-->

Bongkar Pasang SKPD oleh Plt Kepala Daerah

Oleh : Leo Dapot Siahaan  - Mantan Sekretaris PWI Papua

Tidak lama lagi sekitar 102 Kepala Daerah akan habis masa jabatannya,  dan 11 daerah diantaranya ada di Papua yakni Kota Jayapura, Kabupaten Nduga, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mappi, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Kep. Yapen, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Dogiyai.

Sebanyak 11 daerah ini bersiap melakukan pesta demokrasi lewat pemilihan langsung dan serentak untuk mendapatkan kepala daerah baru.

Hal ini tentu akan berdampak pada kekosongan jabatan Kepala Daerah secara definitif. Untuk mengisi kekosongan Kepala Daerah yang habis atau dihabiskan masa baktinya tersebut, maka ditunjuklah apa yang kita kenal dengan Pelaksana Tugas Kepala Daerah (Plt. Kepala Daerah) atau Pejabat Sementara Kepala Daerah (Pj. Kepala Daerah) berdasarkan peraturan yang berlaku.

Penunjukan Plt atau Pj Kepala Daerah menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk dibahas bahkan menjadi perdebatan baik itu di kalangan elit pemerintahan, politik dan juga oleh masyarakat awam. Pembahasan dan perdebatan yang terjadi tentu berangkat dari dasar pemahaman yang berbeda-beda namun terkadang satu tujuan tetapi beda kepentingan.

Hal paling menarik yang menjadi perbincangan seksi bahkan juga perdebatan yang menimbulkan dampak negatif acap kali muncul ke telinga khalayak bahwa Plt atau Pj akan dapat 'merombak' pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditinggalkan oleh Kepala Daerah Defenitif dengan ragam motif politik.
Tentu menjadi pertanyaan yang membutuhkan jawaban pasti bagi semua kalangan atau halayak, benarkah Plt atau Pj Kepala Daerah memiliki tigas juga kewenangan yang sama dengan Kepada Daerah Defenitif, sehingga dapat dengan seenaknya 'merombak' Pimpinan SKPD yang ditinggalkan oleh Kepala Daerah sebelumnya.?

Pertanyaan ini harus dijawab dan disampaikan kepada semua kalangan supaya menjadi terang dan tidak terjadi pemikiran juga opini liar di kalangan masyarakat, yang bisa berdampak negatif, imbas dari konstalasi politik yang makin memanas menjelang perhelatan Pemilihan Kepala Daerah.

Untuk menjawab dan mengulas secara sederhana terkait tugas dan Kewenangan Kepala Daerah Defenitif dan Plt atau Pj Kepala Daerah, setidaknya berpijak pada dua aturan yang mengatur hal tersebut, yakni Pertama, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan Kedua, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 25 mengatur tentang Tugas dan Kewenangan Kepala Daerah.

Pada Peraturan Pemerintah ini dijelaskan bahwa Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang : a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b. mengajukan rancangan Perda; c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah; f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, bagaimana dengan Tugas dan Kewenagan Plt atau Pj Kepala Daerah.? Pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2008, pada Pasal 132A, berbunyi : Ayat (1) : Penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 131 ayat (4), atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang : a. melakukan mutasi pegawai; b. membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya; c. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan d. membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Selanjutnya pada Ayat (2)-nya : "Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri".

Sehingga merujuk UU 32 Thn 2004 dan PP 49 Thn 2008, maka tidak salah kalau disimpulkan bahwa jelas Kewenangan seorang Pelaksana Tugas Kepala Daerah (Plt. Kepala Daerah) atau Pejabat Sementara Kepala Daerah (Pj. Kepala Daerah) sangatlah dibatasi dan terbatas, tidak seluas kewenangan Kepala Daerah Defenitif. Plt atau Pj Kepala Daerah tidak bisa seenaknya dengan pertimbangan apapun 'merombak' Pimpinan SKPD, sebagaimana anggapan yang kerap muncul dan tidak jarang ramai diperbicangkan oleh khalayak bahwa Plt atau Pj Kepala Daerah bisa sesukanya 'merombak' Pimpinan SKPD.

Harus diingat juga Plt atau Pj Kepala Daerah DILARANG melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebijakan yang dilakukan atau dibuat oleh Kepala Daerah sebelumnya. Dan 4 (empat) Larangan sebagaimana bunyi ayat (1) Pasal 132A, PP 49 thn 2008 itu, baru dapat dikecualikan apabila ada persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), demikian penjelasan ayat (2)-nya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementrian Dalam Negeri  (Kemendagri), Dr Soni Sumarsono seringkali menyampaikan kepada para Pelaksana Tugas Kepala Daerah (Plt. Kepala Daerah) untuk hal-hal yang bersifat strategis, Plt. Kepala Daerah harus mendapatkan izin tertulis dari Mendagri jika kebijakan yang diambil bertentangan dengan kebijakan Kepala Daerah Definitif sebelumnya.

Banyak Plt. Kepala Daerah merasa bahwa tugas dan kewenangan yang dimiliki sama persis dengan Kepala Daerah Definitif, tetapi harus dilihat jelas bahwa ada rambu-rambu yang tidak boleh dilakukan, misalnya untuk hal-hal yang bersifat berlawanan dengan kebijakan Kepala Daerah sebelumnya, maka harus mendapat izin dari Mendagri terlebih dahulu.

Lain halnya dengan mengisi pejabat yang kosong karena pensiun atau lainnya, itu boleh dilakukan. Karena namanya menjalankan fungsi dan tugas sehari-hari, termasuk mengisi posisi yang kosong, tetapi tidak diperbolehkan melakukan pembongkaran total, sebab itu bisa mengganggu jalannya pemerintahan karena tidak kondisif sebab keputusan merobak itu tentu akan menimbulkan pro dan kontra.

Paling pokok pada Plt. Kepala Daerah ketika sudah dilantik, adalah menjalankan fungsi pemerintahan dan melakukan persiapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Derah dngan baik. Plt Kepala Daerah harus mampu melepaskan diri dari mahnit kepentingan pribadi dan golongan, agar terhindar dari keputusan prokontra yang akhirnya berbuntut pada macetnya roda pelayanan pemerintah.

Di Papua hal ini beberapa kali terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah, dan menjadi pelajaran agar calon kepala daerah incumbent atau yang lainnya agar mampu bersaing murni dengan calon lain. Dan mari mendukung jalannya proses Pilkada Langsung Serentak di Papua yang digelar awal tahun depan. **

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel