-->

Pemilik Ulayat Amungme dan Kamoro Dukung Kelanjutan PT. Freeport Indonesia


SAPA (TIMIKA) -  Pemilik hak ulayat Suku Amungme dan Kamoro di hadapan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (Presdir PTFI)  Maroef Syamsoedin, menyatakan sikap mendukung kelanjutan pengoperasian PT Freeport Indonesia (PTFI) di Mimika.

Dukungan itu disampaikan dalam jumpa pers yang berlangsung di Hotel Rimba Papua usai acara Ramah Tamah Manajemen PTFI Bersama Stakeholder , Sabtu (26/12/2015). Sejumlah tokoh adat dari pemilik hak ulayat yang hadir diantaranya  Kepala Suku Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa), Yunus Omabak, Pejabat Sementara (Pjs) Ketua Lemasko Marianus Maknaipeku, Ketua Forum MoU 2000 dari suku Amungme, Yopi Kilangin, dan Hans Magal, serta sejumlah tokoh masyarakat lainnya.

Yunus Omabak salah satu kepala suku yang mendukung pengoperasian Freepot mengungkapkan, PT Freeport telah memberikan kontribusi melalui dana satu persen untuk pengembangan masyarakat sehingga masyarakat telah merasakan dampak langsung dari penambangan PT Freeport. Walaupun belum sepenuhnya memberikan kesejahteraan secara penuh kepada masyarakat, namun Freeport harus tetap ada dan meningkatkan kontribusi kedepan.“Freeport  dapat terus melakukan penambangan emas, tembaga dan perak di gunung Nemangkawi,” kata Omabak.

Marianus Maknaipeku juga meminta Freeport harus tetap beroperasi di Papua. Dengan catatan harus meningkatkan kontribusi dalam pembangunan perekonomian, kesehatan dan pendidikan serta memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan selama ini.

“Para elit politik tanah air segera menghentikan politisasi terhadap status Freeport. Karena, pemerintah dan politisi di pusat tidak memahami betul tentang Papua, terutama PT Freeport,” tegas Marianus.

Ketua Forum MoU, Yopi Kilangin juga mengatakan, bahwa Freeport harus tetap melanjutkan kontrak di bumi Amungsa.

“Namun, jika masih ada permasalahan antara masyarakat dengan perusahaan seperti masalah hak ulayat lahan dan kompensasi, maka hal itu diselesaikan secara kekeluargaan,” ujar Yopi.

Sebagai bentuk dukungan nyata terhadap kelanjutan operasional PT Freeport di Mimika, Yopi mengatakan Forum Mou telah menyiapkan sejumlah langkah ke depan bersama dengan para tokoh adat yang ada. “Kami akan duduk bersama-sama untuk merumuskan bentuk dukungan itu, bisa dengan cara langsung bertemu para elit di Jakarta atau dengan membuat surat pernyataan bersama untuk disampaikan ke pemerintah pusat,” kata Yopi.

Sementara, Hans Magal mengingatkan kepada pemerintah maupun elit politik di parlemen agar berhenti berbicara soal Freeport. Karena sesungguhnya yang paling mengetahui dan mengenal masalah Freepot adalah masyarakat Papua, khususnya masyarakat yang ada di sekitar area pertambangan, seperti suku Amungme dan Kamoro.

“Para elit di Jakarta saya minta stop berbicara tentang Freeport. Polemik soal Freeport yang terjadi di Jakarta, lantaran para elit tidak tahu informasi yang tepat dan akurat mengenai keberadaan tambang emas terbesar dunia termasuk kontribusi perusahaan itu di Papua,” kata Hans.

Untuk itu,  Hans meminta Presiden Joko Widodo membuka ruang demokrasi seluas-luasnya kepada orang Papua, terutama Amungme dan Kamoro untuk duduk dan membicarakan ijin Freeport ke depan.

Sementara sesepuh masyarakat adat A. Allo Rafra minta berbagai pihak, agar berhenti membicarakan Freepot jika tidak mengetahui masalah apa yang terjadi dan sejarahnya. "Kembalikan masalah Freeport ke pemerintah dan masyarakat adat," kata Allo.

Sebelumnya Presdir PTFI, Maroef Sjamsoeddin dalam sambutannya pada acara Ramah Tamah mengatakan, masyarakat adat pemilik hak ulayat dan pemerintah Mimika dan Papua tentu dilibatkan dalam pembahasan perpanjangan kontrak karya. Maroef menegaskan, bahwa PT Freeport berkomitmen terus meningkatkan kontribusi terhadap masyarakat di sekitar wilayah operasinya, selain memberi nilai manfaat kepada bangsa dan Negara.

Maroef juga meminta kepada tokoh masyarakat Papua untuk mengawal Freeport di tengah kondisi politik di Jakarta yang dinamis berkaitan dengan menjelang habisnya masa kontrak karya perusahaan di Indonesia pada 2021. "Tolong kawal kami sebagai keluarga besar. Freeport tidak akan berjalan sendiri, tapi jalan bersama tokoh masyarakat Papua," kata Maroef.

Maroef mengatakan, saat ini banyak orang di luar Papua yang menunjukkan seolah-olah lebih mengetahui dan mengenal Papua, khususnya Freeport. Padahal yang paling mengetahui dan mengenal masalah Freepot adalah masyarakat Papua, khususnya masyarakat yang ada di sekitar area pertambangan, seperti suku Amungme dan Kamoro.

"Orang-orang yang ribut di Jakarta tidak akan merasakan dampak jika perusahaan ditutup. Tapi, masyarakat Papua yang merasakannya," katanya.
Maroef juga mengajak masyarakat Papua untuk lebih memikirkan masa depan anak-anak Papua selagi masih ada kontribusi Freeport dalam pembangunan masyarakat di sekitar pertambangan.

"Pikirkan anak cucu. Jangan kita hanya bertengkar. Jika ada masalah yang belum terselesaikan, mari kita bicarakan," katanya.

Ia mengingatkan bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Oleh karena itu, ia minta agar kontribusi Freeport kepada masyarakat digunakan untuk mempersiapkan generasi mendatang melalui pendidikan dan kesehatan. (irsul)



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel