-->

Pertamina dan PLN Kembali Ribut Soal Harga

SAPA (JAKARTA) - Dua tahun lalu, PT Pertamina (Persero) dengan PT PLN (Persero) alot dalam pembahasan kesepakatan pembelian uap dan listrik panas bumi, yang berujung marahnya Menteri BUMN saat itu Dahlan Iskan.

Marahnya Dahlan saat itu hingga mengebrak meja saat memimpin rapat dengan kedua BUMN ini. Marahnya Dahlan ini akhirnya membuat kedua BUMN ini akhirnya menyepakati pembelian uap dan listrik panas bumi di harga 8,4 sen-11 sen per kWh.

Saat ini, kedua BUMN ini kembali 'ribut' lagi soal harga uap panas bumi yang dipasok PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) ke Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Kamojang unit 1, 2, dan 3 yang dikelola PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PT Indonesia Power.

PLN menilai harga baru uap panas bumi ke unit 1,2, dan 3 tersebut terlalu mahal, sementara Pertamina mengancam akan menghentikan pasokan uap panas bumi ke tiga unit PLTP dengan total kapasitas listrik 140 megawatt (MW), menyusul tidak adanya kesepakatan harga panas bumi di antara kedua perusahaan.

Manajer Senior Public Relations PLN, Agung Murdifi mengungkapkan, sebelumnya PLN dan Pertamina telah melakukan kerja sama pemanfaatan panas bumi di Kamojang 1,2,3 lebih dari tiga puluh tahun. Namun menginjak 2015, Pertamina selaku penyedia uap, memberikan penawaran harga uap yang tinggi untuk jangka waktu 5 tahun saja.

"Kalau harga uap yang ditawarkan wajar, kami mungkin akan beli, karena selama ini kami sudah kerjasama selama 32 tahun dengan pertamina, namun yang membuat kami bingung, kenapa tiba-tiba Pertamina menawarkan harga mahal hanya untuk jangka waktu lima tahun saja," ungkap Agung, dalam keterangannya, Rabu (6/1).

Agung menambahkan, setelah melakukan verifikasi internal dan melihat harga uap di lapangan panas bumi yang dimiliki oleh PLN yakni di PLTP Mataloko, PLTP Ulumbu Flores, serta di Tulehu Ambon, Maluku. Maka PLN memperkirakan harga uap di kamojang tidak akan melebihi estimasi harga uap yang telah ada, yakni sebesar Rp 535 per kwh atau sebesar 4 sen.

"Namun agaknya Pertamina selaku pengelola Kamojang tetap bertahan di harga jual yang terlalu tinggi. Hal ini lah yang kemudian menjadi pertimbangan PLN untuk menunda perpanjangan pembelian uap dari kamojang 1,2 dan 3," kata Agung.

Sementara, Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan, negosiasi antara Pertamina dan PLN mengalami kebuntuan mengenai harga jual uap untuk ketiga pembangkit tersebut.

"Namun, tidak ada kesepakatan yang dicapai kendati Pertamina telah memberikan penawaran paling lunak dengan perpanjangan interim agreement. PLN melalui suratnya 29 Desember 2015, justru menyampaikan permintaan kepada Pertamina untuk menutup sumur-sumur uap untuk PLTP Kamojang 1,2, dan 3. Kami telah menyampaikan kepada PLN untuk dapat kembali kepada interim agreement hingga akhir Januari 2016,” ungkap Wianda.

Akan tetapi, lanjutnya, apabila hingga waktu yang diberikan tersebut PLN belum memberikan respons yang layak, maka per 1 Februari 2016, Pertamina terpaksa harus menghentikan pasokan uap panas bumi untuk pembangkit PLN.

"Tentu saja hal ini sangat disayangkan apabila harus terjadi karena dapat menjadi preseden buruk bagi upaya memacu pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan di Indonesia," tutup Wianda. (dtc)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel