kopi di Papui lebih luas.
Hanya saja, menurut dia, sering sekali pengembangan kopi didaerah tidak selalu didukung oleh Pemerintah Pusat. Bahkan belakangan ini terlihat Kementerian Pertanian (Kementan) disibukan dengan peningkatan produksi pangan dalam hal ini padi, jagung, dan kedelai (pajale).
Padahal, Lucas menambahkan, yang dinamakan pertanian tidak hanya komoditas pangan saja, namun juga komoditas perkebunan di antaranya kopi yang masuk sebagai salah satu komoditas penyumbang devisa negara.
"Kabarnya Pemerintah Pusat akan memberikan perhatian pada kopi, tapi sampai sekarang tidak ada realisasinya. Sementara Kementan fokusnya hanya pangan melulu," ujarnya.
Lucas mengakui, pemerintah perlu mencapai swasembada pangan, tapi bagaimana masyarakat bisa membeli makanan kalau tidak mempunyai sumber penghasilan yang menarik, sehingga dalam hal ini diperlukan dukungan untuk dapat mengembangkan kopi organik di Papua agar bisa menghasilkan biji kopi specialty.
"Ini adalah strategi membuat petani kopi di Papua agar lebih sejahtera," tegas Lucas.
Diminati Asing Sementara itu Kepala Dinas Perkebunan Papua, John D. Nahumury menambahkan bahwa kopi Papua cukup diminati di dalam dan luar negeri termasuk juga untuk memenuhi kebutuhan gerai kopi Starbucks.
Saat ini permintaan akan kopi Papua dari kalangan pemilik cafe ataupun eksportir dari Jakarta dan Surabaya cukup besar, tambahnya, bahkan, pemerintah Polandia menyatakan minatnya untuk mendapatkan kopi Papua sebagaimana disampaikan wakil kedutaan besar Polandia untuk Indonesia saat kunjungan ke Papua beberapaa waktu lalu.
"Hanya saja pasokan biji kopi yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Itu sebabnya pemerintah daerah fokus pada pengembangan kopi karena pasarnya sudah tersedia," ujarnya.
Melihat hal ini, menurut dia diperlukan berbagai program peningkatkan produksi baik itu program perluasan, intesifikasi dengan memberikan bantuan bibit dan pupuk organik.
Selain sarana produksi juga perlu diberikan bantuan sarana pengolahan dan pasca panen. Lalu pada setiap Kabupaten didirikan sejumlah gudang penyimpanan kopi.
"Namun dari semua itu hal yang perlu didorong tentu saja peningkatan mutu, itu sebabnya perlu adanya tenaga pendamping. Serta daerah pengembangan harus dijadkan kawasan Indikasi Geografis," ucap John.
Untuk itu, lanjut Jhon, agar bisa membangun kopi Papua sebagai motor penggerak ekonomi masyarakat Papua maka harus melibatkan sinergi antara pusat baik itu Kementan, Kementerian Perdagangan ataupun kementerian lainnya serta juga Pemerintah Provinsi dan Kabupaten melalui sebuah gerakan.
"Tanpa itu maka pengembangan kopi akan bersifat parsial dan tidak akan memberikan manfaat yang efektif," katanya.
Peneliti senior asal Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Retno Hulupi menegaskan untuk meningkatkan produksi kopi nasional maka perlu segera dilakukan pergantian tanaman dengan klon-klon unggul.
Diantaranya, lanjutnya, klon khususnya arabika yang tahan terhadap nematoda dan punya cita rasa baik, serta pemberian pupuk yang sesuai dengan kondisi lahan.
"Namun sebaiknya selain bantuan fisik, hal utama yang harus disediakan pemerintah adalah pendampingan. Tanpa itu hasil maksimal dari bantuan yang akan diberikan tidak akan diraih," ujar Retno. (ant)