Menkopolhukam Minta Pendeta Awasi Dana Desa
pada tanggal
Friday, June 17, 2016
SAPA (JAYAPURA) - Menteri Koordinastor bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam( Republik Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan meminta kepada para pendeta dan tokoh agama Kristen di Papua untuk dapat mengawal penyaluran dana desa di setiap kampung yang merupakan program pemerintah pusat.
“Dana desa ini penting, yang sudah dimulai tahun 2015 lalu untuk setiap kampung kita kucurkan Rp. 700 juta. Kemudian tahun 2016 dikucurkan Rp. 1,6 milyar. Tahun 2017 kami naikkan lagi Rp. 1,7 milyar. Berikutnya Rpp. 2,3 milyar bagi setiap kampung,” kata Luhut pada acara Tata Muka Menteri Koordinastor bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia , Luhut Binsar Panjaitan dan Kepala Bappenas Sofyan Djalil dengan Tokoh Agama Kristen se Provinsi Papua di Sasana Krida Kantor Gubernur Papua Kamis (16/6).
Seraya memberikan gambaran ada 50 Kepala Keluarga pada satu kampung. Jika dikalikan tiga dan dikalikan empat lagi maka setiap desa mendapat anggaran Rp. 200 milyar. Akan tetapi jika dana tersebut tidak dapat dikelola dengan baik. Bahkan ada selentingan dana desa ini dipakai oleh oknum kepala kampung untuk kawin lagi atau dana itu digunakan untuk potong babi.
“Pendeta mesti mengingatkan kepala – kepala kampung /desa. Syukur – syukur para pendeta ikut terjun dan mendampingi kepala – kepala desa untuk bagaimana mengelola dana ini, supaya memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya,”tukasnya.
Untuk itu dirinya meminta kepada para pendeta agar jangan hanya berbicara di mimbar saja, tetapi harus turun kebawah dan langsung ke masyarakat sehingga ada perbuatan serta dapat dicontoh masyarakat.
“Oleh karena itu saya pikir pelaksanaan program pemerintah dalam menangani dana desa ini bapak ibu sekalian harus berperan. Saya minta ijin Gubernur, para bupati/walikota untuk mendorong juga agar gereja ikut berperan dalam dana desa tadi. Gereja bisa juga memberikan sambungannya dengan Universitas Kristen. Sebab jangan sampai orang Papua justru termarginalkan oleh orang lain yang lebih tinggi dari sisi intelektualnya. Karena pendidikannya tidak bagus.
“Oleh karena itu bapak penderta semua dalam khotbah nanti, ingatkan jemaatnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan kalau tidak kita nanti dijajah oleh orang lain secara intelektual. Karena kedepan ini, bukaan penjajahan kolonial lagi tetapi penjajahan intelektual. Karena kita bodoh dan tidak ada kepintaran maka itu jangan sampai terjadi.
Para pendeta harus mendorong jemaatnya untuk bekerja,”sarannya.
Lanjutnya lagi saat ini pemerintah sedang membangun infrastruktur dimana – mana termasuk di Papua yang sedang direncanakan pembangunan listrik berkekuatan air di Mamberamo. Untuk pembangunan ini orang Papua juga harus mengawalnya. Akan tetapi kalau orang Papua itu tidak bisa baik dan tidak mengerti pekerjaannya. Nanti malah orang lain yang bekerja. Seraya memberikan contoh kasus di PT Freeport Indonesia yang karyawannya mayoritas diisi kaum pendatang, sehingga nanti menimbulkan lagi kemarahan.
“Karena itu dalam setiap khotbah agar jangan pernah lupa menekankan dispilin, pendidikan, kejujuran, fighting spirit. Orang Papua harus lalkukan itu dan gereja tempat melakukan yang terbaik. Saya percaya dengan bapak/ibu pendeta jika melakukan hal itu pada setiap minggu akan membawa dampak yang bagus untuk setiap orang Papua,”tandasnya. (maria fabiola)
“Dana desa ini penting, yang sudah dimulai tahun 2015 lalu untuk setiap kampung kita kucurkan Rp. 700 juta. Kemudian tahun 2016 dikucurkan Rp. 1,6 milyar. Tahun 2017 kami naikkan lagi Rp. 1,7 milyar. Berikutnya Rpp. 2,3 milyar bagi setiap kampung,” kata Luhut pada acara Tata Muka Menteri Koordinastor bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia , Luhut Binsar Panjaitan dan Kepala Bappenas Sofyan Djalil dengan Tokoh Agama Kristen se Provinsi Papua di Sasana Krida Kantor Gubernur Papua Kamis (16/6).
Seraya memberikan gambaran ada 50 Kepala Keluarga pada satu kampung. Jika dikalikan tiga dan dikalikan empat lagi maka setiap desa mendapat anggaran Rp. 200 milyar. Akan tetapi jika dana tersebut tidak dapat dikelola dengan baik. Bahkan ada selentingan dana desa ini dipakai oleh oknum kepala kampung untuk kawin lagi atau dana itu digunakan untuk potong babi.
“Pendeta mesti mengingatkan kepala – kepala kampung /desa. Syukur – syukur para pendeta ikut terjun dan mendampingi kepala – kepala desa untuk bagaimana mengelola dana ini, supaya memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya,”tukasnya.
Untuk itu dirinya meminta kepada para pendeta agar jangan hanya berbicara di mimbar saja, tetapi harus turun kebawah dan langsung ke masyarakat sehingga ada perbuatan serta dapat dicontoh masyarakat.
“Oleh karena itu saya pikir pelaksanaan program pemerintah dalam menangani dana desa ini bapak ibu sekalian harus berperan. Saya minta ijin Gubernur, para bupati/walikota untuk mendorong juga agar gereja ikut berperan dalam dana desa tadi. Gereja bisa juga memberikan sambungannya dengan Universitas Kristen. Sebab jangan sampai orang Papua justru termarginalkan oleh orang lain yang lebih tinggi dari sisi intelektualnya. Karena pendidikannya tidak bagus.
“Oleh karena itu bapak penderta semua dalam khotbah nanti, ingatkan jemaatnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan kalau tidak kita nanti dijajah oleh orang lain secara intelektual. Karena kedepan ini, bukaan penjajahan kolonial lagi tetapi penjajahan intelektual. Karena kita bodoh dan tidak ada kepintaran maka itu jangan sampai terjadi.
Para pendeta harus mendorong jemaatnya untuk bekerja,”sarannya.
Lanjutnya lagi saat ini pemerintah sedang membangun infrastruktur dimana – mana termasuk di Papua yang sedang direncanakan pembangunan listrik berkekuatan air di Mamberamo. Untuk pembangunan ini orang Papua juga harus mengawalnya. Akan tetapi kalau orang Papua itu tidak bisa baik dan tidak mengerti pekerjaannya. Nanti malah orang lain yang bekerja. Seraya memberikan contoh kasus di PT Freeport Indonesia yang karyawannya mayoritas diisi kaum pendatang, sehingga nanti menimbulkan lagi kemarahan.
“Karena itu dalam setiap khotbah agar jangan pernah lupa menekankan dispilin, pendidikan, kejujuran, fighting spirit. Orang Papua harus lalkukan itu dan gereja tempat melakukan yang terbaik. Saya percaya dengan bapak/ibu pendeta jika melakukan hal itu pada setiap minggu akan membawa dampak yang bagus untuk setiap orang Papua,”tandasnya. (maria fabiola)