BPN Merauke Diminta Petakan Tanah Ulayat
pada tanggal
Saturday, March 19, 2016
SAPA (MERAUKE) – Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Merauke, Efendi Kanan meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) membuat pemetaan tanah ulayat (hutan adat), dan selanjutnya disertifikatkan secara komunal.
“Kalau mau aman, BPN harus buat pemetaan tanah ulayat masyarakat. Sekarang di Merauke belum dipetakan,” terang Efendi, Kamis (17/3).
Menurutnya, pemetaan dan sertifikat komunal tanah ulayat sangat penting bagi masyarakat adat dan investor perkebunan. Setelah dipetakan, pemanfaatan tanah ulayat oleh investor legal secara adat maupun oleh negara.
“Ini harus prioritas, agar ketika investor masuk mereka tak ragu lagi soal arealnya. Ini mudahkan kejelasan investasi untuk jalan. Cukup banyak minat investasi perkebunan di Merauke,” ungkapnya.
Masih menurutnya, dengan dipetakan, para pemilik ulayat akan tahu batas-batas tanahnya secara pasti. Juga tak terjadi persoalan di kemudian hari jika investor mengelola tanah ulayat.
“Sekarang ini sistemnya tunjuk saja, dari sungai ini sampai sungai ini, ini bisa picu konflik karena terkait dengan kompensasi tanah dan kompensasi kayu,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Bambang Dwiatmoko mengaku, dalam urusan tanah ulayat, pemilik ulayat langsung berurusan dengan pihak perusahaan. Pemerintah hanya sebatas memfasilitasi agar tanah mereka tak dijual.
“Kami tak campur, hanya jaga jangan sampai itu dijual. Dalam pengembangan pangan di Merauke, pemerintah, swasta dan masyarakat pemilik ulayat perlu sepaham. Sehingga pembangunan pangan ini tercapai untuk bersama,” ujarnya.
Ditambahkan, telah ada tanah ulayat yang dimanfaatkan untuk pertanian. Pemilik ulayat juga dilibatkan dalam kegiatan pertanian.
“Memang perlu pemetaan tanah ulayat, supaya ada kejelasan,” singkatnya. (emanuel)
“Kalau mau aman, BPN harus buat pemetaan tanah ulayat masyarakat. Sekarang di Merauke belum dipetakan,” terang Efendi, Kamis (17/3).
Menurutnya, pemetaan dan sertifikat komunal tanah ulayat sangat penting bagi masyarakat adat dan investor perkebunan. Setelah dipetakan, pemanfaatan tanah ulayat oleh investor legal secara adat maupun oleh negara.
“Ini harus prioritas, agar ketika investor masuk mereka tak ragu lagi soal arealnya. Ini mudahkan kejelasan investasi untuk jalan. Cukup banyak minat investasi perkebunan di Merauke,” ungkapnya.
Masih menurutnya, dengan dipetakan, para pemilik ulayat akan tahu batas-batas tanahnya secara pasti. Juga tak terjadi persoalan di kemudian hari jika investor mengelola tanah ulayat.
“Sekarang ini sistemnya tunjuk saja, dari sungai ini sampai sungai ini, ini bisa picu konflik karena terkait dengan kompensasi tanah dan kompensasi kayu,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Bambang Dwiatmoko mengaku, dalam urusan tanah ulayat, pemilik ulayat langsung berurusan dengan pihak perusahaan. Pemerintah hanya sebatas memfasilitasi agar tanah mereka tak dijual.
“Kami tak campur, hanya jaga jangan sampai itu dijual. Dalam pengembangan pangan di Merauke, pemerintah, swasta dan masyarakat pemilik ulayat perlu sepaham. Sehingga pembangunan pangan ini tercapai untuk bersama,” ujarnya.
Ditambahkan, telah ada tanah ulayat yang dimanfaatkan untuk pertanian. Pemilik ulayat juga dilibatkan dalam kegiatan pertanian.
“Memang perlu pemetaan tanah ulayat, supaya ada kejelasan,” singkatnya. (emanuel)