Menkopolhukam dan Kapolri Pastikan Santoso dan Mukhtar Tewas di Poso
pada tanggal
Tuesday, July 19, 2016
SAPA (JAKARTA) - Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengonfirmasi bahwa dua jenazah yang tertembak dalam penyergapan di Desa Tambarana, Kecamatan Poso, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Senin (18/7) sore, yakni Santoso dan Mukhtar.
Sebelumnya, pihak kepolisian menduga jenazah yang tertembak adalah Basri, bukan Mukhtar. "Sudah terkonfirmasi (jenazah) Santoso dan satu lagi Mukhtar, tadinya kita pikir Basri," ujar Menkopolhukam di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, Mukhtar merupakan salah satu orang dekat yang menjadi tangan kanan Santoso. Meskipun diprediksi kekuatan kelompok sipil bersenjata tersebut melemah pascakematian Santoso, Luhut menegaskan bahwa Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala akan terus melakukan pengejaran terhadap 19 anggota kelompok mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso yang masih tersisa.
"Operasi pengejaran terus dilakukan karena sekarang tim (operasi Tinombala) malah diperbanyak (jumlahnya) untuk melakukan pengejaran," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian. Ia menyatakan keyakinannya bahwa tersangka pimpinan kelompok teror Mujahidin Indonesia Timur, Santoso, tewas dalam penyergapan di Poso.
"Dari hasil pengenalan dari tanda-tanda fisik seperti dari tahi lalat dan lain-lain, sekali lagi, dari anggota yang mengenali yang bersangkutan karena pernah dulu ditangkap, kemudian dari beberapa saksi yang lain, sudah mendekati 95 persen dialah Santoso," kata Kapolri Istana Negara, Jakarta pada Selasa siang.
Kendati demikian, Polri akan tetap melakukan uji DNA guna mendapatkan identifikasi yang sah.
Selain itu, Kapolri mengklarifikasi bahwa rekan Santoso yang juga tewas dalam penyergapan bukanlah Basri, melainkan Muchtar yang juga diduga melakukan tindakan teror.
Tito mengatakan Basri berhasil kabur bersama dua perempuan saat penyergapan dilakukan.
"Dia juga melakukan, dalam kelompok itu, penyerangan-penyerangan kepada anggota," tambah Tito terkait peran Muchtar.
Polri dan TNI akan tetap melakukan pengejaran terhadap Basri dan dua perempuan yang kabur untuk menghindari serangan teror lain.
Selain itu, Tito mengatakan keberadaan kelompok teror yang dipimpin oleh Ali Kalora juga sudah diketahui aparat keamanan.
"Yang lain juga, yang kelompok Ali, akan kita kejar. Tetap kita akan lakukan pengejaran," jelas Tito yang pernah menjabat sebagai Kapolda Papua itu.
Satgas Tinombala dari unsur Yonif 515 Kostrad melakukan baku tembak dengan lima kelompok bersenjata di Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso, Sulawesi Tengah pada Senin sore (18/7).
Dua anggota kelompok bersenjata yang diduga Santoso dan Muchtar tewas, sedangkan tiga lainnya yang diduga Basri dan dua perempuan kabur dari sergapan.
Jenazah Santoso dan Mukhtar dilaporkan telah tiba di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulawesi Tengah, Selasa siang, untuk diidentifikasi melalui proses pencocokan DNA dengan pihak keluarga.
Sementara itu, Kepala Satgas Operasi Tinombala, Kombes Pol Leo Bona Lubis, menuturkan bahwa Basri dan istrinya, serta istri Santoso diduga melarikan diri saat terjadi kontak senjata di Desa Tambarana.
Istri Santoso yang bernama Jumiatun Muslim alias Atun alias Bunga alias Umi Delima, merupakan salah satu dari tiga perempuan yang termasuk dalam 19 DPO kelompok sipil bersenjata tersebut. (ant)
Sebelumnya, pihak kepolisian menduga jenazah yang tertembak adalah Basri, bukan Mukhtar. "Sudah terkonfirmasi (jenazah) Santoso dan satu lagi Mukhtar, tadinya kita pikir Basri," ujar Menkopolhukam di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, Mukhtar merupakan salah satu orang dekat yang menjadi tangan kanan Santoso. Meskipun diprediksi kekuatan kelompok sipil bersenjata tersebut melemah pascakematian Santoso, Luhut menegaskan bahwa Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala akan terus melakukan pengejaran terhadap 19 anggota kelompok mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso yang masih tersisa.
"Operasi pengejaran terus dilakukan karena sekarang tim (operasi Tinombala) malah diperbanyak (jumlahnya) untuk melakukan pengejaran," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian. Ia menyatakan keyakinannya bahwa tersangka pimpinan kelompok teror Mujahidin Indonesia Timur, Santoso, tewas dalam penyergapan di Poso.
"Dari hasil pengenalan dari tanda-tanda fisik seperti dari tahi lalat dan lain-lain, sekali lagi, dari anggota yang mengenali yang bersangkutan karena pernah dulu ditangkap, kemudian dari beberapa saksi yang lain, sudah mendekati 95 persen dialah Santoso," kata Kapolri Istana Negara, Jakarta pada Selasa siang.
Kendati demikian, Polri akan tetap melakukan uji DNA guna mendapatkan identifikasi yang sah.
Selain itu, Kapolri mengklarifikasi bahwa rekan Santoso yang juga tewas dalam penyergapan bukanlah Basri, melainkan Muchtar yang juga diduga melakukan tindakan teror.
Tito mengatakan Basri berhasil kabur bersama dua perempuan saat penyergapan dilakukan.
"Dia juga melakukan, dalam kelompok itu, penyerangan-penyerangan kepada anggota," tambah Tito terkait peran Muchtar.
Polri dan TNI akan tetap melakukan pengejaran terhadap Basri dan dua perempuan yang kabur untuk menghindari serangan teror lain.
Selain itu, Tito mengatakan keberadaan kelompok teror yang dipimpin oleh Ali Kalora juga sudah diketahui aparat keamanan.
"Yang lain juga, yang kelompok Ali, akan kita kejar. Tetap kita akan lakukan pengejaran," jelas Tito yang pernah menjabat sebagai Kapolda Papua itu.
Satgas Tinombala dari unsur Yonif 515 Kostrad melakukan baku tembak dengan lima kelompok bersenjata di Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso, Sulawesi Tengah pada Senin sore (18/7).
Dua anggota kelompok bersenjata yang diduga Santoso dan Muchtar tewas, sedangkan tiga lainnya yang diduga Basri dan dua perempuan kabur dari sergapan.
Jenazah Santoso dan Mukhtar dilaporkan telah tiba di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulawesi Tengah, Selasa siang, untuk diidentifikasi melalui proses pencocokan DNA dengan pihak keluarga.
Sementara itu, Kepala Satgas Operasi Tinombala, Kombes Pol Leo Bona Lubis, menuturkan bahwa Basri dan istrinya, serta istri Santoso diduga melarikan diri saat terjadi kontak senjata di Desa Tambarana.
Istri Santoso yang bernama Jumiatun Muslim alias Atun alias Bunga alias Umi Delima, merupakan salah satu dari tiga perempuan yang termasuk dalam 19 DPO kelompok sipil bersenjata tersebut. (ant)