-->

Pemalsuan itu Kejadian Luar Biasa, DPRD Siap Undang Kepolisian Bahas Kasusnya

Pemalsuan itu Kejadian Luar Biasa, DPRD Siap Undang Kepolisian Bahas Kasusnya
SAPA (TIMIKA) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mimika menilai kasus pemalsuan tanda tangan Sekretaris Daerah (Sekda) yang dilakukan oleh oknum kepala SKPD itu merupakan kejadian luar biasa (KLB). Karenanya, DPRD siap mengundang Kepolisian untuk duduk bersama guna mengetahui sejauh mana perkembangan penyidikan kasus ini.

Ketua Komisi A DPRD Mimika, Saleh Alhamid dihadapan pendemo, Rabu (17/2) mengatakan terima kasih karena demo berjalan damai. DPRD senang karena melihat dari pasal-pasal yang disampaikan, berarti masyarakat sudah pandai bicara soal hukum. Sehingga tidak bisa menipu masyarakat soal hukum.

“Permasalahan pemalsuan tandatangan ini adalah kejadian luar biasa. Untuk itu, Komisi A berjanji dalam waktu 2 x 24 jam, masyarakat sudah bisa tahu sejauh mana proses penyidikan Kepolisian untuk kasus ini. Jadi, hari Jumat nanti sudah bisa dengar prosesnya seperti apa,”  ungkap Saleh.

Lanjut Saleh, artinya proses itu tidak serta merta lalu yang bersangkutan masuk penjara atau tidak. Tetapi DPRD melalui Komisi A akan menanyakan kepada Kepolisian, sudah sejauh mana melakukan penyidikan terhadap kasus ini.

Nantinya, Komisi A akan undang Kapolres dan lima orang perwakilan pendemo untuk duduk bersama dan mendengar keterangan dari pihak Kepolisian. Dalam hal ini, Kapolres atau Wakapolres di DPRD. Sehingga masyarakat bisa tahu bahwa Kepolisian tidak tinggal diam dalam proses kasus ini, melainkan bekerja hanya saja membutuhkan waktu.

“Intinya dan yang penting adalah Pemerintah Kabupaten cepat mengambil langkah-langkah pemberhentian yang  bersangkutan dari jabatannya, supaya hal ini tidak terulang lagi,” tambah Saleh.

Aksi FPHOAP

Front Pembela Hak-hak Orang Asli Papua (FPHOAP) di Kabupaten Mimika pun diketahui menanggapi kasus itu, mereka menuntut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) agar menyikapi kasus itu dalam aksi demo damainya di depan Kantor Pusat Pemerintahan (Puspem), Rabu (17/2) sekitar pukul 11.11 WIT.

Koordinator demo, Markus Welerubun dan Yohanes Magay, serta Steven Uamang bersama pendemo lainnya dalam orasinya menyampaikan, maksud dan tujuan dilakukan demo untuk menuntut proses tegas kasus pemalsuan tandatangan Sekda Mimika itu.
"Alasan dari demo itu kita tuntut kejelasan pemalsuan tandatangan sekda oleh salah satu pegawai negeri sipil," ujar Markus.

Menurutnya, pemalsuan tandatangan tersebut telah melanggar hukum dan telah merugikan pihak pemilik tanda tangan, sehingga harus diproses.

"Kami datang disini mengatasnamakan front pembela hak-hak asli orang Papua di Kabupaten Mimika," terangnya.

Para pendemo, lanjut koordinatornya, menuntut agar oknum pelaku pemalsuan itu harus dicopot dari jabatannya sebagai PNS di lingkungan Pemkab Mimika serta mendesak DPRD Mimika agar segera membentuk Pansus untuk mengawal proses penyelidikan kasus itu hingga tuntas. Sehingga masyarakat bisa puas melihat ketegasan dari para pemimpin kepada bawahannya.

"Kami minta kepada Bupati Kabupaten Mimika segera mencopot oknum pemalsu tandatangan sekda Mimika dari jabatannya, DPRD Mimika juga segera membentuk pansus untuk mengawal kasus pemalsuan ini hingga tuntas," ujarnya.

Diharapkan pendemo, pihak Polres Mimika agar melakukan penyelidikan kasus pemalsuan tandatangan dan beberapa kasus lainnya. Alasannya, oknum-oknum telah mencoreng nama pejabat daerah, serta melanggar UU.

"Polres Mimika segera menyidik kasus pemalsuan tandatangan Sekda dan menyidik kasus tersebut berindikasi kasus korupsi, dan juga karena oknum pelaku kasus ini telah mencoreng nama Bupati Mimika. Ironisnya, oknum pelaku kasus ini telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara ini, yakni KUHP Pasal 263, UU No 5 Tahun 2014, PP No 82 Tahun 2012, PP No 53 Tahun 2010, Permenpan No. 70 Tahun 2011, Ini negara hukum. Jadi, oknum pelaku pemalsuan tandatangan Sekda harus dihukum sesuai dengan UU yang berlaku," ujar koordinator demo.

Aksi demo yang berlangsung aman dan tertib dalam pengamanan Satu Peleton Personil Dalmas Polres Mimika yang dipimpin langsung Kasat Shabara, AKP Sudirman. Didukung satu peleton Sat Pol PP dan 1 regu Patroli dari Polsek Kuala Kencana. Termasuk sebanyak lima truck yang dipergunakan untuk mengangkut massa pendemo.

Massa pendemo meminta bertemu langsung Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, SE atau Wabup Yohanis Bassang, SE., M.Si yang merupakan orang tua dari masyarakat Mimika agar bisa  menanggapi aspirasi mereka karena sangat merugikan masyarakat kecil.
"Kami mau ketemu dengan Bupati supaya beliau bisa dengar aspirasi kita," ujar pendemo.

Namun, Wakil Bupati (Wabup) Bassang yang menemui pendemo mengatakan, menyikapi aspirasi yang disampaikan itu pun telah disampaikan kepada Bupati Mimika Eltinus Omaleng, SE untuk meminta petunjuk.

Wabup Bassang juga menjelaskan, kasus pemalsuan itu telah diserahkan ke pihak Kepolisian untuk diproses secara hokum. Jadi, harap Wabup Bassang, agar Polisi yang lebih mengetahui proses penyelidikan  dapat mendalami kasi tersebut.

“Bapak-bapak dan saudara-saudara kami sudah terima dan kami sampaikan dan laporkan ke Bupati untuk tentu meminta pertimbangan dan petunjuk, yang berikut tentu kami di birokrasi tentu menyadari bahwa Polisi lebih pintar dari kami. Lebih tahu, apakah ini masuk dalam kategori melawan hukum atau tidak itu. Bapak Polisi punya makanan itu dan dia lebih tahu dari pada kami,” ujar Wabup Bassang kepada pendemo.

Penyidik Pakai Ahli Unhas

Kapolres Mimika, AKBP Yustanto Mujiharso mengungkapkan, hingga kini ada sebanyak 16 saksi telah diperiksa penyidik terkait kasus dugaan pemalsuan tandantangan Sekda Mimika itu. Saat ini, tiga orang penyidik telah dikirim ke laboratorium forensik (labfor) Makassar dan meminta keterangan ahli dari pakar hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) terkait tandatangan itu.

FPHOAP saat menyambangi Polres Mimika untuk menyampaikan pernyataan sikapnya sekaligus ingin mengetahui perkembangan penyelidikan kasus dugaan pemalsuan tandatangan Sekda Mimika itu, mendapat sambutan baik. Kapolres mempersilahkan tujuh orang perwakilan dari FPHOAP masuk ke ruang kerjanya, selanjutnya menjelaskan perkembangan penyidikan kasus itu.

Kasus yang dilaporkan Sekda Mimika terdapat jilid satu dan jilid dua, dan keduanya merupakan kasus dugaan pemalsuan tandatangan pada dokumen Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) di dua instansi pemerintahan kabupaten Mimika.

Kapolres menjelaskan, mengenai dugaan tandatangan palsu, yang harus disampaikan pihaknya adalah fakta hukum, tidak bisa berasumsi. Sehingga untuk progres sampai saat ini terhadap kasus itu, penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap 16 orang saksi. Termasuk dua diantaranya adalah terlapor, yakni PK (kepala badan) dan CL (kepala dinas) yang merupakan pejabat eselon dua Pemkab Mimika.

“Yang jilid satu kita periksa sudah 12 saksi, jilid dua kita periksa sudahg empat orang saksi, itu sudah kita lakukan,” ungkap Kapolres.

Selanjutnya, sejak hari Minggu (14/2), Polres Mimika telah menunjuk tiga orang penyidik dari Reskrim berangkat ke Makassar untuk melakukan uji lab terkait keaslian tandatangan di laboratorium forensik (labfor) Makassar. Bahkan, hasil pemeriksaan dari uji labfor akan diperiksa lagi oleh pakar hukum pidana dari Unhas untuk memberikan keterangan terkait tandatangan yang dimaksud. 

“Keterangan ahli nanti kita ambil dari Unhas biar netral. Kalau di Uncen, mungkin nanti ada yang kenal dari salah satu pihak, makanya biat netral kita di Unhas. Nanti yang akan memeriksa ada tiga pakar hukum pidana dari Universitas Hasanuddin. Nanti keterangan ahli pun yang menyampaikan kepada kita, baru nanti kita sampaikan tandatangannya palsu atau asli,” jelas Kapolres.

Kapolres menerangkan bahwa konteks permasalahan ini terdapat dua permasalahan yang harus digali pihaknya, yakni terkait dengan kerugian material dalam hal ini merugikan negara dan inmaterial atau masalah kehormatan.

“Apakah dengan tandatangan palsu ini akan merugikan negara atau tidak, kemudian apakah dengan tandatangan palsu ini inmaterial permasalahannya, masalah kehormatan. Nah, itu nanti kita lihat, dan siapa yang menentukan itu, adalah pakar hukum pidana,” teranganya Kapolres. (Maria Welerubun/Ricky Lodar/Saldi Hermanto)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel